13 Gugatan Sengketa Suara dengan Partai Garuda Tidak Diterima MK, PPP Gagal Penuhi Parliamentary Threshold

Rabu, 22 Mei 2024 00:54 WIB

Plt Ketua Umum PPP MUhammad Mardiono saat meluncurkan logo baru yang akan digunakan partainya menyambut Pemilu 2024. di Jakarta, Kamis (5/1/2023). ANTARA/HO-Humas PPP

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK telah memutuskan 13 permohonan Partai Persatuan Pembangunan alias PPP dalam sengketa pileg DPR tidak dapat diterima.

Sidang putusan dismissal berlangsung dua hari, mulai Selasa, 21 Mei hingga Rabu, 22 Mei. Pantauan Tempo, sidang hari pertama berlangsung tepat waktu pada pukul 08.00 di Gedung MK 1, Jakarta Pusat.

Sembilan hakim konstitusi dijadwalkan membacakan putusan 207 perkara dalam sidang putusan dismissal hari pertama. Sebanyak 15 di antaranya adalah perkara dengan PPP sebagai pemohon.

Dari jumlah tersebut, dua perkara adalah untuk pemilihan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah. Sedangkan 13 perkara sisanya bercampur antara DPR dengan DPRD. Ke-13 perkara inilah yang tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga tidak lanjut ke proses pembuktian.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan perkara nomor 100 dalam sidang pada Selasa.

Advertising
Advertising

Perkara nomor 100-01-17-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini adalah satu dari 12 permohonan yang tidak diterima oleh MK. Dalam perkara ini, PPP mempermasalahkan perbedaan perhitungan perolehan suara pemilihan DPR RI antara PPP dengan Partai Garuda di dapil Jawa Barat II, Ill, V, VII IX dan XI.

"Pemohon hanya memberikan uraian kehilangan suara di dapil Jawa Barat Ill dan V, sedangkan untuk dapil Jawa Barat II, VII, IX, dan XI, pemohon hanya mencantumkan tabel persandingan perolehan suara pemohon dan Partai Garuda menurut pemohon dan termohon (KPU), tanpa dikuti oleh penyelasan dan uraian yang jelas serta memadai," beber hakim konstitusi, Guntur Hamzah, saat membacakan bagian pertimbangan.

Adapun 13 perkara PPP yang tidak diterima oleh MK pada sidang putusan dismissal hari pertama ada di daerah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan Papua Tengah.

Kendati demikian, terdapat dua permohonan PPP soal sengketa pemilihan DPRD yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi, dan lanjut ke proses pembuktian. Keduanya adalah untuk pemilihan DPRD Kabupaten Rembang dan DPRD Kota Serang.

PPP masih berharap hakim MK mengabulkan permohonan lainnya

"Ya kami menunggu putusan-putusan berikutnya," kata Ketua Dewan Pengurus Pusat PPP, Achmad Baidowi, lewat aplikasi perpesanan pada Tempo, Selasa.

Seperti diketahui, PPP mengajukan puluhan sengketa pileg ke MK. Ini buntut dari gagalnya Partai Ka'bah melaju ke Senayan, dengan hanya memperoleh 5.878.777 suara atau setara 3,87 persen suara sah nasional.

Partai ini pun gagal memenuhi ambang batas parlemen 4 persen. Agar bisa mendapatkan kursi di Senayan, PPP membutuhkan tambahan 0,13 persen suara sah nasional dari sengketa pileg.

Awiek, sapaan Achmad Baidowi, melanjutkan, masih ada provinsi-provinsi lain yang digugat PPP dan belum dibacakan oleh MK. Dia pun berharap agar majelis hakim mengabulkan permohonan PPP di provinsi lainnya.

"Mudah-mudahan di provinsi yang lainnya ada perhatian dari hakim," ucap Awiek.

KPU: Ikhtiar PPP untuk parliamentary threshold 4 persen tidak tercapai

Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy'ari, menanggapi soal hampir semua permohonan PPP ke Mahkamah Konstitusi kandas dalam putusan dismissal. "(Permohonan PPP) di antaranya yang paling menonjol di Jawa Barat," kata Hasyim saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa.

Dia menuturkan, MK telah memutuskan bahwa perkara tersebut tidak dapat diterima. Sebab, perkara tersebut tidak syarat formil.

Selain itu, MK juga memutuskan tidak menerima perkara sengketa pemilu DPR yang diajukan oleh PPP di wilayah lainnya, di antaranya Jawa Tengah, Papua Tengah, Sumatera Barat, Lampung, Banten, dan sebagainya.

Artinya, kata dia, beberapa perkara PPP untuk sengketa pemilu DPR RI berhenti sampai disini. Namun, Hasyim tak membeberkan lebih jauh berapa banyak perkara Partai Persatuan Pembangunan yang tidak dilanjutkan sampai pemeriksaan pembuktian.

"Sehingga konsekuensinya, ikhtiar dari PPP melalui jalur MK untuk mencapai perolehan suara parliamentary threshold 4 persen, rupa-rupanya tidak dapat tercapai," beber Hasyim. "Karena putusan dismissal menyatakan sejumlah perkara PPP tidak dapat dilanjutkan ke pemeriksaan pembuktian."

Pilihan Editor: Gugatan PPP Soal 5.611 Suara di Sumbar Berpindah ke Partai Garuda Tidak Diterima MK

Berita terkait

Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Menuju Posisi Menteri: Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej

3 jam lalu

Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Menuju Posisi Menteri: Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej

Beberapa nama Tim Pembela Prabowo-Gibran dalam sengketa Pilpres 2024, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, dan Eddy Hiariej digadang jadi menteri.

Baca Selengkapnya

Otto Hasibuan ke Kertanegara, Sebelumnya Jadi Pembela Prabowo-Gibran Saat Sengketa Pilpres 2024 di MK

1 hari lalu

Otto Hasibuan ke Kertanegara, Sebelumnya Jadi Pembela Prabowo-Gibran Saat Sengketa Pilpres 2024 di MK

Otto Hasibuan masuk dalam 59 nama yang di panggil Prabowo ke Kertanegara. Ia anggota tim hukum Prabowo-Gibran dalam sengketa Pilpres 2024 di MK.

Baca Selengkapnya

Mayor Teddy Ikut Sibuk Bantu Panggil Calon Menteri ke Kertanegara, Siapakah 'Si Bayangan' Prabowo ini?

2 hari lalu

Mayor Teddy Ikut Sibuk Bantu Panggil Calon Menteri ke Kertanegara, Siapakah 'Si Bayangan' Prabowo ini?

Ajudan Prabowo, Mayor Teddy disebut beberapa calon menteri turut membantu Prabowo memanggil mereka ke Kertanegara, Jakarta, kemarin.

Baca Selengkapnya

Kasus Ketum Parpol Aniaya Selebgram AN Selesai, Laporan Dicabut di Hari yang Sama

8 hari lalu

Kasus Ketum Parpol Aniaya Selebgram AN Selesai, Laporan Dicabut di Hari yang Sama

Kasus penganiayaan yang sempat dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2024 dicabut di hari yang sama dengan alasan kekeluargaan.

Baca Selengkapnya

Eks Ketua MK Bilang Gaji Hakim Mestinya Lebih Tinggi dari Pejabat Eksekutif dan Legislatif

9 hari lalu

Eks Ketua MK Bilang Gaji Hakim Mestinya Lebih Tinggi dari Pejabat Eksekutif dan Legislatif

Menurut Jimly, untuk pengadilan di tingkat kabupaten misalnya, gaji hakim seharusnya lebih tinggi daripada gaji anggota DPRD maupun bupati.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Pemeriksaan Uji Formil UU KSDAHE

10 hari lalu

MK Gelar Sidang Pemeriksaan Uji Formil UU KSDAHE

Pengujian formil ini diajukan karena proses pembentukan UU KSDAHE dianggap tidak memenuhi sejumlah asas pembentukan perundang-undangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Pasukan Bawah Tanah Jokowi Disebut Salah Kaprah karena Sebut Gibran Lambang Negara

10 hari lalu

Pasukan Bawah Tanah Jokowi Disebut Salah Kaprah karena Sebut Gibran Lambang Negara

Ternyata masih banyak pihak yang salah kaprah anggap Presiden dan Wakil Presiden sebagai lambang negara. Terakhir disebut Pasukan Bawah Tanah Jokowi.

Baca Selengkapnya

Kontras Minta DPR 2024-2029 Tolak Pembahasan 4 RUU

13 hari lalu

Kontras Minta DPR 2024-2029 Tolak Pembahasan 4 RUU

Kontras meminta anggota DPR periode 2024-2029 menolak pembahasan empat RUU karena disusun terburu-buru dan jauh dari kepentingan publik.

Baca Selengkapnya

MAKI Larang Jokowi Kirim Hasil Akhir Capim dan Calon Dewas KPK ke DPR: Kewenangan Prabowo

15 hari lalu

MAKI Larang Jokowi Kirim Hasil Akhir Capim dan Calon Dewas KPK ke DPR: Kewenangan Prabowo

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengajukan somasi ke Presiden Jokowi untuk tidak menyerahkan hasil seleksi akhir Capim dan Dewas KPK ke DPR.

Baca Selengkapnya

Selebrasi Tsania Marwa atas Penegasan MK Soal Orang Tua Ambil Paksa Anak

16 hari lalu

Selebrasi Tsania Marwa atas Penegasan MK Soal Orang Tua Ambil Paksa Anak

Tsania Marwa sebagai saksi bersyukur atas penegasan MK terkait orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana.

Baca Selengkapnya