Connie Cerita Pertemuan dengan Panglima Bahas Revisi UU TNI: dari Dwifungsi hingga Anggaran

Selasa, 16 Mei 2023 15:59 WIB

Connie Rahakundini Bakrie. TEMPO/Tri Handiyatno

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer Connie Rahakundini menceritakan pertemuannya dengan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, yang membahas beberapa isu krusial termasuk revisi UU TNI yang sedang ramai diperbincangkan publik. Pertemuan berlangsung Senin malam, 15 Mei 2023, setelah Yudo menemani Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menanam mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Jakarta Utara.

"Tadi malam setelah beliau tanam mangroves bersama Presiden dan Menhan," kata Connie saat dihubungi, Selasa, 16 Mei 2023.

Di publik, revisi UU TNI ini menyulut kekhawatiran akan bangkitnya Dwifungsi ABRI. Akan tetapi, Connie justru punya pandangan lain. "Kok repot takut DFA (Dwifungsi ABRI) ya? bukankah TNI malah sudah super multi functions? Bersihin sampah, rapikan pantai, tanam mangrove, tanam padi, mengajar di pelosok desa, gunung, pulau, bukit, dan lain-lain," kata dia.

Berikutnya obrolan Connie dan Yudo menyasar ke masalah anggaran. Connie sepakat bahwa anggaran pertahanan harus dibagi dalam dua kelompok. Pertama di tangan Menteri Pertahanan untuk pembuatan kebijakan dan pengadaan alutsista. "Tetapi satu lagi harus ada pada tangan Panglima TNI yaitu untuk semua aspek pendidikan, latihan, operasi, serta pemeliharaan dan perawatan," kata dia.

Kemudian terakhir soal Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan Operasi Militer Perang (OMP). Connie setuju UU TNI direvisi, tapi tidak perlu merinci kedua bentuk operasi ini. "Karena dalam era perang hybrid, rahasia tentara harus tetap menjadi kerahasiaan tentara," ujar penulis buku Defending Indonesia ini.

Advertising
Advertising

Per hari ini saja, kata Connie, sudah ada 42 tipe ancaman. Sehingga memasukan daftar OMSP dan OMP ke dalam Undang-Undang hanya akan membuat militer terus kagok alias gelapan dalam menjalankan operasinya.

"Antara operasi nonmiliter ke operasi transmiliter hingga ke operasi militer penuh, itu bisa bergerak cepat pendulumnya di lapangan, dan sepenuhnya harus berada dalam keputusan serta kerahasiaan militer," ujar Connie.

Tempo menghubungi Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Julius Widjojono soal pertemuan Connie dan Yudo, tapi belum ada balasan. Namun kemarin setelah menemani Jokowi menanam mangrove di Angke, Yudo pun memastikan revisi UU TNI masih dalam pembahasan. "Masih tahap awal," kata dia.

Di tempat yang sama, Jokowi enggan mengomentari polemik terkait usulan revisi UU TNI. "Baru dalam proses pembahasan, kalau sudah selesai baru dikomentari," kata Jokowi, berbicara di samping Yudo.

Selanjutnya: Pasal-pasal Krusial..
<!--more-->

Usulan revisi UU TNI sebelumnya kembali mencuat meskipun tidak masuk dalam 39 RUU Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2023. Terbaru, muncul draf usulan dari Badan Pembinaan Hukum alias Babinkum TNI pada April 2023.

Akan tetapi, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Julius Widjojono memastikan usulan tersebut baru sebatas bahasan internal di Babinkum. Usulan ini baru akan disampaikan ke Panglima TNI Laksaman Yudo Margono.

"Jadi belum menjadi usulan ke Menhan (Menteri Pertahanan Prabowo Subianto)," kata Julius saat dihubungi, Rabu, 10 Mei 2023.

Dalam draf usulan yang diterima Tempo, berikut beberapa poin krusial di dalamnya:

1. Kedudukan TNI

Aturan ini tertuang di Pasal 3 ayat 1. Aturan saat ini menyebutkan bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.

Pasal ini diusulkan untuk diubah. Sehingga dalam usulan, tidak ada lagi kalimat soal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer oleh Presiden.

Selain itu, ada tambahan kewenangan baru untuk TNI yaitu soal keamanan, yang selama ini dimiliki polisi. Sehingga usulan perubahan berbunyi TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah Presiden.

2. Tugas TNI

Kemudian, usulan penambahan jumlah tugas pokok TNI di bidang operasi militer selain perang yang diatur di Pasal 7. Dari semula 14 menjadi 19. Lima tambahan tersebut di antaranya seperti mendukung pemerintah dalam upaya penanggulangan ancaman siber dan menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut dan di ruang udara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berikutnya, mendukung pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, mendukung pemerintah dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, prekursor, dan zat adiktif lainnya. Terakhir, melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Presiden guna mendukung pembangunan nasional.

3. Wakil Panglima TNI

Kemudian usulan perubahan di Pasal 13 yang mengatur soal wakil panglima. Jokowi sempat menghidupkan posisi wakil panglima lewat Perpres Nomor 66 Tahun 2019. Tapi saat ini, tidak ada keputusan terbaru soal pengangkatan wakil panglima bagi Yudo.

4. Penempatan Prajurit Aktif

Berikutnya, ada lagi usulan perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian lembaga seperti yang diatur dalam Pasal 47. Saat ini, prajurit aktif hanya bisa ditempatkan di beberapa bidang saja.

Di antaranya yaitu kantor di bidang politik dan keamanan negara, pertahanan, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, Dewan Pertahanan Nasional, SAR, narkotika nasional, hingga Mahkamah Agung.

Tapi dengan usulan perubahan, pos jabatan untuk prajurit aktif diperluas. Ada beberapa tambahan baru seperti Staf Kepresidenan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, sampai Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, sampai Kejaksaan Agung.

5. Pensiun 60 Tahun

Dalam pasal 53 saat ini, prajurit pensiun di usia 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tantama. Pasal ini diusulkan untuk diubah. Usia pensiun tetap 58 tahun, tapi bisa diperpanjang jadi 60 tahun bagi yang punya kemampuan, kompetensi, dan keahlian khusus.

6. Pidana untuk Militer

Berikutnya, ada usulan perubahan di Pasal 65. Saat ini, prajurit tunduk pada peradilan militer untuk pidana militer dan peradilan umum untuk pidana umum. Sementara dalam usulan terbaru, prajurit tunduk pada peradilan militer saja, baik untuk pelanggaran hukum militer maupun umum.

Di luar berbagai usulan tersebut, masalah ada beberapa poin perubahan krusial lainnya. Reaksi muncul salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.

"Terdapat sejumlah usulan perubahan pasal yang akan membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum, dan pemajuan HAM di Indonesia," demikian pernyataan sikap koalisi. Bahkan, mereka menyebut poin-poin perubahan ini mengembalikan konsep Dwifungsi ABRI.

Selanjutnya: Dinilai Bisa Merusak Pemerintahan Sipil..
<!--more-->

Sementara itu, Peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial, Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Dominique Nicky Fahrizal, mengkritik adanya perluasan jabatan sipil untuk prajurit aktif TNI, yang muncul dalam usulan revisi UU TNI. Revisi UU TNI kini menuai polemik karena beberapa usulan perubahan pasal dianggap membangkitkan konsep Dwifungsi ABRI.

"Kalau diperluas seperti itu kurang lebih akan merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan sipil," kata Nicky saat dihubungi, Selasa, 16 Mei 2023.

Seharusnya, kata Nicky, prajurit aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil yang terkait atau tidak terkait langsung dengan militer. Contohnya yaitu di Badan SAR Nasional yang membutuhkan keahlian prajurit TNI. Contoh lain yaitu riset pemetaan bawah laut.

"TNI Angkatan Laut juga memiliki fasilitas itu, untuk pemetaan bawah laut. Jadi harus terkait langsung atau tidak langsung," kata Nicky. Sehingga, perluasan jabatan sipil untuk militer menang tidak boleh merembet kemana-mana.

Kalaupun alasannya karena banyak prajurit aktif yang harus diberi jabatan, maka yang dibutuhkan TNI adalah revisi desain organisasi. Bahwa, kata Nicky, desain organisasi saat ini sudah tidak bisa lagi mengakomodasi personel TNI. Tujuannya agar prajurit aktif tidak melebar tugasnya ke wilayah aparatur sipil negara

Menurut Nicky, jabatan di sipil pun membutuhkan standar kompetensi dan spesialisasi keahlian tertentu. Sehingga tidak bisa serta merta prajurit militer digeser ke kementerian lembaga.

Nicky juga menyebut organisasi sipil punya orientasi pelayanan publik yang sama sekali berbeda dengan tugas militer untuk menjaga pertahanan. "Satu men-deliver pelayanan publik yang optimal, satu menjaga pertahanan, jadi kalau harus pindah ke ekosistem yang bergerak di layanan publik, ini harus bisa masuk di alam pikir perwira aktif," kata Nicky.

Pilihan Editor: Jokowi Enggan Tanggapi Polemik Revisi UU TNI: Baru Pembahasan

Berita terkait

Tak Kebal Aturan Ganjil-Genap, Apa yang Masuk Kategori Pelat Nomor Khusus?

4 jam lalu

Tak Kebal Aturan Ganjil-Genap, Apa yang Masuk Kategori Pelat Nomor Khusus?

Apa itu pelat nomor khusus dan bagaimana aturannya termasuk saat masuk wilayah sistem ganjil-genap?

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

10 hari lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

Menko Polhukam Rapat Koordinasi dengan Panglima TNI hingga Kapolri soal Situasi Papua, Ini yang Dibahas

16 hari lalu

Menko Polhukam Rapat Koordinasi dengan Panglima TNI hingga Kapolri soal Situasi Papua, Ini yang Dibahas

Pertemuan itu dilakukan untuk membahas berbagai situasi terakhir di Papua.

Baca Selengkapnya

Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

17 hari lalu

Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

Pertemuan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Komnas HAM tidak secara khusus membahas konflik di Papua dan upaya penyelesaiannya.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Bentrok TNI vs Polri di Sorong Tak Boleh Dianggap Hanya karena Salah Paham, Ini Alasannya

21 hari lalu

Pengamat Sebut Bentrok TNI vs Polri di Sorong Tak Boleh Dianggap Hanya karena Salah Paham, Ini Alasannya

Polda Papua Barat akan menyelidiki penyebab terjadinya bentrok TNI vs Polri di Sorong.

Baca Selengkapnya

Rangkulan Kapolri dan Panglima Pascabentrok Anggota Brimob vs TNI AL di Sorong

21 hari lalu

Rangkulan Kapolri dan Panglima Pascabentrok Anggota Brimob vs TNI AL di Sorong

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merangkul Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto saat ditanya soal bentrok personel Brimob dan TNI AL di Sorong

Baca Selengkapnya

Perubahan Istilah KKB Jadi OPM: Kronologi, Kritikan hingga Langkah Pendekatan TNI di Papua

22 hari lalu

Perubahan Istilah KKB Jadi OPM: Kronologi, Kritikan hingga Langkah Pendekatan TNI di Papua

Berikut kronologi perubahan istilah KKB menjadi OPM yang menuai kritik dari sejumlah pihak, serta pendekatan yang bakal dilakukan TNI di Papua.

Baca Selengkapnya

TNI Ubah Penyebutan Istilah KKB Jadi OPM, Apa Konsekuensinya?

23 hari lalu

TNI Ubah Penyebutan Istilah KKB Jadi OPM, Apa Konsekuensinya?

Perubahan istilah KST dan KKB menjadi OPM dianggap tidak akan menyelesaikan konflik, bahkan malah meningkatkan kekerasan

Baca Selengkapnya

Kapuspen Pastikan TNI Utamakan Operasi Teritorial di Papua Meski Ubah Istilah KKB

24 hari lalu

Kapuspen Pastikan TNI Utamakan Operasi Teritorial di Papua Meski Ubah Istilah KKB

Operasi teritorial merupakan pendekatan TNI yang dilakukan dengan mengajak semua pihak membangun dan mensejahterahkan masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

Begini Respons Komnas HAM soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM

24 hari lalu

Begini Respons Komnas HAM soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM

Komnas HAM perlu mempelajari implikasi dari kebijakan pemerintah dengan perubahan penyebutan dari KKB menjadi OPM.

Baca Selengkapnya