TEMPO.CO, Jakarta - Bentrok TNI vs Polri terjadi di pelabuhan Sorong, Papua Barat Daya pada Ahad, 14 April 2024. Bentrok antara personel TNI Angkatan Laut dan Brimob Polda Papua Barat itu terjadi tepat di pintu masuk ruang tunggu keberangkatan kantor Pelindo IV Sorong pada pukul 09.30 WIT.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengatakan perkelahian bermula dari adanya anggota TNI AL Marhanlan XIV /Sorong yang menegur personel Brimob Polda Papua Barat yang sedang berada di lokasi. Perselisihan yang berujung saling serang itu mengakibatkan 10 personel terluka, yang terdiri dari 4 anggota TNI dan 6 personel Brimob.
Kapolda Papua Barat Irjen Pol. Johnny Eddizon Isir mengatakan bentrok antara oknum TNI AL dan oknum Brimob di Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya (PBD) dipicu oleh salah paham. Namun dia tak mengungkap penyebab salah paham yang berujung saling serang dua kelompok aparat itu.
TNI dan Polri Diminta Jangan Menyederhanakan Masalah
Menanggapi pernyataan tersebut, pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai jajaran TNI AL dan Polda Papua Barat harus menjalankan investigasi dengan transparan untuk mengusut penyebab utama terjadinya bentrok TNI vs Polri di Sorong itu.
"Jangan menyederhanakan masalah hanya sekadar kesalahpahaman dan diselesaikan dengan salaman (saling memahami), saya kira tidak akan selesai. Harus diusut tuntas," kata dia di Jakarta, Senin, 15 April 2024 seperti dikutip Antara.
Fahmi menyebutkan pertikaian antara personel TNI dan Polri di lapangan bukanlah hal baru. Banyak dari peristiwa tersebut disebabkan oleh kesalahpahaman sehingga alasan tersebut sudah dianggap lumrah.
Dengan investigasi yang transparan, dia meyakini tingkat kepercayaan publik akan meningkat dan kedua belah pihak bisa mengambil tindakan tegas terhadap personel yang dianggap menjadi provokator. "Jangan dibiarkan difasilitasi arogansi dan main hakim sendiri," kata dia.
Dia juga menilai perlu adanya pembinaan sumber daya manusia dari jajaran pasukan hingga pimpinan untuk meredam sifat impulsif dan ego sektoral yang kerap jadi pemicu tindak kekerasan. Pengendalian emosi setiap personel, kata Fahmi, harus menjadi perhatian khusus TNI dan Polri agar tidak mudah tersulut dan berujung bentrok kembali.
Jika hal tersebut sudah dilakukan, Fahmi juga menyarankan kedua belah pihak menggelar kegiatan bersama demi menjaga sinergitas dan keharmonisan hubungan.