Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Selalu Divonis Tak Bersalah, Mahfud MD: Kami Malu Kalau Mengajukan Lagi

Selasa, 4 Juli 2023 12:45 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi merupakan pihak yang mendorong agar Pengadilan HAM untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu digelar. Sejauh ini sudah ada empat dari 16 pelanggaran HAM berat masa lalu yang disidangkan di Pengadilan HAM.

Namun, Mahfud MD menyebut tidak ada satu pun terdakwa yang divonis bersalah oleh pengadilan karena sulitnya pembuktian. "Dan betul sesudah dicoba, Presiden (bilang) 'sudah lah, ajukan saja kalau sudah negara memutuskan, Komnas HAM memutuskan, ajukan ke Pengadilan'. (Tapi) diajukan kalah, Pak," kata Mahfud menirukan pembicaraannya dengan Jokowi di Raker Komite 1 DPD RI, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Juli 2023.

Menurut Mahfud MD, pembuktian pelanggaran HAM berat masa lalu harus melalui mekanisme hukum tata acara, seperti alat bukti dan proses pembunuhan yang jelas, hingga visum et repertum para korban. Namun, karena peristiwa yang sudah terjadi begitu lama, membuat mekanisme itu sulit dilakukan. "Makanya bebas semua (terdakwa) di sana. Nanti kami malu kalau mengajukan lagi, ndak jalan di pengadilan. Jadi 25 tahun sejak reformasi ini tidak ada satu pun pelanggaran HAM ini bisa diselesaikan di pengadilan," kata Mahfud.

Pemerintah Tempuh Penyelesaian Non-yudisial

Advertising
Advertising

Atas dasar kesulitan mengadili para pelaku itu, Presiden Jokowi kemudian menerbitkan Keputusan Presiden 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu. Tujuan dari pembentukan tim ini, kata Mahfud MD, agar para korban mendapatkan kompensasi atas pelanggaran HAM berat yang mereka rasakan, sambil pengadilan mencari pelakunya.

Kompensasi itu antara lain rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan prioritas, hingga pemulihan hak lainnya untuk kepentingan korban/ahli waris. "Daripada berdiam diri karena UU ga jalan. Tetapi di situ disebutkan ini tidak menghapuskan kewajiban penyelesaian yudisial," kata Mahfud MD.

Adapun langkah konkret dari penyelesaian secara yudisial ditempuh melalui konsultasi ke DPR RI bersama Komnas HAM. Nantinya DPR bakal dilibatkan untuk mencari cara pembuktian para pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. "Penyelesaian non-yudisial tak menghapus penyelesaian secara yudisial. Pengadilan masih ada, kita penyelesaian yudisial jalan saja, tapi kalau tidak bisa, mari kita sikapi saja oleh DPR (katakan) tidak bisa, kalau bisa, mana buktinya?" kata Mahfud MD.

Pilihan Editor: Mahfud MD Akui Pemerintah Kesulitan Buktikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Berita terkait

Hadiri World Water Forum Ke-10, Elon Musk Disambut Luhut Pandjaitan

25 menit lalu

Hadiri World Water Forum Ke-10, Elon Musk Disambut Luhut Pandjaitan

Presiden Joko Widodo bersama Elon Musk akan meluncurkan Starlink di salah satu Puskesmas di Denpasar, Bali.

Baca Selengkapnya

Sistem Kelas BPJS Kesehatan Beralih Menjadi KRIS, Ini Kilas Balik Jaminan Kesehatan Nasional

57 menit lalu

Sistem Kelas BPJS Kesehatan Beralih Menjadi KRIS, Ini Kilas Balik Jaminan Kesehatan Nasional

BPJS Kesehatan barus saja mengumumkan bahwa mereka akan memberlakukan sistem kelas tunggal, bagaimana kilas balik jaminan kesehatan nasional?

Baca Selengkapnya

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

2 jam lalu

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

BPJS Kesehatan akan memberlakukan kelas tunggal dan sistem baru dalam bentuk KRIS, bagaimana sistem dan ketentuan naik kelas rawat inap?

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

5 jam lalu

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

Terpopuler bisnis: Keselamatan warga sekitar terancam karena smelter PT KFI kerap meledak. Pemerintah klaim pembebasan lahan IKN tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

14 jam lalu

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

Luhut mengungkap itu lewat pernyataannya bahwa World Water Forum di Bali harus menghasilkan, apa yang disebutnya, concrete deliverables.

Baca Selengkapnya

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

15 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

15 jam lalu

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

Partai Golkar Sumut optimistis PDIP akan mengusung Musa Rajekshah dalam Pilgub Sumut 2024.

Baca Selengkapnya

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

17 jam lalu

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin belum mengetahui di bidang apa Grace Natalie dan Juri Ardiantoro akan ditugaskan.

Baca Selengkapnya

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

17 jam lalu

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

17 jam lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya