Soal Putusan Penundaan Pemilu 2024, Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Hakim Lakukan 2 Pelanggaran

Reporter

Tika Ayu

Editor

Febriyan

Senin, 6 Maret 2023 19:19 WIB

Perwakilan LSM menunjukan bukti atas ketidak profesionalitasan dalam putusan hakim PN Jakpus mengenai penundaan Pemilu 2024, di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin, 6 Maret 2023. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih Saleh Alghifari, menilai ada dua poin pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait putusan penundaan Pemilu 2024. Saleh dan rekan-rekannya melayangkan laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut ke Komisi Yudisial pada hari ini, Senin, 6 Maret 2023.

"Melanggar peraturan kode etik dan perilaku Hakim yang telah dibuat oleh KY dan Mahkamah agung. Hal tersebut kita nilai dari dua poin di Kode Etik dan Peraturan Perilaku Hakim," katanya saat ditemui di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.

Pelanggaran pertama

Saleh mengatakan pelanggaran pertama terkait dengan profesionalitas hakim. Menurut dia, hakim harus melaksanakan tugasnya dengan pengetahuan yang luas.

Dalam kasus ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menilai majelis hakim mengabaikan Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 22 (e) ayat 1 yang mewajibkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali secara langsung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil.

"Petitum pada perkara ini yang seharusnya diperiksa oleh majelis hakim ini pada putusan sela tentang kompetensi absolut itu seharusnya tidak dilanjutkan. Walaupun tadi sudah disinggung juga ya tentang irisan dengan Teknis Yudisial dengan pertimbangan hukum dan independensi," ucapnya.

Advertising
Advertising

Saleh pun mengatakan seiring dengan perihal putusan yang ada menurutnya wajib dicurigai, apakah ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku.

"Tapi menurut kita karena ini sangat-sangat jauh melenceng nah ini wajib kita mencurigai, apakah di sini ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku," ucapnya.

Selanjutnya, pelanggaran kedua

<!--more-->

Pelanggaran kedua, menurut Saleh, terkait dengan yuridiksi majelis hakim dalam memutuskan perkara sengketa pemilu. Dia menyatakan perkara tersebut seharusnya diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ataupun Bawaslu.

"Tidak mencerminkan Hakim menerapkan pasal 7 ayat 1 yang mana melandaskan tindakannya menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang yang berlaku yaitu di undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu," ucapnya.

Berdasarkan dua hal itu, Saleh menyatakan bahwa jelas terjadi pelanggaran kode etik oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat dalam putusan penundaan Pemilu 2023.

Saleh menyatakan bahwa pihaknya dan Komisi Yudisial sama-sama menilai kasus ini serius. Karena itu, dia menilai KY seharusnya memprioritaskan masalah ini.

"Disampaikan bahwa jika dibutuhkan ini akan segera diperiksa berbarengan dengan Mahkamah agung melalui pemeriksaan bersama, kami berharap ini juga bisa dilakukan," kata dia.

Awal mula putusan penundaan Pemilu

Putusan kontroversial itu bermula ketika Partai Prima mengajukan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah dinyatakan tak lolos dalam tahap verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024.

Majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap majelis hakim yang diketuai oleh Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst," ujar hakim saat itu.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan yang dilakukan KPU sebagai pihak tergugat.

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan oleh faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.

Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem. Tanpa adanya toleransi atas apa yang terjadi tersebut, KPU menetapkan status Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta Pemilu 2024.

KPU lantas menyatakan mengajukan banding atas putusan tersebut. Mereka juga memastikan tidak ada penundaan Pemilu 2024 dan tahapan pemilu saat ini terus berjalan.

Berita terkait

Prabowo-Gibran Ajukan Permohonan Intervensi Gugatan PDIP di PTUN

26 menit lalu

Prabowo-Gibran Ajukan Permohonan Intervensi Gugatan PDIP di PTUN

Tim Hukum PDIP diketahui menggugat KPU karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum atas penerimaan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Baca Selengkapnya

PTUN Minta PDIP Perbaiki Gugatan terhadap KPU

1 jam lalu

PTUN Minta PDIP Perbaiki Gugatan terhadap KPU

PDIP mengajukan gugatan ke PTUN karena menganggap KPU melakukan perbuatan melawan hukum.

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

1 jam lalu

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

PDIP dan PPP mengklaim ribuan suara pindah ke partai lain dalam sidang sengketa Pileg di MK hari ini.

Baca Selengkapnya

PDIP Minta PTUN Buktikan KPU Lakukan Maladministrasi Penetapan Gibran Sebagai Cawapres

2 jam lalu

PDIP Minta PTUN Buktikan KPU Lakukan Maladministrasi Penetapan Gibran Sebagai Cawapres

Menurut Gayus Lumbuan, putusan PTUN bisa memvalidasi bahwa KPU telah melakukan maladministrasi dalam tahapan pilpres

Baca Selengkapnya

KPU Mengaku Bingung Soal Gugatan PDIP di PTUN: Belum Paham Mau Jawab Apa

3 jam lalu

KPU Mengaku Bingung Soal Gugatan PDIP di PTUN: Belum Paham Mau Jawab Apa

Kata KPU soal gugatan PDIP di PTUN

Baca Selengkapnya

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

3 jam lalu

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

PDIP menggugat KPU karena dinilai keliru dalam menghitung suara PAN di gelaran Pileg Kalsel.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Gugatan PDIP ke KPU di PTUN dan Prediksi Pakar

3 jam lalu

Perjalanan Gugatan PDIP ke KPU di PTUN dan Prediksi Pakar

Berikut perjalanan gugatan PDIP ke KPU di PTUN terkait pencalonan Gibran. Lantas, apa prediksi pakar terkait gugatan PDIP tersebut?

Baca Selengkapnya

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

3 jam lalu

Tim Hukum PDIP: Gugatan ke PTUN Bukan untuk Batalkan Pencalonan Gibran

Apa yang ingin dibuktikan PDIP di PTUN adalah apakah KPU terbukti melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

PDIP Berharap Putusan PTUN Jadi Pertimbangan MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran

4 jam lalu

PDIP Berharap Putusan PTUN Jadi Pertimbangan MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran

Kata PDIP soal upaya gugatan di PTUN.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

4 jam lalu

Hakim MK Naik Pitam Komisioner KPU Absen di Sidang Pileg: Sejak Pilpres Enggak Serius

Hakim MK Arief Hidayat menegur komisioner KPU yang tak hadir dalam sidang PHPU Pileg Panel III. Arief menilai KPU tak menganggap serius sidang itu.

Baca Selengkapnya