Bentuk Tim Pemantau PPHAM, Jokowi Kembali Tunjuk Makarim Wibisono Cs
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 16 Maret 2023 12:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi membentuk Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat alias Tim Pemantau PPHAM. Makarim Wibisono dan beberapa orang lainnya yang mengisi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu alias Tim PPHAM kini kembali masuk ke tim baru bentukan Jokowi ini.
"Untuk melaksanakan rekomendasi Tim PPHAM," demikian bunyi pertimbangan dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau ini, yang diteken Jokowi, 15 Maret 2023.
12 pelanggaran HAM berat
Pada 11 Januari lalu, Jokowi mengakui soal adanya 12 pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Pengakuan disampaikan Jokowi usai menerima laporan dari Tim PPHAM.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi.
Adapun ke-12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang laporannya diserahkan kepada Presiden Jokowi siang ini, yakni Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.
Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, serta Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
"Saya menaruh simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, saya dan pemerintah untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi
Pengarah Tim Pemantau
Kini, Jokowi membentuk Tim Pemantau PPHAM yang langsung bertangung jawab ke presiden dan bekerja sampai 31 Desember 2023. Pertama, Tim Pemantau ini bertugas memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan pelaksanaan rekomendasi Tim PPHAM oleh kementerian dan lembaga.
Kedua, melaporkan ke Jokowi paling sedikit 6 bulan sekali dalam setahun atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Tim Pemantau terdiri dari dua unsur: tim pengarah dan tim pelaksana.
Tim pengarah diketuai Menteri Koordinator Politik Hukum Keamanan Mahfud Md dan wakil ketua Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Kemudian 19 menteri, pimpinan lembaga, jadi anggota. Tim pengarah ini pula yang nantinya akan menetapkan hasil pemantauan dan evaluasi pelaksaan rekomendasi.
Selanjutnya: Pelaksana Tim Pemantau
<!--more-->
Selanjutnya yaitu tim pelaksana yang dipimpin Sekretaris Kemenko Polhukam, yang sekarang dipegang Letnan Jenderal Teguh Pudjo Rumekso. Sekretaris Kemenko PMK Andie Megantara sebagai Wakil Ketua I. Pada posisi Wakil Ketua II diisi oleh Makarim Wibisono, Ketua Tim PPHAM yang juga mantan Pelapor Khusus PBB atas wilayah Palestina.
Selanjutnya, sjeumlah deputi di kedua Kemenko mengisi posisi Sekretaris, Wakil Sekretaris, hingga Anggota. Termasuk, Direktur Jenderal dari berbagai kementerian. Selain Makarim, beberapa mantan Tim PPHAM juga masuk dalam Tim Pemantau. Mereka yaitu:
1. Ifdhal Kasim
2. Suparman Marzuki
3. Mustafa Abubakar
4. Harkristuti Harkrisnowo
4. As'ad Said Ali
5. Kiki Syahnakri
6. Zainal Arifin Mochtar
7. Akhmad Muzakki
8. Komaruddin Hidayat
Sementara itu, tak ada nama mantan Rektor Universitas Cendrawasih Apolo Safanpo yang dulu masuk Tim PPHAM. Apolo memang diketahui sekarang sudah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan. Begitunpun dengan anggota Tim PPHAM Rahayu.
Sementara itu, ada beberapa nama baru yang masuk Tim Pemantau. Mereka yaitu Beka Ulung Hapsara, Choirul Anam, Rahayu Prabowo, Zaky Manuputi, Pastor John Djonga, Mugiyanto, dan Amiruddin.
Selain membentuk Tim Pemantau, Jokowi juga telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi PPHAM. Perintah diberikan kepada 19 menteri dan pimpinan lembaga.
Pilihan Editor: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, LPSK: Korban Butuh Bantuan Medis hingga Psikologis