Tiga Draf Peraturan KPU Dinilai Berpotensi Melanggar Hukum

Reporter

Ikhsan Reliubun

Editor

Amirullah

Senin, 15 Januari 2024 19:28 WIB

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Hasyim Asy'ari (kanan) dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Betty Epsilon Idroos saat hadir sebagai pihak teradu pada sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan teradu ketua dan anggota KPU RI di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin, 15 Januari 2024. Persidangan yang beragendakan pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan pihak pengadu dan teradu ini terkait dugaan pelanggaran kode etik anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU dinilai belum sepenuhnya menjalankan prinsip keterbukaan dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum 2024. Pemilu demokratis sudah semestinya menerapkan prinsip keterbukaan.

"Karena itu, keterlibatan publik dalam memantau prosesnya harus dibuka lebar. Namun nampaknya kali ini KPU selaku penyelenggara pemilu mulai melupakan ruh keterbukaan tersebut," kata Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Januari 2024.

Prinsip keterbukaan yang mandek itu, kata Syarif, terlihat dalam dalam uji publik Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum, RPKPU Penetapan Pasangan Calon Terpilih, dan RPKPU Tahapan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024. Uji publik itu berlangsung 11 Januari 2024.

Pertama, dalam RPKPU tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum, peran saksi dari nonpartai tak diakui secara tegas kedudukannya dalam proses rekapitulasi berjenjang dari kecamatan, kabupaten-kota, hingga provinsi. "Sebabnya, mereka tak diberikan otoritas yang sah," ujar dia.

Menurut Syarif, hal tersebut sama dengan mengurangi peran check and balances dari elemen masyarakat sipil dalam proses rekapitulasi karena hanya saksi dari partai yang diakui. “Semestinya saksi dari nonpartai diberikan otoritas yang sama seperti saksi dari partai. Sehingga mekanisme check and balances bisa berjalan optimal,” ucap dia.

Advertising
Advertising

Selain itu, KPU menggunakan formulir C1 yang diunggah ke situs Sistem Informasi Rekapitulasi Suara atau Sirekap sebagai pembanding proses rekapitulasi manual berjenjang. Namun KPU belum menjelaskan mekanisme menjamin formulir C1 yang belum terunggah ke Sirekap karena ketiadaan internet tidak disalahgunakan.

Dia mengatakan, hal itu berpotensi menjadi celah terjadinya kecurangan. Ditambah pula, RPKPU ini belum menyertakan hak publik secara spesifik untuk mengakses Sirekap guna memantau formulir C1 yang telah diunggah. “Ini menjadi penting untuk diperbaiki karena keterlibatan publik dalam proses rekapitulasi suara sangat penting untuk meminimalisasi kecurangan,” ucap Syarif.

Kedua, dalam RPKPU tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, tak diatur sanksi bagi pasangan capres-cawapres yang tak menyertakan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Namun di sisi lain, partai politik yang tidak menyerahkan LPPDK dikenakan sanksi dengan tak dihitung perolehan suara mereka di pemilu legislatif.

Akibatnya, suara calon anggota legislatif dari partai tersebut dianggap hangus dan partai tersebut tak mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD Provinsi serta Kabupaten-Kota. “Pertanyannya, mengapa kandidat calon presiden dan wakil presiden tidak dikenakan sanksi bila tak menyerahkan LPPDK. Padahal keterbukaan dana kampanye penting sebagai filter awal menghindari terjadinya politik uang,” tutur Syarif.

Ketiga, menurut Syarif, di RPKPU tentang Tahapan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024, KPU diperbolehkan mengubah PKPU hingga 18 November 2024. Padahal hari pemungutan suara dilangsungkan pada 27 November, yakni hanya berjeda 9 hari.

Syarif menilai, hal itu dapat mengakibatkan ketidakpastian bagi partai politik, kandidat kepala daerah, dan pemilih. Selain itu, ketiga rancangan PKPU ini disusun dan diujikan ke publik secara terburu-buru.

Dia menjelaskan, KPU baru membagikan dokumen rancangan PKPU setebal 80 halaman, dua hari sebelum dibahas bersama dengan partai dan elemen masyarakat sipil. Yang lebih mengkhawatirkan, ketiga rancangan PKPU ini disusun setelah melewati batas waktu pembuatan regulasi Pemilu 2024.

Sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. Beleid tersebut menetapkan waktu terakhir pembuatan PKPU adalah Kamis, 14 Desember 2023. Karena itu, rancangan peraturan dan konsultasi ketiga PKPU ini bisa dinyatakan tidak sah dan bermasalah secara hukum.

“Untuk itu, sebaiknya KPU tak melanjutkan penyusunan ketiga rancangan PKPU tersebut lantaran berpotensi melanggar ketentuan hukum yang telah mereka tetapkan,” ucap Syarif.

Pilihan Editor: Bawaslu dan Kejaksaan Tinggi Sumut Telusuri Video Dugaan Pejabat Batubara Dukung Prabowo-Gibran

Berita terkait

Respons Maruarar Sirait soal Tawaran Kursi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

55 menit lalu

Respons Maruarar Sirait soal Tawaran Kursi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Maruarar Sirait menyatakan mendukung Jokowi dan Prabowo bukan karena menteri, tapi percaya mereka orang yang baik dan benar.

Baca Selengkapnya

Bamsoet dan Maruarar Gagas Rekonsiliasi Nasional, Akan Pertemukan Anies, Prabowo dan Ganjar

1 jam lalu

Bamsoet dan Maruarar Gagas Rekonsiliasi Nasional, Akan Pertemukan Anies, Prabowo dan Ganjar

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyebut akan membuat acara rekonsiliasi nasional untuk mempertemukan para calon presiden pada pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

TKD Prabowo-Gibran Aceh Syukuran Kemenangan: Tidak Terlalu KO Kita

4 jam lalu

TKD Prabowo-Gibran Aceh Syukuran Kemenangan: Tidak Terlalu KO Kita

Pasangan Prabowo-Gibran mendapatkan 27 persen suara di Aceh, pada Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Nasdem dan Gerindra Berkoalisi Usung Petahana Aep Syaepuloh di Pilkada Karawang

4 jam lalu

Nasdem dan Gerindra Berkoalisi Usung Petahana Aep Syaepuloh di Pilkada Karawang

Bakal calon bupati pendamping Aep Syaepuloh di Pilkada Karawang akan ditentukan oleh Gerindra.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Disebut Dukung Ide Koalisi Gagasan untuk Bangun Bangsa

22 jam lalu

Anies Baswedan Disebut Dukung Ide Koalisi Gagasan untuk Bangun Bangsa

Co-Founder Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto Samirin, menyebut Anies Baswedan menyetujui ide soal koalisi gagasan.

Baca Selengkapnya

Puluhan Turis Australia Terkatung-katung di Kaledonia Baru

1 hari lalu

Puluhan Turis Australia Terkatung-katung di Kaledonia Baru

Sekitar 30 turis Australia terkatung-katung di Kaledonia Baru menunggu kesempatan untuk bisa keluar dari negara itu dengan aman usai pecah kerusuhan

Baca Selengkapnya

5 Faktor yang Bikin Politik Uang Terus Eksis di Indonesia

1 hari lalu

5 Faktor yang Bikin Politik Uang Terus Eksis di Indonesia

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua usulkan politik uang atau money politics dilegalkan. Apa sebab politik uang eksis di Indonesia?

Baca Selengkapnya

Hugua Kader PDIP Usulkan Politik Uang Dilegalkan, Cermati Bentuk Money Politics dalam Pemilu

2 hari lalu

Hugua Kader PDIP Usulkan Politik Uang Dilegalkan, Cermati Bentuk Money Politics dalam Pemilu

Politik uang jadi sorotan setelah diusulkan Hugua, anggota Komisi II DPR yang juga kader PDIP agar dilegalkan. Seperti apa bentuk money politics?

Baca Selengkapnya

Kader PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan, Ini Aturan Larangan Money Politics dan Sanksi Bagi Pelanggarnya

2 hari lalu

Kader PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan, Ini Aturan Larangan Money Politics dan Sanksi Bagi Pelanggarnya

Anggota Komisi II DPR yang juga Kader PDIP, Hugua usulkan politik uang dalam Pemilu dilegalkan. Bagaimana regulasi money politics dan sanksinya?

Baca Selengkapnya

Soal Gaya Hidup Pejabat KPU yang Disindir DPR, Feri Amsari: Kita Jadi Mengerti Kenapa Kecurangan Pemilu Dibiarkan

2 hari lalu

Soal Gaya Hidup Pejabat KPU yang Disindir DPR, Feri Amsari: Kita Jadi Mengerti Kenapa Kecurangan Pemilu Dibiarkan

Pakar hukum tata negara Feri Amsari merespons gaya hidup pejabat KPU yang sempat disindir DPR, yakni menyewa private jet hingga bermain wanita.

Baca Selengkapnya