Rocky Gerung Dilaporkan ke Polisi, Begini Rincian Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 3 Agustus 2023 15:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Rocky Gerung dilaporkan sejumlah relawan Joko Widodo atau Jokowi atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi pada Senin, 31 Juli 2023. Mereka geram karena Rocky Gerung dianggap telah mengumpat kepala negara dengan kata-kata kasar.
“Hari ini kita melihat video Rocky Gerung, yang menyatakan Jokowi baj***an t***l, dan ini adalah pernyataan yang bisa dikategorikan penghinaan, terhadap Presiden,” ujar Ketua Barikade 98, Benny Rhamdani, Senin, 31 Juli 2023.
Menurut Benny, tidak boleh ada seorang pun yang patut menghina Presiden. Sebab, mayoritas masyarakat Indonesia telah memilihnya sebagai sosok pemimpin negara. “Presiden kita ini hasil dari proses demokrasi, yang dipilih oleh mayoritas rakyat Indonesia,” kata dia.
Lantas bagaimana beleid pasal penghinaan presiden di dalam Undang-Undang?
Aturan ihwal penghinaan terhadap presiden diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketentuan tersebut antara lain terdapat pada Pasal 218, Pasal 219, Pasal 240 ayat dan Pasal 241. Berikut bunyi regulasi serta penjelasannya.
1. Pasal 218 ayat (1) KUHP
Pasal 218 ayat (1) KUHP berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Adapun yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Istilah yang digunakan bukan “penghinaan” tetapi “penyerangan terhadap harkat dan martabat”. Secara arti sebenarnya sama dengan penghinaan. Yakni menyerang nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum. Termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.
2. Pasal 218 ayat (2) KUHP
Pasal 218 ayat (1) KUHP berbunyi “Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.”
Adapun yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden.
Kritik merupakan penyampaian pendapat terhadap kebijakan Presiden dan Wakil Presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut. Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan alternatif maupun solusi dan atau dilakukan dengan cara yang obyektif. Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan Wakil Presiden lainnya.
Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada Presiden dan Wakil Presiden atau menganjurkan penggantian Presiden dan Wakil Presiden dengan cara yang konstitusional. Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 219 KUHP
Pasal 219 KUHP berbunyi, “Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
4. Pasal 240 ayat (1) KUHP
Pasal 240 ayat (1) KUHP berbunyi, “Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Adapun yang dimaksud dengan “menghina” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah. Sedangkan yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah Presiden dan Wakil Presiden dan serta menteri. Sementara “lembaga negara” adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
5. Pasal 241 ayat (1) KUHP
Pasal 241 ayat (1) KUHP berbunyi, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”
MUH. HENDARTYO | MKRI | BPHN | ANTARA
Pilihan editor: Polda Metro Jaya Gandeng Ahli Bahasa untuk Tangani Perkara Rocky Gerung