TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas akan melapor kepada Presiden Prabowo Subianto tentang hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-Undang atau UU Cipta Kerja. Lewat putusan tersebut, MK meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja dan DPR membentuk UU Ketenagakerjaan baru.
"Kami sudah bahas dengan Menko Perkonomian (Airlangga Hartarto). Kalau gak salah nanti jam setengah lima kami lapor ke Pak Presiden, terkait dengan langkah-langkah yang harus diambil," kata Supratman di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Dia menjelaskan, tak ada kekosongan hukum terkait dengan putusan MK tersebut. Pasalnya, menurut dia di dalam putusan itu sudah jelas bahwa ada rentang waktu dua tahun untuk mengeluarkan klaster ketenagakerjaan menjadi undang-undang sendiri, yakni UU Ketenagakerjaan.
"Harusnya tidak ada masalah, waktu bagi pembuat undang-undang itu masih sangat cukup ya. Tapi pasti kami akan melakukan upaya secepatnya," kata Supratman.
Dia melanjutkan, hal yang paling mendesak saat ini adalah penetapan Upah Minimum Provinsi atau UMP. "Karena itu harus ditetapkan, dan nanti pak Menko Perekonomian yang akan lebih menjelaskan soal itu, karena beliau mengkoordinasikan soal itu."
Dia memastikan pemerintah akan mematuhi amanat putusan MK tersebut. Segala tindak lanjut ke depan, kata dia, akan dilakukan sesuai dengan putusan MK.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Di dalam putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut, MK meminta agar undang-undang ketenagakerjaan yang baru segera disusun dan dipisahkan dari UU Cipta Kerja.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, MK menilai ada kemungkinan tumpang tindih antara Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja. "Terutama terkait dengan norma dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah, sulit dipahami secara awam. Termasuk sulit dipahami oleh pekerja atau buruh," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Oktober 2024.
Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan, kata Enny, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok. Pada akhirnya, akan terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.
“Dengan undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi UU Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan,” ujar Enny.
Pilihan Editor: Yasonna Laoly Minta Pemerintah Tak Lagi Titipkan UU Kejar Tayang ke DPR