TEMPO Interaktif, Jakarta: Di lapangan, krisis sengketa perbatasan perairan Ambalat menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Malaysia, warga setempat mengaku akan segera memulai latihan menembak bersama personel Marinir Angkatan Laut. "Kami selalu waspada akan terjadinya perang," kata Ketua Pengurus Alkhairaat di Sebatik, Suniman Latasi, melalui telepon.
Adapun para nelayan dan perusahaan pembenihan udang di Kota Tarakan, mengaku merugi akibat ketegangan di Ambalat. Mereka tak mendapat pasokan induk udang windu karena para nelayan dilarang dan diusir dari perairan Ambalat oleh tentara kedua negara. "Disuruh pulang sama tentara," kata Upuk, salah satu nelayan di Tarakan.
Ketegangan yang meningkat di Ambalat dan melibatkan kekuatan militer kedua negara membuat Komisi Pertahanan DPR RI merasa perlu mengirim delegasi ke Malaysia. Tim yang terdiri atas lima orang itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi Pertahanan Yusron Ihza Mahendra.
Mereka dijadwalkan terbang ke Kuala Lumpur pekan ini untuk menemui Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Menteri Luar Negeri, serta Menteri Pertahanan Malaysia. "Kami akan meminta penjelasan kenapa mereka bermanuver di perairan Ambalat," kata Yusron.
Dalam catatan Komisi Pertahanan, katanya, sepanjang 2009 ini pihak Malaysia telah 11 kali melanggar perbatasan. Pada 2008, Malaysia bahkan lebih dari 26 kali masuk wilayah Ambalat tanpa izin.
Manuver Malaysia ini dinilai tak etis karena penyelesaian Ambalat masih dalam proses perundingan. "Kalau terjadi konflik fisik, tak akan ada yang diuntungkan," kata Yusron. Ia mengatakan timnya telah berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri dan Kepala Staf Angkatan Laut sebelum bertolak ke
Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah Indonesia akan menang dalam negosiasi dengan Malaysia dalam sengketa perbatasan di Blok Ambalat. "Pemerintah kita sangat firm untuk itu," katanya di sela rapat di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat kemarin.
Hatta memastikan pemerintah akan memperjuangkan setiap jengkal wilayah Indonesia. "Perjuangannya melalui Departemen Luar Negeri," katanya. "Jangan katakan seolah-olah kita lemah dan membiarkan. Negara ini tidak seperti itu."
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono menilai krisis Ambalat yang berlanjut ini terjadi karena pemerintah lamban dalam menyelesaikan sengketa. “Itu lamban sekali," kata Agung. "Harus dilakukan secara simultan."
Y. TOMI ARYANTO | EKO ARI | DWI RIYANTO