Perludem Serukan Mahkamah Rakyat untuk Koreksi Pilpres 2024

Selasa, 16 April 2024 13:56 WIB

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini. Dok.TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan bahwa Pengadilan Rakyat atau Mahkamah Rakyat perlu dilakukan guna memperbaiki proses Pilpres 2024 dan memastikan kelangsungan demokrasi di masa depan. Mereka menyoroti studi kasus di Asia Tenggara, yakni Pengadilan Rakyat pernah terjadi untuk menghadapi kecurangan di Pemilu ke-13 Malaysia pada 2013.

Menurut Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perludem, masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa praktik pemilu tidak menjadi bagian dari demokrasi yang cacat.

Aturan ini sesuai dengan Konstitusi Pasal 22E ayat 1 yang menegaskan Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) setiap lima tahun. Pasal 22E ayat 5 juga menekankan pentingnya KPU sebagai pondasi dan lembaga nasional penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

“Yang harus kita pastikan bukan hanya Pemilu yang reguler, tetapi juga Pemilu yang autentik, Pemilu yang genuine, Pemilu yang luber jurdil tadi,” ujar Titi, dalam diskusi bertajuk "Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah?" yang digelar secara daring pada Senin, 15 April 2024.

Namun, menurut Titi, masalah timbul ketika terdapat perselisihan hasil pemilu, terutama terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi bagian dari permasalahan sengketa pilpres. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU/XXI/2023 memberikan peluang kepada Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, untuk maju dalam Pilpres 2024, menimbulkan keraguan akan keadilan proses tersebut.

Advertising
Advertising

Menurut dia, akan berbeda jika perselisihan hasil pemilu itu tidak berkaitan dengan problematika yang diakibatkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga masalah ini menjadi salah satu dilema terbesar keadilan Pemilu 2024.

“Karena institusi formal yang diberi tugas menyelesaikan masalah hukum Pemilu, itu adalah bagian dari masalah hukum itu sendiri, yaitu adanya putusan 90," imbuh Titi.

Titi menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam mengawasi Pemilu yang autentik bisa dilakukan melalui Mahkamah Rakyat sebagai alternatif, mengingat keraguan terhadap institusi formal seperti Mahkamah Konstitusi. Contoh praktik Mahkamah Rakyat telah ada di Malaysia, seperti Pengadilan Rakyat yang diinisiasi oleh BERSIH.

"Jadi, Pengadilan Rakyat atau People's Tribunal untuk memproses kecurangan Pemilu itu sudah pernah dipraktikkan di Malaysia yang diinisiasi oleh kawan-kawan BERSIH," ujar Titi.

Titi menegaskan bahwa rasa ketidakpercayaan terhadap institusi formal, terutama Mahkamah Konstitusi, masih ada di Indonesia. Oleh karena itu, ia mendorong terhadap usaha masyarakat sipil dalam membahas kemungkinan pendirian mahkamah rakyat untuk meningkatkan kualitas pemilu di masa mendatang.

Pilihan Editor: Serahkan Kesimpulan ke MK, Tim Hukum Ganjar-Mahfud Ungkap 5 Pelanggaran di Pilpres 2024

Berita terkait

13 Gugatan Sengketa Suara dengan Partai Garuda Tidak Diterima MK, PPP Gagal Penuhi Parliamentary Threshold

5 jam lalu

13 Gugatan Sengketa Suara dengan Partai Garuda Tidak Diterima MK, PPP Gagal Penuhi Parliamentary Threshold

PPP mengajukan gugatan sengketa suara yang salah perhitungan dengan Partai Garuda di banyak dapil. Tak bisa penuhi parliamentary threshold di DPR.

Baca Selengkapnya

Gugatan PPP Soal 5.611 Suara di Sumbar Berpindah ke Partai Garuda Tidak Diterima MK

6 jam lalu

Gugatan PPP Soal 5.611 Suara di Sumbar Berpindah ke Partai Garuda Tidak Diterima MK

PPP mengajukan gugatan soal 5.611 suara mereka di Sumatera Barat berpindah ke Partai Garuda. KPU menilai gugatan itu tidak jelas dan kabur.

Baca Selengkapnya

PPP Gugat Sengketa Pileg DPR di Lampung, MK Putuskan Tidak Diterima

9 jam lalu

PPP Gugat Sengketa Pileg DPR di Lampung, MK Putuskan Tidak Diterima

Majelis hakim konstitusi menilai ada ketidakjelasan dalam permohonan PPP.

Baca Selengkapnya

Beragam Penolakan terhadap Revisi Keempat UU MK

11 jam lalu

Beragam Penolakan terhadap Revisi Keempat UU MK

Revisi UU MK dinilai sebagai autocratic legalism, yaitu penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan kekuasaan.

Baca Selengkapnya

Partai Buruh dan Gelora Gugat UU Pilkada ke MK

14 jam lalu

Partai Buruh dan Gelora Gugat UU Pilkada ke MK

Partai Buruh bersama Partai Gelora mengajukan permohonan uji materiil Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada ke MK. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

MK Sebut Gugatan PKB di Sengketa Pileg DPR Dapil Aceh I Cacat Formil

17 jam lalu

MK Sebut Gugatan PKB di Sengketa Pileg DPR Dapil Aceh I Cacat Formil

Hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, menjelaskan MK mempertimbangkan eksepsi KPU karena PKB dalam permohonannya tidak melampirkan bukti.

Baca Selengkapnya

MK Bacakan Putusan Dismissal, Gugatan Sengketa Pileg Mulai Berguguran Hari Ini

18 jam lalu

MK Bacakan Putusan Dismissal, Gugatan Sengketa Pileg Mulai Berguguran Hari Ini

Bacaan putusan dismissal hingga siang ini, MK sudah menolak mengabulkan permohonan sengketa Pileg dari PDIP dan PPP.

Baca Selengkapnya

MK Putuskan Gugatan PPP di Jawa Tengah Tidak Dapat Diterima

18 jam lalu

MK Putuskan Gugatan PPP di Jawa Tengah Tidak Dapat Diterima

Hakim konstitusi Saldi Isra menuturkan pihaknya telah mencermati permohonan PPP dalam perkara ini. Namun, ada posita alias dalil yang kabur.

Baca Selengkapnya

Gerindra Minta Hitung Suara Ulang Pileg DPR di Jabar IX, MK: Tak Dapat Diterima

19 jam lalu

Gerindra Minta Hitung Suara Ulang Pileg DPR di Jabar IX, MK: Tak Dapat Diterima

Gerindra tidak mencantumkan perolehan suaranya versi termohon maupun pemohon.

Baca Selengkapnya

Berpotensi Disahkan DPR, CALS Buka Peluang Gugat Pengesahan Revisi UU MK

19 jam lalu

Berpotensi Disahkan DPR, CALS Buka Peluang Gugat Pengesahan Revisi UU MK

CALS menyatakan revisi UU MK tersebut sebagai autocratic legalism, yaitu penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan kekuasaan.

Baca Selengkapnya