JPPI: Pemerintah dan DPR Tak Menjawab Materi Gugatan UU Sisdiknas soal Pendidikan Dasar Gratis

Rabu, 20 Maret 2024 11:07 WIB

Koalisi masyarakat sipil terdiri dari IFSR, Maksi, dan FOS saat berunjuk rasa di depan Gedung MK mengiringi pengajuan permohonan uji materi UU Sisdiknas, pada Senin, 12 Februari 2024. (ISTIMEWA)

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai pemerintah dan DPR belum menjawab substansi permohonan uji materi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. Sidang pleno Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 telah berlangsung pada Selasa, 19 Maret 2024.

Gugatan yang dimohon oleh JPPI bersama sejumlah orang tua korban PPDB dengan IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) sebagai kuasa hukum, memuat tentang sekolah bebas biaya. JPPI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjamin biaya anak sekolah secara gratis, baik sekolah negeri dan swasta.

Sebab, dalam pasal tersebut menyatakan dengan tegas bahwa, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.

Makna tanpa memungut biaya dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas ini menyatakan bahwa setiap warga negara, berhak mendapat pendidikan dasar tanpa harus membayar biaya pendidikan, termasuk biaya gedung, SPP, buku, seragam, dan biaya lainnya yang berkaitan dengan pendidikan.

Pada kenyataannya, sekolah dasar yang bebas biaya ini, hanya diterapkan di sekolah-sekolah negeri saja. Akibatnya, setiap musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), selalu ricuh karena daya tampung sekolah negeri yang terbatas dan tak sebanding dengan jumlah anak usia sekolah yang ingin mendaftar. Oleh karena itu, anak yang tidak lulus seleksi PPDB di negeri merasa terdiskriminasi.

Advertising
Advertising

Agenda Sidang Perkara Uji Materi Soal Pendidikan Dasar Gratis

Agenda sidang pada Selasa, 19 Maret 2024 adalah mendengarkan Keterangan Presiden dan Keterangan Ahli dan Keterangan Saksi dari Pemohon. Pada sidang kali ini, pemohon menghadirkan dua orang saksi. Mereka adalah warga negara Indonesia yang merasa terdiskriminasi akibat anaknya tidak bisa masuk sekolah negeri dan terpaksa harus menempuh pendidikan dasar di sekolah swasta.

Bersekolah di lembaga pendidikan swasta, bagi mereka, sangat berat, karena biayanya mahal dan banyaknya jenis pungutan yang mesti dilunasi. Keterangan Saksi disampaikan oleh Jumono dan Mirna.

Jumono merupakan orang tua peserta didik yang bersekolah di SMP swasta di Jakarta. Dia merasa terdiskriminasi karena anaknya tidak bisa masuk SMP negeri karena mekanisme seleksi yang menyebabkan ada yang lulus dan ada yang gugur.

“Hak untuk mendapatkan sekolah yang bebas biaya itu harusnya dipenuhi oleh pemerintah, bukan malah diseleksi. Pemenuhan hak kok diseleksi, aneh. Saya merasa terdiskriminasi,” ujar Jumono di sela-sela sidang dikutip dari siaran pers yang diterima Tempo pada Selasa, 19 Maret 2024.

Sementara Mirna, orang tua peserta didik yang kini anaknya bersekolah di lembaga pendidikan swasta jenjang sekolah dasar di Kabupaten Bogor. Kini, ia harus menghadapi tagihan yang bertubi-tubi dari pihak sekolah karena adanya tunggakan kewajiban bayar yang ia harus tunaikan, tapi masih belum mampu dipenuhi.

“Saat ini saya masih punya hutang ke sekolah sebesar 1,5 juta. Saya belum mampu bayar karena saya tidak punya uang dan masih banyak tanggungan lainnya. Ada juga teman-teman anak saya yang memilih untuk putus sekolah karena tak mampu bayar,” kata Mirna usai bersaksi di persidangan.

Sementara itu, Keterangan Ahli disampaikan oleh Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi. Ahli dalam keterangannya menjelaskan, selama ini pemerintah lari dari tanggung jawab dan bersembunyi dibalik alasan ketercukupan anggaran. Menurut Badiul, bila pemerintah menjadikan pendidikan dasar ini sebagai prioritas, maka sangat mungkin untuk bisa mewujudkan pendidikan dasar yang bebas biaya itu.

“Kita punya anggaran yang sangat besar untuk sektor pendidikan, jadi sangat cukup untuk bisa membiayai seluruh peserta didik di jenjang sekolah dasar, baik di negeri maupun swasta,” kata Badiul.

Selain mendengarkan keterangan ahli dan saksi, sidang mendengarkan keterangan presiden yang diwakili oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril. Dalam persidangan sebelumnya, sidang telah mendengarkan keterangan DPR RI yang diwakili oleh Taufiq Basari.

JPPI: Keterangan Pemerintah dan DPR Tak Menjawab Materi Gugatan

JPPI menilai, baik keterangan dari Pemerintah dan juga DPR, belum menjawab materi gugatan. Iwan Syahril, menurut dia, banyak menjelaskan tentang pembiayaan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, baik kepada sekolah negeri maupun sekolah swasta. Sayangnya, skema ini ternyata belum mampu membebaskan biaya untuk seluruh anak yang bersekolah di jenjang sekolah dasar.

Di sekolah negari masih banyak ditemukan pungli. Apalagi di sekolah swasta, pungutan dan komersialisasi malah disahkan.

Begitu pula dengan keterangan DPR, tidak menjawab dengan tegas dan malah memasrahkan kepada hakim MK untuk mengambil keputusan soal perkara ini. Padahal yang diminta penggugat adalah soal tafsir sekolah bebas biaya yang hari ini masih diskriminatif.

Pertanyaan gugatan ini adalah mengapa pendidikan bebas biaya ini hanya untuk sekolah negeri saja? Karena itu, Pasal 34 Ayat (2) sepanjang frasa “..wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” telah menimbulkan diskriminasi terhadap anak.

Jadi, JPPI menilai tafsir pemerintah atas pasal Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas jelas bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan: “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

Sidang berikutnya masih mengagendakan keterangan ahli dan saksi dari pemohon. Kemungkinan, sidang akan berlangsung pada Juli mengingat akan adanya sidang perselisihan hasil Pemilu dalam waktu dekat.

Pilihan Editor: Alasan JPPI Gugat UU Sisdiknas soal Kewajiban Negara Beri Pendidikan Dasar Gratis

Berita terkait

Papua Tengah Jadi Provinsi dengan Jumlah Perkara Sengketa Pileg Terbanyak

10 jam lalu

Papua Tengah Jadi Provinsi dengan Jumlah Perkara Sengketa Pileg Terbanyak

MK mengungkapkan Papua Tengah menjadi provinsi dengan permohonan sengketa pileg 2024 terbanyak dengan 26 perkara.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

13 jam lalu

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

Perludem menanggapi soal hakim MK Arief Hidayat yang mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap menjelang pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

17 jam lalu

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

Hakim MK Arief Hidayat mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap di pilkada 2024. Arief mencontohkan Sirekap juga sempat menjadi polemik dalam sengketa pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

1 hari lalu

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

MK akan memberi tahu kelengkapan tambahan yang dibutuhkan dari pemohon jika perkara mereka lanjut ke pembuktian berikutnya setelah dismissal.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tanya Ketua KPU di Sidang Sengketa Pileg: Bapak Tidur Ya?

1 hari lalu

Hakim MK Tanya Ketua KPU di Sidang Sengketa Pileg: Bapak Tidur Ya?

Ketua MK Suhartoyo meminta keterangan Hasyim soal konversi sisa suara yang tidak menjadi kursi parlemen dalam Pileg 2024.

Baca Selengkapnya

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

2 hari lalu

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

Saldi meminta kepada komisioner KPU, Mochammad Afifuddin, untuk menandai kantor masing-masing kuasa hukum karena seringnya mengajukan renvoi.

Baca Selengkapnya

Sengketa Pileg, KPU Tegaskan Tak Ada Pengalihan Suara Demokrat ke PKB di Dapil Jateng 5

2 hari lalu

Sengketa Pileg, KPU Tegaskan Tak Ada Pengalihan Suara Demokrat ke PKB di Dapil Jateng 5

Kuasa hukum KPU mengatakan, berdasarkan analisis hasil pemilihan, tidak ada penambahan suara sebagaimana yang dituduhkan Pemohon.

Baca Selengkapnya

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

2 hari lalu

Konfirmasi Pemecatan 13 PPD di Papua Tengah, KPU: Kinerja Mereka Parah

Idham menjelaskan bahwa KPU Papua Tengah sudah pernah diminta klarifikasi mengenai keterlambatan rekapitulasi suara di Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kemendikbud Sebut Tanggung Jawab Masalah KIP Kuliah Ada di Kampus, Pengamat: Jangan Cuci Tangan

2 hari lalu

Kemendikbud Sebut Tanggung Jawab Masalah KIP Kuliah Ada di Kampus, Pengamat: Jangan Cuci Tangan

KIP Kuliah merupakan program untuk peningkatan akses masyarakat bisa kuliah.

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg 2024 di MK Dilanjut, Hari Ini Periksa 63 Perkara

2 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg 2024 di MK Dilanjut, Hari Ini Periksa 63 Perkara

MK kembali menggelar sidang sengketa PHPU hasil Pileg 2024. Agenda hari ini akan memeriksa 63 perkara dengan sistem tiga panel dengan masing-masing tiga hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya