Vonis Sidang Kanjuruhan Menuai Kecaman dan Tangisan Keluarga Korban
Reporter
Tempo.co
Editor
Andry Triyanto Tjitra
Jumat, 17 Maret 2023 05:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN Surabaya) terhadap para terdakwa tragedi Kanjuruhan menyisakan tanda tanya besar dan kecaman dari para pegiat hak asasi manusia atau HAM. Tak hanya itu, vonis hakim juga membuat keluarga korban menangis menahan kecewa.
Amnesty International: Hakim dinilai gagal
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dinilai gagal memberikan keadilan kepada para korban kekerasan aparat dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Di mana keadilan bagi korban?," kata Usman dalam keterangan persnya, Kamis 16 Maret 2023.
Usman Hamid mengatakan, meskipun pihak berwenang sempat berjanji untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat dalam tragedi tersebut, nyatanya hal itu tak terbukti. Pasalnya, majelis hakim mengeluarkan putusan bebas dua perwira polisi dan vonis ringan untuk terdakwa lainnya.
"Kami mendesak pemerintah untuk memastikan akuntabilitas seluruh aparat keamanan yang terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan, termasuk mereka yang berada di tataran komando," kata Usman.
Usman Hamid mengatakan, untuk memberikan keadilan bagi para korban dan memutus rantai impunitas, adalah melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka dan independen.
"Kasus ini sekali lagi menunjukkan pola kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan yang mengakar kuat dan luas oleh aparat keamanan di Indonesia," kata Usman.
KontraS: Terkesan formalitas
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan vonis terdakwa tragedi Kanjuruhan terkesan hanya formalitas. Ini lantaran vonis yang diberikan sangat ringan bahkan sampai dibebaskan.
Menurutnya berdasarkan Konvensi Anti Penyiksaan dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pelaku penyiksan dan tindakan kejam seharusnya dipenjara minimal 5 sampai 15 tahun.
“Semestinya pelaku penyiksaan ataupun tindakan kejam lainnya dapat dipenjara minimal 5 sampai dengan 15 tahun, namun pada konteks ini memang hukuman yang diberikan terhadap pelaku terkesan hanya sebagai formalitas, apalagi terdapat pelaku yang dibebaskan.” ujar Fatia saat dihubungi pada Kamis, 16 Maret 2023.
Ia juga menemukan kejanggalan dalam proses peradilan tragedi Kanjuruhan. Salah satunya adalah adanya intimidasi dari polisi dan tidak transparanya rantai komando penembak gas air mata di lapangan.
Selanjutnya: Isatus Sa'adah menitikkan air mata...
<!--more-->
Tangisan keluarga korban
Isatus Sa'adah menitikkan air mata saat Majelis Hakim PN Surabaya memvonis bebas bekas Kepala Bagian Operasi Polres Malang Ajun Komisaris Wahyu Setyo Pranoto dalam perkara tragedi Kanjuruhan, Kamis, 16 Maret 2023. Bibirnya bergetar. Sesekali perempuan muda itu menyeka pelupuk matanya yang basah dengan punggung tangan.
Isatus ialah salah satu keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang memantau langsung jalannya sidang putusan di PN Surabaya. Adiknya, Wildan Ramadani, meninggal pada hari naas Sabtu malam, 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan akibat terimpit suporter lain saat berebutan keluar dari Pintu 13 tribun selatan. Wildan dan ribuan suporter panik karena semprotan gas air mata polisi.
Isatus mengaku kecewa dengan putusan hakim. Namun ia akan tetap berjuang untuk mendapatkan keadilan. "Kami telah koordinasi dengan keluarga korban yang lain untuk mencari keadilan selanjutnya. Terus terang kami kecewa dan tak puas dengan putusan hakim, mengapa sih tidak mempertimbangkan hilangnya 135 nyawa?" kata Isatus.
Ricky, kakak kandung korban tewas Bregi Andre Kusuma, juga menyayangkan putusan majelis hakim. Pelajar sekolah menengah kejuruan berusia 19 tahun ini menanyakan ke mana hati nurani keadilan hakim.
"Satu nyawa saja harusnya dihukum berat, lha ini 135 nyawa. Mengapa malah membebaskan dan menghukum ringan," kata dia.
Vonis terhadap 5 terdakwa Tragedi Kanjuruhan
Majelis Hakim PN Surabaya telah menjatuhi hukuman terhadap lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan dalam sidang vonis pada Kamis, 16 Maret 2023.
Kelima terdakwa itu atas nama AKP Has Darmawan (Danki III Brimob Polda Jawa Timur), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang), AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang), Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC), dan Suko Sutrisno (Security Officer).
Selanjutnya: Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim...
<!--more-->
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PN Surabaya menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap AKP Has Darmawan, kemudian Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas; Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan, dan Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara.
Tragedi Kanjuruhan ini terjadi pasca-laga lanjutan BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.
Kericuhan pecah akibat sejumlah Aremania, sebutan untuk suporter Arema FC, memaksa masuk ke dalam stadion setelah tim kesayangannya menderita kekalahan 2-3.
Aksi para Aremania itu dibalas polisi dengan melepaskan tembakan gas air mata. Akan tetapi tembakan itu tak hanya diarahkan ke penonton yang turun ke lapangan. Polisi juga melepaskan tembakan gas air mata ke arah tribun yang masih dipenuhi suporter Arema FC. Alhasil, mereka berdesakan keluar stadion. Naasnya, sejumlah pintu stadion saat itu dikabarkan tertutup sehingga korban berjatuhan setelah berdesak-desakan dan menghirup gas air mata.
Dalam penyidikannya, polisi menetapkan enam orang tersangka Tragedi Kanjuruhan. Selain tiga anggota polisi yang telah menjalani vonis, terdapat tiga terdakwa lainnya, yaitu Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita; Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris; dan Security Officer Suko Sutrisno. Akhmad Hadian Lukita saat ini masih berstatus tersangka karena berkasnya belum lengkap.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | KUKUH S. WIBOWO | MUHAMMAD FARREL FAUZAN
Pilihan Editor: Deret Vonis Terdakwa Kanjuruhan, 2 Polisi Divonis Bebas dan 1 Polisi 1,5 Tahun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.