Janji Revisi UU KPK jika Menang Pilpres, Mahfud Md: Pimpinan Lembaga Tak Boleh Dipanggil Presiden
Reporter
Adil Al Hasan
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 8 Februari 2024 09:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Mahfud Md berjanji akan merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK jika dirinya bersama Ganjar Pranowo menang di Pilpres 2024. Mahfud menyebut kinerja lembaga antisuap itu memburuk setelah UU KPK direvisi.
Bekas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu menyebut dirinya sebagai profesor di bidang hukum akan memperjuangkan KPK menjadi lembaga independen seperti semula. Dia berpendapat sebagai lembaga independen, KPK tidak boleh ikut rapat kabinet dan dipanggil presiden.
Selain kinerja lemah, Mahfud menyebut proses seleksi anggota KPK pun dilakukan secara kolektif. “Kalau Tuhan dan atas dukungan rakyat, membawa saya dan Pak Ganjar jadi presiden dan wapres, UU KPK akan kita revisi kembali. Kembali ke awal, bahwa itu lembaga independen, tidak boleh dibiarkan (pelemahan), KPK (itu) independen,” kata Mahfud di Jakarta pada Rabu, 7 Januari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Dalam keterangan tertulis itu disebutkan bahwa Mahfud berada dalam barisan yang mengusulkan pembatalan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Mahfud berpendapat bahwa revisi UU KPK membuat Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara terkorup. Bahkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 turun empat poin menjadi 34 dari skor 0-100 berdasarkan survei Transparansi Internasional.
Mahfud menilai hal itu terjadi sejak KPK mengalami pelemahan melalui revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Dampak pelemahan itu berupa catatan buruk terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
Mahfud Klaim Tak Pernah Korupsi
Calon wakil presiden Mahfud Md mengatakan dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi. Dia menyebut hukum itu memiliki makna tidak sekadar pada pasal dan ayat konstitusi, tapi ada hukum modal yang ia yakini.
“Yang ditakuti dari korupsi itu kan hukuman. Bagi saya hukuman itu bukan hanya hukum tapi ada juga hukuman moral,” ujarnya di Pos Bloc, Jakarta, Rabu malam, 7 Februari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Menurut Mahfud setiap individu memiliki kesadaran saat berbuat kesalahan. Dia menyebut meski masyarakat tidak mengetahui kejahatan yang pernah dilakukan, tetapi individu pasti memiliki perasaan bersalah.
“Setiap orang punya hukum otonom. Walaupun orang lain tidak mengetahui kita bersalah tapi saya yakin setiap orang menyadari kesalahannya, inilah yang kemudian dibilang ‘rasa bersalah’ kan banyak yang kayak gitu,” tuturnya.
Dalam pemaparannya, Mahfud menyinggung ketika menjadi Hakim Konstitusi ada orang yang ingin menyuap dirinya. Namun, Mahfud menolak permintaan itu karena takut berbuat salah. “Rasa berdosa dan takut mau buat salah. Itu sebabnya saya, waktu jadi Hakim MK (Mahkamah Konstitusi) orang mau bayar saya Rp2 miliar-Rp3 miliar, saya tidak tergoda karena saya takut terhadap hukuman otonom pribadi,” kata Mahfud.
Pilihan Editor: Ganjar Sebut Ada Jenderal Mencla-mencle, Apa Bedanya dengan Plinplan dan Isuk Tempe Sore Dele