Kala Hakim MK Arief Hidayat Tegur Heddy Lugito: Ada Mantan Murid Suruh Dosennya Pelajari Putusan DKPP
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Sabtu, 6 April 2024 14:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menegur Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) atau sengketa Pilpres, pada Jumat kemarin, 5 April 2024.
Arief menegur Heddy adalah muridnya dan seharusnya tidak meminta 'mohon dipelajari' kepada MK.
"Ini ada mantan murid suruh dosennya mempelajari. Salah satu murid di Undip, kemudian juga Pak Hasyim itu asisten saya. Jadi ini kok saya suruh mempelajari," ujar Arief dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK.
Teguran Arief ini bermula dari Heddy yang menolak menjawab pertanyaan Arief soal pelanggaran etik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Heddy sebelumnya menyampaikan bahwa DKPP telah mengirimkan dokumen putusan tentang pelanggaran etik tujuh pimpinan KPU kepada MK. Isi putusan tersebut menyatakan kesalahan tujuh pimpinan KPU dan memberikan sanksi peringatan keras.
“Sudah kami lampirkan putusan yang untuk perkara 135, 136, 137, dan 141 sudah diserahkan ke Yang Mulia. Mohon untuk dipelajari," ungkap Heddy.
Heddy meminta agar majelis hakim MK tidak mendalami perkara tersebut lebih lanjut. Dia menilai, terdapat batasan fungsi yang dilakukan DKPP, seperti yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“DKPP meskipun sebagai penyelenggara pemilu diberi tugas sebagai majelis etik, yang secara etik tidak dibenarkan membicarakan putusan-putusan DKPP di luar persidangan," ujar Heddy.
Menurut Heddy, putusan DKPP sudah sepenuhnya diserahkan kepada Majelis Hakim MK, dan telah diserahkan seluruhnya untuk dilakukan pengkajian. Perkataan Heddy inilah yang kemudian menuai teguran dari Arief.
Soal sanksi peringatan keras terus-menerus ke KPU
Arief juga sempat mencecar Heddy terkait penjatuhan sanksi peringatan keras secara terus-menerus ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Arief bertanya mengapa DKPP tidak pernah memberhentikan penyelenggara pemilu itu.
"Amarnya kemarin itu muncul di persidangan itu, amar yang pertama, memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan teguran keras ya?" tanya Arief.
Amar putusan yang dimaksud Arief adalah putusan DKPP soal pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Amar putusan DKPP itu menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan seluruh anggotanya melanggar etik karena menerima pencalonan Prabowo-Gibran.
Selanjutnya: Jawaban Heddy
<!--more-->
Menanggapi pertanyaan Arief, Heddy menjelaskan tidak semua pengaduan berujung amar putusan yang menjatuhi sanksi. Dari total 322 laporan yang masuk pada 2023, kata dia, beberapa kasus berujung merehabilitasi pihak yang teradu.
"Karena memang pengaduannya tidak terbukti. Jadi DKPP memang selama ini diharuskan merehabilitasi penyelenggara pemilu yang tidak terbukti," kata dia.
Ketua DKPP Heddy Lugito kemudian menyahuti, "Peringatan keras."
Arief lantas mengatakan sanksi peringatan keras terakhir itu seharusnya menjadi yang terakhir, sehingga tidak bisa dijatuhkan berkali-kali. Menurut catatan Tempo, Hasyim telah dijatuhi sanksi tiga kali pada 2022-2023.
"Jangan (peringatan) keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai. Itu agar bisa dijelaskan kepada kami," ujar Arief.
Menjawab pertanyaan Arief, Heddy mengatakan DKPP berfokus pada pelanggaran etik yang diadukan dalam memutuskan perkara.
"Jadi berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itulah kami lakukan hukuman, putusan atau sanksi sesuai dengan derajat yang diadukan dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan," ujar Heddy.
Dia memaparkan, tidak semua pengaduan yang diterima DKPP akan diberikan sanksi. Contohnya dari 322 pengaduan di tahun 2023, kata dia, banyak yang direhabilitasi karena tidak terbukti.
"Dan sejauh ini hampir semua putusan DKPP dilaksanakan, mulai dari putusan yang sifatnya peringatan, peringatan keras, bahkan pemberhentian," tutur Heddy.
Heddy menyebutkan DKPP pernah menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada penyelenggara pemilu, terutama di tingkat kabupaten/kota.
"Baik pemberhentian tetap maupun pemberhentian dari jabatan," kata dia.
Diketahui pada sidang sengketa hasil pilpres 2024 Jumat kemarin, DKPP menjadi salah satu saksi, selain 4 menteri dari kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi; Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Mensos Tri Rismaharini.
Dugaan politisasi bantuan sosial (bansos) menjadi poin kunci dalam gugatan perselisihan Pilpres yang diajukan oleh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md ke MK.
Gugatan tersebut diajukan oleh kubu Anies-Muhaimin dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, dan kubu Ganjar-Mahfud dengan nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
AMELIA RAHIMA SARI | ADINDA JASMINE PRASETYO
Pilihan editor: DKPP Beberkan Alasan Beri Sanksi Peringatan Keras Terus-menerus ke KPU