Pengacara Ferdy Sambo Sebut Richard Eliezer Berlindung di Balik Alasan Perintah Jabatan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Eko Ari Wibowo
Kamis, 29 Desember 2022 16:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah heran dengan alasan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang mengaku menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan alasan perintah jabatan.
Padahal, Febri mengatakan dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri mencantumkan bawahan wajib menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum, agama, dan kesusilaan.
“Jadi sangat aneh kalau ada pihak-pihak yang kemudian berusaha bebas dan mengorbankan pihak lain dengan alasan itu adalah perintah jabatan,” kata Febri Diansyah setelah sidang pembunuhan berencana Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 29 Desember 2022.
Ia mengatakan hal ini penting karena perkara ini menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang mana salah satu bagian dalam pasal itu adalah menyuruh melakukan pembunuhan. Febri menuturkan jangan sampai ada persepsi dan asumsi pasal menyuruh melakukan ini dihubungkan dengan perintah jabatan. Sebab, Polri tegas bawahan wajib menolak perintah atasannya yang melanggar norma dan hukum.
“Disiplin itu bukan berarti mengikuti apa semuanya, yang benar ataupun yang salah. Disiplin harusnya dalam konteks mengikuti yang benar. Jadi sudah benar Perkapolri yang mewajibkan bawahan untuk menolak perintah atasan yang melawan hukum,” kata Febri.
Pakar hukum sebut yang menjalankan perintah jabatan tak bisa dipindana
Sebelumnya, ahli pidana Albert Aries menyampaikan bahwa dalam melaksanakan perintah jabatan, seseorang lebih memilih melaksanakannya tanpa berpikir soal pidana.
Albert, yang juga merupakan tim pembahas serta juru bicara Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ini menjadi saksi meringankan Richard Eliezer pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 28 Desember 2022.
Albert, dalam kesaksiannya, menyampaikan bahwa Richard tidak bisa dipidana karena mendapat perintah penembakan dari atasannya yaitu Ferdy Sambo.
Mulanya, penasihat hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy menanyakan soal substansi Pasal 51 ayat 1 KUHP. Pada pasal tersebut membahas soal perintah jabatan atau amtelidjk bevel.
Selanjutnya: penjelasan Pasal 51 ayat 1 KUHP...
<!--more-->
“Bagaimana substansi dan makna dari ketentuan dari Pasal 51 ayat 1 KUHP tentang perintah jabatan atau amtelidjk bevel sebagai salah satu alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar?” tanya Ronny pada Albert.
Albert pun menjawab bahwa seorang terdakwa dalam hal ini tidak dapat dipidana karena pasal 51 ayat 1 KUHP. Hal tersebut karena secara redaksi pada pasal tersebut tertulis tidak bisa dipidananya seseorang karena mendapat perintah jabatan.
“Jika yang ditanyakan penasihat hukum Pasal 51 ayat 1 maka redaksionalnya adalah tidak dipidana orang yang melakukan suatu perbuatan pidana karena adanya perintah jabatan atau amtelidjk bevel yang diberikan penguasa yang berwenang,” jawab Albert.
Richard Eliezer, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, mengaku diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Yosua saat ia dipanggil ke lantai tiga rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022.
Saat itu Ferdy Sambo menyampaikan perintah ke Richard agar dia membunuh Yosua. Sebab, kata dia, kalau dia sendiri yang membunuh tidak akan ada yang membela. Ferdy Sambo pun menyampaikan rencananya.
“Jadi gini Chad, lokasinya di 46 (rumah dinas). Nanti di 46 itu Ibu dilecehkan oleh Yosua, terus Ibu teriak kamu respons, terus Yosua ketahuan. Yosua tembak kamu, kau tembak balik Yosua, Yosua yang meninggal,” kata Richard menirukan perintah Ferdy Sambo saat menjadi saksi mahkota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 13 Desember 2022.
Richard mengaku Putri Candrawathi saat itu sempat berbicara dengan Ferdy Sambo. Meski tidak terdengar jelas, Richard mengatakan Putri menyinggung soal CCTV dan sarung tangan.
Richard bahkan mengaku melihat Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam dan memberikannya sekotak amunisi 9 milimeter, serta memerintahkannya mengisi amunisi pistol Glock-17 miliknya.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.
EKA YUDHA SAPUTRA | HAMDAN CHOLIFUDIN ISMAIL
Baca: Kuasa Hukum Ferdy Sambo Bantah Kliennya Miliki Pistol Glock-19 yang Diduga Dipakai Tembak Yosua