Mahkamah Konstitusi Bacakan Putusan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Begini Kronologi Lengkapnya

Senin, 16 Oktober 2023 12:31 WIB

Ketua MK Anwar Usman saat menjadi Ketua Majelis Hakim sidang putusan atas gugatan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 16 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK melakukan pembacaan putusan gugatan batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu, hari ini, Senin 16 Oktober 2023. Sejumlah pihak menggugat aturan pembatasan usai minimal 40 tahun bagi capres dan cawapres tersebut. Mereka memohon aturan itu diubah jadi hanya 35 tahun.

Mahkamah Konstitusi atau MK menolak gugatan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 35 tahun. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum, Senin 16 Oktober 2023.

"Memutuskan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Lantas bagaimana kronologi gugatan tersebut?

Gugatan terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu pertama kali diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia atau PSI pada Maret 2023 lalu. Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH PSI Francine Widjojo mengatakan partainya memberikan ruang perhatian untuk anak muda agar berpartisipasi lebih luas dalam politik. Menurutnya, banyak anak muda yang berpotensi menjadi presiden maupun wakil presiden.

Advertising
Advertising

“Namun sayangnya terganjal syarat usia minimal 40 tahun dalam UU Pemilu saat ini,” ujar Francine Widjojo, dalam keterangannya pada wartawan 9 Maret 2023, Kamis, 9 Maret 2023.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin, 3 April 2023, Francine mengatakan para Pemohon saat ini berusia 35 tahun. Sehingga, kata dia, setidaknya batas usia minimal usia capres-cawapres dapat diatur 35 tahun. Dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai capres-cawapres.

Padahal pada prinsipnya, kata Francine, negara memberikan kesempatan bagi putra-putri bangsa untuk memimpin bangsa dan membuka seluas-luasnya agar calon terbaik bangsa dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya, menurut Francine, objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas. “Tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” katanya.

Untuk itu PSI selaku Pemohon meminta MK menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun.”

Selanjutnya: Partai Garuda juga layangkan gugatan

<!--more-->

Selain PSI, gugatan juga datang dari Partai Garda Perubahan Indonesia atau Partai Garuda. Gugatan dilayangkan melalui Ahmad Ridha Sabana selaku Ketua umum Pimpinan Pusat Partai Garuda dan Yohanna Murtika sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Garuda. Permohonan itu tercatat dalam Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023.

Dikutip dari laman MKRI.go.id, dalam sidang yang digelar pada Selasa, 23 Mei 2023, Pemohon yang diwakili Desmihardi dan M. Malik Ibrohim mendalilkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu merugikan hak konstitusionalnya. Partai Garuda sebagai peserta Pemilu 2024 hendak mencalonkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun menjadi cawapres. Pasalnya, banyak kepala daerah berusia di bawah 40 tahun yang memiliki potensi dan pengalaman dalam pemerintahan.

Membandingkan dengan negara lain, kata Desmihardi, tidak sedikit jabatan presiden atau wakil presiden yang dijabat warga negara berusia di bawah 40 tahun, seperti Gabriel Boric Presiden Chile yang berusia 35 tahun atau Mahamat Deby Presiden Chad yang berusia 38 tahun. Sebagai perbandingan, pada penerapan sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi, Amerika Serikat juga mengatur syarat calon presiden setidaknya berusia 35 tahun.

Oleh karena itu, Partai Garuda mengaku berpotensi dirugikan dengan keberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur syarat cawapres. Sebab ada banyak calon potensial berusia di bawah 40 tahun yang dapat memajukan bangsa dan negara serta memiliki pengalaman dalam pemerintahan. Karenanya, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

“Berdasarkan uraian Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memutuskan frasa ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah’,” sebut Desmihardi membacakan salah satu butir Petitum.

Sejumlah kepala daerah juga melayangkan gugatan dengan permohonan Nomor 55/PUU-XXI/2023. Mereka adalah Wali Kota Bukittinggi Periode 2021-2024 Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Periode 2021-2026 Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024 Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Periode 2021-2026 Ahmad Muhdlor, dan Muhammad Albarraa selaku Wakil Bupati Mojokerto Periode 2021-2026.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Rabu, 31 Mei 2023, kuasa hukum para Pemohon, Munathsir Mustaman menjelaskan, para Pemohon telah kehilangan hak konstitusional untuk maju dalam bursa pencalonan wakil presiden yang dijamin dan dilindungi khususnya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945. “Padahal para Pemohon memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara yaitu sebagai kepala daerah,” kata Munathsir.

Menurutnya, pengalaman sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi pengecualian persyaratan batas usia minimal cawapres Sepanjang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara, walaupun usianya di bawah 40 tahun. Sehingga, sudah sepatutnya dipersamakan dengan usia minimal sebagaimana yang dipersyaratkan.

Berdasarkan alasan tersebut, para Pemohon dalam petitum memohon agar MK menyatakan frasa “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara”.

Pada September lalu, lagi-lagi ketentuan mengenai batas minimal usia pencalonan presiden dan wakil presiden yang termuat pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu digugat. Dalam sidang pembukaan pada Kamis, 7 September 2023, permohonan itu diajukan oleh Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta Arkaan Wahyu dan Guy Rangga Boro dan Riko Andi Sinaga sebagai perseorangan warga negara.

Selanjutnya: Sidang perdana 3 permohonan gugatan

<!--more-->

Sidang perdana atas tiga permohonan ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK oleh Majelis Sidang Panel, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra beserta Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Utomo Kurniawan dan Ilyas Satria Agung selaku kuasa hukum Arkaan menyebutkan kualitas dan kompetensi kepemimpinan tidak berkorelasi dengan usia seorang pemimpin.

Pemohon mengilustrasikan dengan perbandingan, bahwa seseorang yang berusia 40 tahun dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden tanpa adanya pengalaman, sementara seseorang berusia 21 tahun saat ini telah menjadi pemimpin di tingkat daerah selama beberapa tahun dan memimpin perusahaan. Sehingga dalam penalaran yang wajar, Pemohon melihat kepemimpinan seseorang yang berusia lebih muda itu lebih baik dari yang berusia 40 tahun.

“Pemohon dengan ini memohon kepada Majelis Hakim memutus permohonan dengan amar mengubah materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu dalam persyaratan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden yang semula berusia paling rendah 40 tahun menjadi sekurang-kurangnya berusia 21 tahun,“ kata Ilyas membacakan permohonan dan menghadiri persidangan secara daring.

Berikutnya Riko Andi Sinaga sebagai perseorangan warga negara dalam permohonan perkara Nomor 96/PUU-XXI/2023 memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu. Melalui Purgatorio Siahaan, kuasa hukumnya, dia mengatakan, akibat adanya pembatasan pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu tersebut, Pemohon tidak dapat mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres. Dengan demikian hak persamaan Pemohon telah ditiadakan dengan berlakunya aturan yang bersifat diskriminatif tersebut.

Pada permohonannya, Pemohon menyebutkan beberapa negara seperti Argentina dan Kolombia mensyaratkan usia 30 tahun untuk dapat menjadi capres dan cawapres. Lebih muda lagi, ada Prancis yang mensyaratkan usia 18 tahun sebagai batas minimal usia pemimpin negara. Sementara di Indonesia, Pemohon menyebut sejumlah kepala daerah berusia muda juga berpengalaman memimpin dengan beban kerja yang dinilai tidak beda jauh dengan presiden dan wakil presiden.

“Berdasarkan dalil-dalil Pemohon memohon agar Mahkamah memutus perkara dengan amar putusan menyatakan frasa ‘berusia paling rendah 40 tahun’ dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 25 tahun’,” ucap Purgatorio di Ruang Sidang Pleno MK.

Sementara Guy Rangga Boro sebagai perseorangan warga negara dalam permohonan perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023 yang hadir sendiri menyampaikan adanya batasan usia setidaknya 40 tahun sebagai capres dan cawapres adalah termasuk perlakuan yang bersifat diskriminatif. Pemohon pun menyajikan perbandingan sejumlah regulasi di Indonesia terkait batas usia untuk menduduki suatu jabatan. Misalnya, UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, usia dewasa adalah di atas 18 tahun.

Selain itu, KUHPerdata yang menyebutkan dewasa adalah mereka yang mencapai umur genap 21 tahun dan kawin sebelumnya. Lalu Keputusan Mendagri Nomor Dpt.7/539/7-77 tertanggal 13-7-1977 membagi kriteria dewasa menjadi dua kategori, yaitu Dewasa politik atau 17 tahun, dan Dewasa hukum atau dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | TIKA AYU

Pilihan Editor: Putusan MK Batas Usia Capres-Cawapres, Ini Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi

Berita terkait

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

19 jam lalu

Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan

Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.

Baca Selengkapnya

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

20 jam lalu

Ketua MKMK Heran Revisi UU MK Selalu Utak-atik Syarat Umur hingga Jabatan Hakim

Palguna heran mengapa setiap revisi UU MK yang dipermasalahkan adalah persoalan yang tak ada relevansinya dengan penguatan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan merdeka.

Baca Selengkapnya

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

1 hari lalu

Hamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum

Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.

Baca Selengkapnya

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

1 hari lalu

Reaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR

Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?

Baca Selengkapnya

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

1 hari lalu

MK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?

MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Suap demi Predikat WTP dari BPK

1 hari lalu

Suap demi Predikat WTP dari BPK

Suap demi mendapatkan predikat WTP dari BPK masih terus terjadi. Praktik lancung itu dinilai terjadi karena kewenangan besar milik BPK.

Baca Selengkapnya

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

1 hari lalu

Respons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK

Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.

Baca Selengkapnya

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

1 hari lalu

PSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap

Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.

Baca Selengkapnya

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

1 hari lalu

Revisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024

Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

1 hari lalu

Revisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen

Dalam Revisi UU Kementerian Negara, tim ahli mengusulkan agar jumlah kementerian negara ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.

Baca Selengkapnya