Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Sabtu, 4 Mei 2024 17:00 WIB

Massa pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden 01 Anies - Muhaimin saat melaksanakan shalat dzuhur saat menggelar unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin 22 April 2024. Dalam aksinya massa menuntut Mahkamah Konstitusi memutus sengketa Pilpres 2024 dengan adil. Aksi ini merupakan respons masyarakat terhadap kecurangan yang terjadi dalam kontestasi Pilpres 2024. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Konstitusi Universitas Islam Indonesia atau UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

"Pada pilpres 2024 terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan karena secara terang-terangan presiden dan aparaturnya bersikap tidak netral, bahkan mendukung pasangan calon presiden tertentu," kata Ni'matul dalam diskusi virtual pada Sabtu, 4 Mei 2024.

Dia melanjutkan, apa yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit. Menurut Ni'matul, ini tentu berpotensi mengancam tata nilai demokrasi kedepan.

"Oleh karena itu, dalam memeriksa mengadili dan memutus perselisihan pilpres 2024, Mahkamah Konstitusi sepatutnya tak boleh sekedar berhukum melalui pendekatan formal legalistik dogmatis yang menghasilkan rumusan hukum rigid, kaku, dan bersifat prosedural," kata Ni'matul.

Guru Besar Hukum Tata Negara UII ini menilai, MK seharusnya perlu berhukum secara informal-nonlegalistik ekstensif. Sehingga menghasilkan rumusan hukum yang progresif, solutif, dan substantif ketika melihat pelanggaran terhadap asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.

Advertising
Advertising

Dia menuturkan, ada dua kelompok hakim dengan pendekatan berbeda dalam putusan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU pilpres 2024. Seperti diketahui, hanya delapan dari sembilan hakim konstitusi yang menangani sengketa pilpres.

Sebab, mantan Ketua MK Anwar Usman dilarang menangani sengketa pilpres oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK. Ini supaya tidak ada benturan kepentingan mengingat kemenakan Anwar adalah Gibran Rakabuming Raka.

Adapun kelompok pertama terdiri dari lima hakim yang menolak seluruh permohonan pemohon menggunakan pendekatan formal legalistik. Kelimanya adalah Suhartoyo, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, Daniel Yusmic P. Foekh, dan Arsul Sani.

"Tapi ada tiga hakim yang mengatakan bahwa harusnya bisa dilakukan pemilu ulang di beberapa tempat," ujar Ni'matul.

Ketiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih. Ketiganya memberikan dissenting opinion alias pendapat berbeda dalam perkara PHPU pilpres ini. Ini menjadi dissenting opinion pertama dalam sejarah sengketa pilpres di MK.

Pilihan Editor: Menang Telak di Aceh saat Pilpres 2024, Anies: Terima Kasih Orang-orang Pemberani

Berita terkait

Hari Ini Digelar Pilpres AS, Menengok Raihan Jajak Pendapat Kamala Harris dan Donald Trump

10 jam lalu

Hari Ini Digelar Pilpres AS, Menengok Raihan Jajak Pendapat Kamala Harris dan Donald Trump

Pilpres AS digelar pada Selasa, 5 November 2024 waktu setempat. Kamala Harris dan Trump masih bersaing ketat dalam jajak pendapat terakhir.

Baca Selengkapnya

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

3 hari lalu

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

Hakim MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh serta Serikat Pekerja ihwal uji materiil Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

3 hari lalu

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Serikat Pekerja dalam UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

3 hari lalu

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

Kemnaker menghormati putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

4 hari lalu

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, mulai dari ketentuan PKWT, PHK, hingga tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

4 hari lalu

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, seperti PKWT maksimal lima tahun dan perundingan wajib dilakukan sebelum PHK.

Baca Selengkapnya

H-4 Pilpres AS, Beda Gagasan Kebijakan Trump dan Harris Soal Lingkungan Hidup dan Kepemilikan Senjata Api?

4 hari lalu

H-4 Pilpres AS, Beda Gagasan Kebijakan Trump dan Harris Soal Lingkungan Hidup dan Kepemilikan Senjata Api?

Mendekati Pilpres AS pada pekan depan, gagasan calon presiden AS soal lingkungan hidup dan kepemilikan senjata api disorot. Apa beda Trump vs Harris?

Baca Selengkapnya

GSN Bakal Dideklarasikan Sabtu Besok, Pakar dan PDIP Beri Saran Ini ke Prabowo

4 hari lalu

GSN Bakal Dideklarasikan Sabtu Besok, Pakar dan PDIP Beri Saran Ini ke Prabowo

Sabtu besok, GSN kabarnya akan dideklarasikan. Deklarasi disebutkan pula akan dihadiri oleh 20 ribu undangan yang berasal dari seluruh Indonesia.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

4 hari lalu

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diujikan terkait UU Cipta Kerja itu.

Baca Selengkapnya

Soal Pendirian GSN, Aria Bima PDIP: Prabowo Sebaiknya Konsentrasi di Pemerintahan yang Baru

4 hari lalu

Soal Pendirian GSN, Aria Bima PDIP: Prabowo Sebaiknya Konsentrasi di Pemerintahan yang Baru

Politikus PDIP Aria Bima mengingatkan agar pendirian GSN tak menghambat tata kelola pemerintahan di masa transisi.

Baca Selengkapnya