Presiden Jokowi: Rahajeng Rahina Nyepi 2024, Warsa Anyar Caka 1946
Reporter
Antara
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Senin, 11 Maret 2024 16:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengucapkan Selamat Hari Nyepi 2024 kepada umat Hindu yang melaksanakan ritual Catur Brata Penyepian.
"Rahajeng Rahina Nyepi 2024. Warsa Anyar Caka 1946," kata Presiden Jokowi dilansir melalui akun Reels Instagram @jokowi di Jakarta, Senin, 11 Maret 2024.
Akun tersebut juga menyertakan narasi harapan agar umat Hindu di mana pun berada diberikan kelancaran dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Postingan yang disukai oleh 37 ribu lebih pengikut pada Senin siang itu juga menyematkan foto berbentuk bangunan pura berikut rumah adat Bali di tengah hamparan sawah dan perbukitan disertai alunan gamelan Bali.
Sedikitnya 587 warganet juga memberi komentar atas ucapan selamat Nyepi dari Jokowi yang bertepatan dengan pelaksanaan hari pertama ibadah puasa Ramadhan 1445H/2024M oleh sejumlah kalangan Muslim.
Sementara Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan Hari Raya Nyepi menjadi sebuah refleksi yang indah bagi semua manusia.
“Hari Raya Nyepi yang dijalankan umat Hindu sejatinya menjadi refleksi yang indah bagi kita semua,” kata Wapres dalam unggahan di akun media sosial Instagram @kyai_marufamin yang dipantau di Jakarta, Senin, 11 Maret 2024.
Wapres Ma'ruf melalui unggahan di akun medsosnya itu juga mengucapkan selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946 kepada umat Hindu di seluruh Indonesia.
Dilansir dari Surat Edaran Parisada Hindu Dharma Indonesia tentang pelaksanaan Hari Raya Nyepi, Catur Brata Penyepian merupakan ritual tahunan yang memiliki spirit kultural yang berisi sejumlah pantangan.
Ritual ini harus dilakukan tanpa ada bunyi pengeras suara dan tidak menyalakan lampu pada waktu malam hari.
Namun, ritual ini dikecualikan bagi yang sakit atau membutuhkan layanan untuk keselamatan dan hal-hal lain dengan alasan kemanusiaan.
Pilihan Editor: Bantahan Kapuspen TNI Soal KSAD Maruli yang Dinilai Menormalisasi Kekerasan Buntut Kasus Jayawijaya