MKMK Diminta Tuntaskan Laporan soal Dugaan Nepotisme Ketua MK yang Jadi Keresahan Publik
Reporter
Yuni Rohmawati
Editor
Eko Ari Wibowo
Sabtu, 28 Oktober 2023 18:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Perindo Michael Victor Sianipar menganggap laporan masyarakat terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu merupakan laporan yang mesti ditanggapi dengan serius lewat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Diketahui, beberapa waktu lalu 16 Guru Besar Tata Negara yang melaporkan Ketua MK Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik.
Kemudian ada berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan juga IM57+ juga turut menyuarakan kritik terhadap kondisi peradilan dan dugaan conflict of interest serta nepotisme.
Menurut Michael, laporan yang ada cukup banyak dan sangat serius, dan telah mengakibatkan keresahan publik yang besar. Jika tidak terjawab tuntas, keresahan yang diutarakan kalangan ahli hukum tata negara dan masyarakat sipil ini berpotensi mengikis secara mendalam kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang ada di Indonesia.
“Kalau isu ini tidak tuntas terjawab, kepercayaan publik terhadap Negara akan turun drastis, dan ini berpotensi menjadi ancaman bagi stabilitas berbangsa bernegara ke depan,” kata Michael dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Menurut Michael, Krisis kepercayaan yang ada sekarang sudah masuk ke ranah konstitusi dan pembatasan. Saat ini, Menurutnya publik menyoroti situasi di MK dan menaruh harapan agar MKMK bisa melakukan klarifikasi dengan adil dan tuntas.
“Konsep republik demokratis konstitusional itu erat dengan prinsip (separation of power) dan juga prinsip (checks and balances). Dasar negara kita, yaitu UUD, ditulis untuk mencegah penyelewengan kekuasaan ataupun praktik kolusi dan nepotisme di lembaga tertinggi negara. Publik berhak diberikan klarifikasi agar krisis kepercayaan ini bisa terjawab,” tambah Michael.
Michael juga menyoroti adanya Hakim Konsititusi yang terang-terangan menyatakan sedang berkabung. Bagi Michael, ini adalah indikasi kuat ada sesuatu hal luar biasa yang membuat negara sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
“Saya harap MKMK serius menjawab ini, dan menelusuri apakah MK telah berlaku profesional dan independen, atau apakah seperti dugaan para pelapor bahwa telah terjadi penyelewengan kekuasaan dan nepotisme di lembaga-lembaga tertinggi negara terhadap situasi di MK hari ini. Semoga ini semua bisa dijawab MKMK,” kata Michael.
Michael berharap dugaan nepotisme yang melibatkan penguasa tidak benar. Namun, dugaan adanya praktik nepotisme dan pelanggaran etika dalam memutuskan urusan negara dan konstitusional harus dijawab tuntas.
Michael juga mengatakan publik perlu diyakinkan benar atau tidaknya isu yang berkembang luas ini untuk mengakhiri kontroversi dan keresahan masyarakat.
“Undang-Undang Dasar mengatur batasan kekuasaan setiap lembaga tinggi negara. Kalau sampai ada kolusi yang mendiskreditkan konstitusi, atau perbuatan tercela bahkan pengkhianatan terhadap negara, ada mekanisme di UUD untuk menyikapi itu. Semua lembaga tinggi negara, mau itu lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, semua tunduk pada UUD kita,” jelas Michael.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK mulai melakukan rapat perdananya pada Kamis, 26 Oktober 2023. Majelis itu baru dilantik pada Selasa, 24 Oktober 2023 khusus untuk menangani laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK pasca dikabulkannya perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu berkaitan dengan gugatan batas usia capres-cawapres.
Dengan dikabulkannya gugatan itu, bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu diubah. Pasal ini awalnya mengatur batas usia calon presiden dan calon wakil presiden paling rendah 40 tahun. Lalu Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menambahkan frasa "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah".
Hal ini pun lantas menimbulkan polemik di masyarakat. MK dinilai melakukan upaya mengubah UU demi meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menanggapi tudingan adanya konflik kepentingan dalam memutuskan perkara batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang dianggap meloloskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. "Kami bersedia bekerja sebagai hakim konstitusi berdasarkan hukum acara. Dan kami hanya tunduk kepada konstitusi serta kami hanya takut kepada Tuhan yang Maha Kuasa sesuai ira-ira putusan," kata Anwar di gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka, Gambir, Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2023.
Paman Gibran itu menjelaskan terlepas dari sebuah putusan, tentu saja sulit menghindari adanya pro dan kontra. "Jangankan di teman-teman media, di kalangan hakim konstitusi sendiri saja ada perbedaan pendapat," ujar dia.
Dalam perbedaan pendapat, Anwar Usman mengatakan tersedia dissenting opinion (pendapat berbeda) dan concurring opinion (alasan berbeda) yang dibolehkan dalam hukum acara serta ketentuan perundang-undangan. Menurut dia, kritik itu berfungsi untuk perbaikan diri sendiri dan MK.
Anwar Usman mengatakan kritik dan saran dari publik sebagai obat untuk perbaikan lembaga hukum yang dia pimpin itu. "Sepahit apa pun, kritik dan saran itu bagi saya sendiri adalah obat. Karena tidak ada semua obat manis," ujarnya.
Menurut dia, tidak semua keterangan perihal pertanyaan publik soal dugaan konflik kepentingan akan dijawab. Anwar Usman menyerahkan itu semua keputusan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu menjelaskan, setiap putusan yang dikeluarkan hakim tidak hanya bertanggung jawab kepada bangsa dan masyarakat. Paling utama, kata dia, keputusan itu dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. "Dalam semua perkara apa pun, alhamdulillah itu saya lakukan sampai hari ini," ucap dia.
Pilihan Editor: CALS Minta Anwar Usman Diberhentikan Secara Tidak Hormat