Ketua KPU Hasyim Asy'ari (kanan), Anggota KPU Mochamad Afifuddin (tengah), dan Idham Holik (kiri) saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 31 Oktober 2023. Rapat tersebut membahas penyesuaian Peraturan KPU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXV/2023 terkait batas usia capres dan cawapres yang diubah menjadi berusia minimal 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik, mengatakan leembaganya telah merima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, dia menyatakan tidak ada mengenai dugaan penyalahgunaan aliran dana Bank Perkreditan Rakyat (BPR) salah satu daerah di Jawa Tengah ke simpatisan partai, dan diduga mengucur ke Koperasi Garudayaksa Nusantara.
"KPU tidak menerima data rincian transaksi keuangan apa pun selain surat tersebut," kata Idham, melalui aplikasi perpesanan pada Sabtu, 16 Desember 2023. "Data rinciannya tidak ada."
Idham menjelaskan, dalam surat PPATK ke KPU tersebut hanya menjelaskan ada transaksi keuangan masuk dan keluar di rekening bendahara partai politik pada periode April-Oktober 2023. Jumlah transaksi itu mencapai ratusan miliar rupiah. "PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia," ujar Idham.
Soal transaksi uang ratusan miliar tersebut, Idham mengatakan PPATK tidak merinci sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. Data itu hanya diberikan dalam bentuk data global yang tidak merincikan pengirim atau penerima uang tersebut. "Hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan," ujar dia.
Selain itu, PPATK juga melakukan pemantauan atas ratusan ribu safe deposit box (SDB) bank di BUSN Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) ataupun bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada periode Januari 2022-30 September 2023. Menurut PPATK, kata Idham, penggunaan uang tunai diambil dari SDB tentu akan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai ketentuan apabila KPU tidak melakukan pelarangan.
Dia menjelaskan, bahwa data SDB sama seperti data transaksi keuangan parpol yang bersifat global. "Tidak ada rincian sama sekali dari data SDB tersebut," ujar dia. Dengan begitu, Idham mengatakan KPU, tidak dapat menjelaskan lebih detail soal transaksi yang diduga melibatkan bendahara partai politik tersebut.
Dia menyatakan KPU akan terus bersosialisasi tentang regulasi kampanye dan dana kampanye. "Pelanggaran aturan kampanye dan dana kampanye akan terkena sanksi pidana pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu," ujar dia.
Menurut dia, dalam rapat koordinasi nanti bersama parpol atau peserta pemilu, KPU akan mengingatkan kembali tentang batas maksimal sumbangan dana kampanye, juga larangan menerima sumbangan dana kampanye yang sumber uangnya dilarang sesuai peraturan perudang-undangan. "Karena jika hal tersebut dilanggar oleh peserta pemilu, sudah pasti akan terkena sanksi pidana pemilu," ujar dia.