Budiman Sudjatmiko Ungkap Alasan Dukung Prabowo-Gibran: PDIP Gagal Manfaatkan Pergeseran Geopolitik
Reporter
Adil Al Hasan
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 5 Januari 2024 06:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Budiman Sudjatmiko mengaku butuh waktu lama untuk menunggu PDIP untuk menjawab tantangan global yang sedang dihadapi Indonesia sebelum memutuskan mendukung Prabowo-Gibran. Menurut Budiman, dirinya menunggu sejak pandemi covid-19, perang Rusia-Ukraina, dan Revolusi Teknologi untuk menentukan dukungan kepada calon presiden dalam Pilpres 2024.
“Partai yang saya ikuti 19 tahun, yang kampanyenya sudah saya ikuti sejak kelas 6 SD, PDIP, saya berharap tadinya partai saya akan menjawab pergeseran geopolitik, pergeseran geostrategi, pergeseran geoekonomi, toh ini juga akan melanjutkan, ternyata gagal mengambil kesempatan sejarah,” kata Budiman Sudjatmiko dalam diskusi Spirit Perjuangan Pilpres Sekali Putaran di Sekber Relawan Prabowo-Gibran, Palmerah, Jakarta Barat, pada Kamis, 4 Januari 2024.
Menurut Budiman, pihaknya bisa mentoleransi kalau Indonesia melambat, tetapi tidak jika berhenti. “Tapi saya tidak bisa tolerir ketika dalam perjalanan berhenti. ini akan kehilangan momentum,” kata Budiman.
Budiman Sudjatmiko pernah memantik perhatian karena dirinya mendukung calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto pada Agustus 2023. Beberapa hari kemudian, PDIP memecat pria 53 tahun itu. Partai banteng moncong putih itu menilai Budiman membelot karena tak mendukung Ganjar Pranowo yang diusung partai itu.
Budiman yang juga salah satu aktivis 1998 itu bercerita pernah berdiskusi degan koleganya di Partai Rakyat Demokratik atau PRD Raharjo Waluyo Jati pada tiga tahun lalu soal agenda reformasi yang dia usung. Menurut Budiman, setiap ada pemilihan umum atau Pemilu agenda reformasi yang dia perjuangan bersama koleganya selalu dibahas. Namun, pihaknya merasa kurang dilibatkan.
“Kita berdarah, kita diculik, karena kita punya cita-cita masa depan. Nah sekarang ketika setelah demokrasi setiap lima tahun bangsa ini lagi ngomongin masa depan. Padahal kita yang sudah mikirkan masa depan sebelum orang itu mikir masa depan, tidak pernah diajak ngomongin masa depan. Kisah kita saja tentang masa lalu yang selalu menjadi omongan. ayo, Bung, suatu saat kamu ngomong,” kata Budiman menirukan pesan Raharjo.
Selanjutnya: Bantah Dukung Prabowo karena Terlilit Utang...
<!--more-->
Budiman membantah isu soal gabungnya dirinya ke kubu Prabowo-Gibran karena sedang terlilit utang. Menurut Budiman, kalau motivasinya beralih dukungan karena uang, dia mengaku pernah ditawari uang dari kubu Ganjar-Mahfud.
“Mas tak kasih miliaran kamu balik lagi ke Ganjar,” kata Budiman kepada Tempo saat ditemui di Kawasan Palmerah, Kamis, 4 Januari 2023, menirukan orang itu sembari menambahkan, “Kalau motifnya uang, saya makan. Saya tolak.”
Hingga berita ini diunggah, Tempo masih berupaya meminta respons PDIP atas pernyataan Budiman tersebut.
Tak hanya itu, Budiman yang sekarang menjadi Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengklaim usai dirinya mendatangi kediaman Prabowo Subianto di Kertanegara pada 18 Juli 2023, Budiman juga ditawari tempat untuk dirinya maju sebagai calon legislatif atau caleg.
“Dicarikan tempat dapil (daerah pemilihan) dan biaya kemenangan. Saya tidak tertarik nyaleg, saya tidak tertarik uang,” kata Budiman.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Majalah Tempo untuk edisi 1-7 Januari 2024. Budiman meminta jangan dikait-kaitkan dirinya mendukung Prabowo-Gibran karena uang. “Jangan Anda menembak Budiman dengan masalah uang. Tindakan politik saya tidak pernah dimotivasi uang. Saya dua kali menjadi anggota DPR, apakah punya rumah pribadi? tidak. Mungkin lebih kaya Anda,” kata Budiman seperti dikutip Majalah Tempo.
Sebelumnya, dalam laporan harta kekayaan Budiman ke KPK pada 2018 mencantumkan kekayaannya mencapai Rp 1,79 miliar. Di antaranya tanah dan bangunan seluas 187/250 meter persegi di Jakarta Timur.
Sementara itu, Budiman menyebut alasan memilih Prabowo untuk dia dukung dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024 adalah ada agenda lain yang lebih mendesak untuk diselesaikan. Menurut Budiman Indonesia butuh agenda hilirasi dan agenda Indonesia menjadi negara industri.
“Hal itu nggak bisa ditawar-tawar. Kalau saya pragmatis bisa saja ke partai besar. Saya sudah banyak berdiskusi dengan Ibu Megawati Soekarnoputri dan dikasih panggung,” kata Budiman.
Selain itu, Budiman menyebut sikap politiknya itu bukan pragmatis, tapi ideologis dan strategis. Budiaman menyebut dirinya dan teman-teman seperjuangannya tidak berjuang untuk menjadikan Indonesia negara liberal.
“Jadi setelah 25 tahun melewati demokrasi, agenda bangsa harus mengubah prioritas. agenda keadilan dan kemajuan harus ditempatkan di depan. Toh, tidak mengorbankan kebebasan. Kecuali kalau memang ada yang mau kembali ke otoritarianisme, itu kami tolak,” kata dia.
Pilihan Editor: Budiman Sudjatmiko Klaim Pilpres 2024 Satu Putaran Jadi Keharusan