Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat
Reporter
Ima Dini Shafira
Editor
Juli Hantoro
Selasa, 29 November 2022 20:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kendati selangkah lagi disahkan jadi Undang-Undang, koalisi masyarakat sipil menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP masih memuat sejumlah pasal bermasalah. Salah satunya, pasal 188 mengenai penyebaran paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Dalam draf RKUHP versi 24 November 2022, pasal 188 mengatur tentang Penyebaran atau Pengembangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau Paham Lain yang Bertentangan dengan Pancasila. Ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan paham tersebut dipidana penjara paling lama 4 tahun.
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, menerangkan bahwa klausa “paham lain yang bertentangan dengan Pancasila” dimaksudkan untuk menjangkau segala paham yang pada dasarnya bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila sebagai ideologi dan norma dasar bernegara.
Ia mengatakan pasal ini tidak akan mencederai kebebasan berpikir dan berpendapat, sepanjang ekspresinya tidak untuk menyebarkan atau mengembangkan paham tersebut.
Baca juga: Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP
“Kebebasan berpikir dan berpendapat masyarakat tentu dijamin penuh oleh Konstitusi UUD 1945, sepanjang ekspresinya tidak untuk menyebarkan atau mengembangkan paham yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila,” kata Albert kepada Tempo, Selasa, 29 November 2022.
Selanjutnya perbandingan dengan UU Ormas...
<!--more-->
Sebagai perbandingan dalam konteks yang berbeda, Albert mencontohkan pasal 59 ayat 4 huruf c Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Dia mengatakan pasal ini turut mengatur bahwa Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
“Sependek yang saya ketahui, pasal ini pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi dan tidak pernah dibatalkan keberlakuannya,” ujarnya.
Albert mengatakan ada pengecualian dalam pasal 188 yang tertuang dalam ayat 6. Ayat ini berbunyi “Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan”.
Albert menerangkan yang dimaksud kajian untuk kepentingan ilmu pengetahuan di antaranya mengajar, mempelajari, memikirkan, menguji, dan menelaah di lembaga pendidikan maupun penelitian dan pengkajian tanpa bermaksud menyebarkan atau mengembangkan ajaran tersebut.
“Kalau ada yang mengembangkan atau menyebarkan paham yang bertujuan mengganti atau mengubah Pancasila sehingga akan berdampak pada NKRI yang tidak boleh diubah berdasarkan pasal 37 ayat 5 UUD 1945, menurut Anda benar atau salah?,” ujar Albert.
Sementara itu, anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menilai perlu ada tafsir ketat terhadap pasal 188 RKUHP. Sehingga, pasal ini tidak disalahgunakan dan menjadi pasal karet.
“Khusus untuk pasal 188 memang perlu adanya tafsir yang ketat agar tidak disalahgunakan dan menjadi pasal karet,” kata Taufik kepada Tempo, Selasa, 29 November 2022.
Kendati demikian, mengingat RKUHP sudah disetujui di tingkat I, ia menyarankan adanya panduan penerapan pasal 188 bagi aparat penegak hukum. Menurut dia, panduan penerapan pasal ini penting dalam rangka menjaga nilai demokrasi dan kepastian hukum.
“Ke depan saya menyarankan adanya panduan bagi penerapan pasal tersebut bagi aparat penegak hukum dalam kerangka menjaga nilai demokrasi dan kepastian hukum,” ujarnya.
Taufik menjelaskan, draf RKUHP sudah banyak berubah secara signifikan dibandingkan draf awal versi 2019. Dia mengatakan hal-hal yang dikhawatirkan koalisi masyarakat sipil telah diubah dalam rumusan RKUHP.
Dia menjelaskan, perubahan ini ditunaikan dengan mengubah norma, rumusan, dan menambah penjelasan. “Sehingga diharapkan kritikan terhadap RKUHP didasarkan pada rumusan terakhir dan proses menuju perubahan tersebut juga dapat dilihat,” kata dia.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menggelar orasi pada Minggu, 27 November 2022, dengan tuntunan menolak pengesahan RKUHP. Dalam aksi tersebut, koalisi menyampaikan pasal-pasal RKUHP yang dianggap bermasalah.
Unjuk rasa ini digelar di Bundaran HI, Jakarta, pada saat car free day. Koalisi masyarakat tersebut terdiri dari beberapa lembaga swadaya masyarakat di antaranya KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia.
Dalam orasi tersebut, total ada 10 pasal yang dinilai bermasalah, namun malah dipertahankan di dalam RKUHP. Salah satunya pasal mengenai penyebaran paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Pasal ini dikhawatirkan akan memberangus ide-ide kritis di tengah masyarakat. Koalisi menilai pasal ini mengeksploitasi Pancasila untuk mengekang pendapat masyarakat sebagaimana hal tersebut terjadi di jaman orde baru.
Baca juga: Ketua Komisi III DPR Perkirakan RKUHP Disahkan Sebelum Masa Reses
IMA DINI SHAFIRA | MIRZA BAGASKARA