7 Pahlawan Nasional yang Lahir di Bulan Juni, Ahmad Yani sampai Pattimura termasuk Ayah Gus Dur
Reporter
Khumar Mahendra
Editor
S. Dian Andryanto
Selasa, 6 Juni 2023 21:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Selain menjadi bulan kelahiran Pancasila, Juni merupakan bulan yang cukup spesial bagi bangsa Indonesia. Pasalnya pada bulan ini beberapa pahlawan nasional memperingati hari kelahirannya.
Mulai dari Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, D.I Panjaitan, Tan Malaka hingga Kapitan Pattimura. Selain itu, juga tercatat beberapa tokoh penting lainnya yang lahir dibulan ini. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut tokoh penting Indonesia kelahiran Juni.
1. K.H. Abdul Wahid Hasyim
K.H. Abdul Wahid Hasyim adalah pahlawan nasional yang lahir pada 1 Juni 1914. Ia merupakan pahlawan yang menjabat sebagai Menteri Negara, sekaligus Menteri Agama pada era Orde Lama.
Selain keaktifannya dalam gerakan politik dan sumbangsihnya terhadap perjuangan melawan penjajah secara diplomatis, Hasyim juga merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan.
Bapak penggagas sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" ini, sempat menjabat sebagai Menteri Agama selama tiga periode kabinet secara berurutan, mulai dari Kabinet Hatta, Natsir hingga Kabinet Sukiman 27 April 1951. Hasyim tutup usia pada 19 April 1953 di usia 39 tahun. Ayah Gus Dur wafat akibat kecelakaan mobil di jalan yang menghubungkan Kota Cimahi dan Kota Bandung.
2. Saharjo
Saharjo merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang aktif dalam bidang hukum. Pria kelahiran 26 Juni 1909 ini, berusaha untuk menyesuaikan hukum dengan kepribadian Indonesia dan menolak hukum kolonial yang tidak sesuai lagi dengan kehidupan bangsa Indonesia.
Penggagas lambang kehakiman pohon beringin ini, juga diserahi jabatan penting mulai Menteri Muda Kehakiman dalam Kabinet Kerja I dan Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja II. Saharjo juga turut berpartisipasi dalam mencetuskan Undang-Undang Warga Negara Indonesia Tahun 1947 dan Tahun 1948 serta Undang-Undang Pemilihan Umum tahun 1953. Ia bahkan mengganti istilah penjara menjadi lembaga pemasyarakatan khusus dan istilah orang hukuman dengan narapidana.
3. Sukarjo Wiryopranoto
Sukarjo Wiryopranoto lahir di Kesugihan, Cilacap pada 5 Juni 1903 dan meninggal 23 Oktober 1962. Sukarjo merupakan tokoh yang berperan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk menduduki kursi walikota. Hal tersebut dikemukakannya melalui mosi dalam sidang Volksraad 1937 yang kemudian ditolak Pemerintah Belanda.
Selain itu, Sukarjo yang menduduki jabatan sekretaris Gabungan Politik Indonesia (GAPI), membentuk parlemen pemerintah yang bertanggung jawab kepada parlemen. Sukarjo juga sempat menjabat sebagai Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berperan untuk mempengaruhi negara lain agar membantu perjuangan Indonesia dalam membebaskan Irian Barat dari kolonial Belanda.
Akhir hayatnya, Sukarjo meninggal pada 23 Oktober 1962 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Sukarjo dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 342 Tahun 1962 tertanggal 29 Oktober 1962.
4. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani
Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922. Yani memulai karir militernya pada masa penjajahan Belanda dan mulai menanjak saat penyerangan pemadaman pemberontakan DI/TII.
Ahmad Yani merasakan puncak karirnya saat menjadi Panglima Angkatan Darat atau setara menteri. Bahkan ia sempat digadang-gadang sebagai salah satu calon pengganti Presiden Soekarno. Namun sayangnya, Ahmad Yani tewas dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang kemudian mengubah arah politik Indonesia, termasuk kepemimpinan .
Ahmad Yani yang menolak rencana Partai Komunis Indonesia untuk mempersenjatai buruh dan tani, dijadikan sebagai target penculikan dan pembunuhan 7 orang perwira TNI Angkatan Darat.
5. Tan Malaka
Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897. Tan Malaka besar dari keluarga terpandang, ayahnya, HM Rasyad, bekerja sebagai pegawai pemerintah di bidang pertanian. Sedangkan ibunya, Rangkayo Sina berasal dari keluarga terpandang.
Tan Malaka merupakan tokoh yang aktif menulis buku yang mengangkat tentang pemikirannya. Salah satu pemikiran yang jauh mendahului zamannya adalah "Menuju Republik Indonesia" atau dalam bahasa Belanda "Naar de 'Republiek Indonesia'". Tulisan tersebut dibuat pada 1925 atau 20 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang memuat pemikirannya tentang bentuk negara republik.
Selain aktif menulis, Tan Malaka juga terlibat dalam sejumlah pendirian partai politik di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Namun akhirnya terbunuh dalam sebuah peristiwa di Kediri pada 1949.
6. Kapitan Pattimura
Kapitan Pattimura merupakan sosok yang menjadi tokoh perjuangan rakyat Maluku dalam perang melawan Belanda pada 1817. Pattimura lahir pada 8 Juni 1783 di Saparua, Maluku.
Pattimura melakukan perlawanan karena adanya ketidakadilan dan kebijakan Belanda yang membuat masyarakat Maluku sulit untuk menjalani kehidupan. Masa itu, Belanda monopoli perdagangan rempah-rempah, memberlakukan kerja paksa dan menetapkan pajak tanah yang sangat tinggi.
Pada Mei 1817, Pattimura yang mendapat dukungan dari raja-raja dan tokoh adat kemudian melancarkan serangan terhadap Belanda dan berhasil merebut Benteng Duurstede. Pattimura dan pasukannya juga menuai kemenangan di beberapa tempat, seperti di Hitu, Waisisil, Seram Selatan dan lokasi lainnya.
Namun Belanda yang merasa terdesak kemudian menggunakan politik adu domba untuk menghentikan perlawanan Pattimura. Pada 11 November 1817 Belanda berhasil menangkap Pattimura bersama rekannya Anthone Rhebok, Philip Latumahina dan Said Parintah. Karena menolak bekerja sama dengan Belanda, Pattimura dan rekan seperjuangannya dihukum mati di tiang gantungan.
7. Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan
Donald Isaac Panjaitan atau DI Panjaitan merupakan salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Lahir 9 Juni 1925 di Balige, Sumatera Utara, Panjaitan menghembuskan nafas terakhir di usia 40 tahun, 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta.
D.I Panjaitan memulai karir militernya saat ditugaskan menjadi Komandan Batalyon, yang kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada 1948. Selanjutnya ia juga menjabat Kepala Staf Umum IV (Supply) Komandemen Tentara Sumatera dan diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) saat Agresi Militer Ke II.
Usai Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, DI Panjaitan sempat menjabat posisi penting di badan Militer Indonesia. Mulai diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan, Kepala Staf T&T II/Sriwijaya hingga Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat, sekaligus jabatan terakhir yang DI Panjaitan emban sebelum peristiwa G 30/S PKI.
Ketika itu, sosoknya berhasil membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI. Sehingga D.I Panjaitan ikut menjadi korban kekejaman PKI. Setelah kematiannya, DI Panjaitan dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi.
Pilihan Editor: Jabatan dan Pangkat Terakhir 10 Pahlawan Revolusi Korban G30S Ahmad Yani hingga KS Tubun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.