Hakim MK Arief Hidayat Ungkap 3 Kejanggalan Putusan Kepala Daerah Bisa Jadi Capres-Cawapres

Senin, 16 Oktober 2023 19:15 WIB

Hakim ketua MK Anwar Usman (tengah) bersama hakim anggota MK, M Guntur Hamzah, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P Foekh bersiap untuk memimpin jalannya persidangan pembacaan ketetapan soal uji materiil Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023. Sidang perdana untuk perkara Nomor 100/PUU-XXI/2023 ini telah digelar pada 13 Septe,ber 2023 lalu. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Konstitusi Arief Hidayat merasakan ada keganjilan dalam proses pengambilan keputusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi atau MK.

Arief mengatakan, keganjilan itu mulai dari penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda-tunda. Bahkan penundaan itu terjadi satu hingga dua bulan.

"Meskipun ini tidak melanggar hukum acara, namun penundaan perkara a quo berpotensi menunda keadilan dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri," kata Arief saat membacakan pendapatnya, Senin 16 Oktober 2023.

Arief Hidayat bersama tiga hakim konstitusi lain yakni Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A Almas.

Arief melanjutkan, penundaan itu merupakan ketidaklaziman yang dirasakannya selama 10 tahun menjadi hakim konstitusi, "Oleh karena itu dalam kesempatan ini pula saya mengusulkan agar mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar," kata Arief.

Advertising
Advertising

Keganjilan kedua, dirasakan Arief saat para hakim mulai menggelar rapat permusyawaratan untuk memutuskan perkara. Pada putusan perkara gugatan gelombang pertama Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara.

"Menurut wakil ketua, ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata Arief.

Ketidakhadiran Anwar Usman kala itu berbuah putusan perkara ditolak dengan komposisi enam hakim menolak dan dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion.

Namun, pada perkara nomor 90 dan 91, Anwar Usman tiba-tiba ikut membahas dan ikut memutus perkara tersebut. Padahal isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Hasilnya, perkara nomor 90 dikabulkan sebagian.

"Sungguh tindakan yang menurut saya di luar nalar yang bisa diterima oleh penalaran yang wajar," kata Arief.

Arief pun sempat menanyakan Anwar Usman dalam rapat permusyawaratan hakim alasannya tidak ikut memutus perkara gelombang pertama. "Setelah dikonfirmasi ketua menyampaikan ketidakhadiran (gelombang pertama) karena alasan kesehatan dan bukan menghindari konflik kepentingan," kata Arief.

Selain itu, Arief juga mengalami pengalaman baru saat memutus perkara nomor 90 ini. Karena diputus dengan komposisi tiga hakim mengabulkan sebagian, dua orang hakim mengabulkan sebagian dengan alasan berbeda, dan empat lainnya menyatakan berbeda pendapat.

"Selama ini sepengetahuan saya belum pernah terjadi," kata Arief.

Kejanggalan selanjutnya, kata Arief, perkara 90/PUU-XXI/2023 sebetulnya sudah dicabut oleh pemohon melalui kuasa hukumnya.

"Perkara 90 dan 91 telah dinyatakan dicabut oleh kuasa hukum pemohon pada tanggal 29 September 2023, akan tetapi pada pada 30 September 2023 pemohon membatalkan penarikan," kata Arief.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah.

Gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru. Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan.

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar mengatakan, MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya," kata Anwar.

Putusan itu memang berbeda dengan putusan sebelumnya yakni gugatan dengan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang juga dibacakan pada hari ini.

Ketiga putusan itu ditolak oleh MK, padahal petitumnya sama yakni meminta MK melakukan uji materi terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Para penggugat yang mewakili Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, dan perwakilan tiga kepala daerah itu meminta Pasal 169 huruf q UU tersebut yang mengatur tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun diubah menjadi minimal 35 tahun dan memiliki pengalaman menjadi penyelenggara negara.

Pilihan Editor: Profil 9 Hakim Mahkamah Konstitusi yang Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres

Berita terkait

Pemerintah Targetkan Aturan UMP Rampung dalam Dua Hari

1 hari lalu

Pemerintah Targetkan Aturan UMP Rampung dalam Dua Hari

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan bahwa pemerintah menghormati putusan MK soal cipta kerja dan menyiapkan aturan soal UMP

Baca Selengkapnya

Menteri Hukum Bakal Lapor ke Prabowo Pasca-Putusan MK soal UU Cipta Kerja

1 hari lalu

Menteri Hukum Bakal Lapor ke Prabowo Pasca-Putusan MK soal UU Cipta Kerja

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas akan melapor kepada Presiden Prabowo Subianto terkait hasil putusan MK mengenai UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

3 hari lalu

Dianggap Ganggu Ketenagakerjaan Indonesia, MK Minta Pemberi Kerja Asing Wajib Penuhi Persyaratan

Hakim MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh serta Serikat Pekerja ihwal uji materiil Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

3 hari lalu

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Serikat Pekerja dalam UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

3 hari lalu

Kemnaker Klaim Hormati Putusan MK soal UU Ciptaker, tapi Tak Jelaskan Nasib Skema Pengupahan

Kemnaker menghormati putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Baca Selengkapnya

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

4 hari lalu

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, mulai dari ketentuan PKWT, PHK, hingga tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

4 hari lalu

Gugatan UU Cipta Kerja Diterima, Kontrak Kerja Maksimal 5 Tahun dan PHK Tak Boleh Asal

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, seperti PKWT maksimal lima tahun dan perundingan wajib dilakukan sebelum PHK.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

4 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Partai Buruh: Keadilan Masih Ada

Dikabulkannya uji materi terhadap UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi menunjukkan keadilan masih ada, kata Ketua Partai Buruh.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

4 hari lalu

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh soal UU Cipta Kerja, 21 Pasal Diubah

Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang diujikan terkait UU Cipta Kerja itu.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

5 hari lalu

MK Kabulkan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini 6 Poin Penting Putusannya

MK kabulkan uji materi tentang UU Cipta Kerja, minta DPR dan Pemerintah membuat UU ketenagakerjaan baru dan memisahkannya dari Omnibus Law

Baca Selengkapnya