Pidato di Muktamar Muhammadiyah, Haedar Nashir Ajukan 3 Pertanyaan Introspektif
Reporter
Septia Ryanthie
Editor
Juli Hantoro
Minggu, 20 November 2022 00:34 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Muktamar Muhammadiyah yang digelar di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu, 19 November 2022 malam telah sampai pada tahapan pemilihan anggota pimpinan pusat organisasi itu untuk masa jabatan 2022-2027.
Pemilihan sebanyak 13 calon anggota tetap PP Muhammadiyah itu dilakukan secara e-voting, mulai pukul 20.00 WIB. Peserta tahapan ini adalah dari pimpinan pusat, perwakilan pimpinan wilayah, perwakilan pimpinan daerah, dan perwakilan organisasi otonom dengan jumlah sekitar 2.700 suara dari 34 wilayah.
Adapun rangkaian kegiatan Muktamar Muhammadiyah pada Sabtu ini, telah dimulai sejak siang hari, di antaranya sidang pleno yang menghadirkan Pidato Iftitah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, di depan peserta muktamar.
Baca juga; Buka Muktamar Muhammadiyah, Jokowi Bilang Syiar Islam di Indonesia Paling Terbuka
Dalam pidato itu, Haedar Nashir melalui mimbar panggung sidang muktamar, menyampaikan 3 pertanyaan instrospektif bagi muktamirin yang hadir di Kota Solo itu.
Dalam pandangan Haedar Nashir, Muhammadiyah tumbuh berkembang menjadi kekuatan strategis bangsa tingkat nasional dan internasional.
“Muktamar kali ini dilaksanakan bersamaan dengan MIlad 110 tahun yang jatuh pada hari kemarin ketika kita melaksanakan tanwir Muhammadiyah (Ahad, 6 November 2022),” kata Haedar.
Selanjutnya ada pertanyaan besar...
<!--more-->
Disampaikan Haedar, usia 110 tahun merupakan perjalanan panjang dan Muhammadiyah jadi satu-satunya organisasi Islam tertua yang masih bertahan menjadi organisasi terbesar.
“Kesyukuran kita itu tentunya harus kita jadikan modal strategis kita melangkah ke depan menjadi lebih baik lagi sehingga Muhammadiyah dalam mengembangkan misi dakwah dan tajdid menjadi kekuatan yang lebih berkualitas bahkan unggul dalam berbagai aspek kehidupan yang jadi bidang garap,” kata dia.
Haedar mengatakan, ada pertanyaan besar yaitu bagaimana spirit Muhammadiyah mengemban misi Waltakum mingkum ummatuy yad'na ilal-khairi wa ya`murna bil-ma'rfi wa yan-hauna 'anil-mungkar sekaligus juga membangun khoiru ummah yang menjadi cita-cita organisasi itu dapat diformulasikan untuk mewujudkan masyarkat Islam yang memberi rahmat semesta alam.
“Gerak kemajuan ini tentu jadi agenda kita untuk bermuhasabah, berintrospeksi bagaimana dalam usia 110 tahun kita bisa mengagregasikan kemajuan dan etos kemajuan yang sudah kita miliki dan pada saat yang sama kita tahu kekurangan dan kelemahannya. Kita sudah cukup untuk mendaftar kemajuan-kemajuan yang kita peroleh dan itu bentuk dari tasyakur kita,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.
Haedar mengatakan, sekarang Muhammadiyah menghadapi dinamika baru dalam kehidupan manusia di tingkat global maupun dinamika internal dari wilayah, daerah cabang dan ranting yang memiliki kondisi beragam.
“Sehingga sejumlah pertanyaan sebagai wujud kita dalam bermuhasabah dapat dimunculkan. Pertama, kita bisa bertanya apakah jamaah di ranting, kawasan masjid, musala dan pengajian dan berbagai aktivitas keagamaan dan kemasyarakatan di masyarakat lingkungan Muhammadiyah yang ada masih tergarap dengan baik bahkan semakin baik atau mengalami stagnasi bahkan kita teralienasi dari dinamika yang terjadi,” kata Haedar.
Menurut dia, pertanyaan tersebut penting untuk menjadi bahan renungan seluruh muktamirin agar bisa mengetahui kondisi yang dimiliki di tingkat basis akar rumput.
Kedua Muktamar yang lalu, Muhammadiyah punya program bagus yaitu dakwah komunitas sebagai mata rantai dakwah kultural bahkan lebih ke belakang lagi satu mata rantai dari gerakan jamaah dan dakwah jamaah tahun 1968.
“Pertanyaan kita apakah dakwah komunitas kita yang telah jadi keputusan muktamar itu betul-betul jadi program terlaksana di tempat kita maisng-masing. Bahkan syukur kalau ada model dari kawasan ranting, cabang dan daerah serta kawasan yang memiliki best practice dari program gerakan jamaah dan dakwah jamaah,” katanya.
Saat ini warga Muhammadiyah, lanjutnya, ketika pergi ke daerah atau cabang-cabang masih suka mendengar, ada masjid tidak tergarap bahkan ada yang pindah tangan ke tempat pihak lain, maka anggota Muhammadiyah perlu bertanya seberapa jauh dakwah komunitas itu berjalan.
"Dua pertanyaan ini saja sudah cukup menjadi bahan refleksi kita di tengah apa yang kita sebut dinamika kemajuan dan prestasi yang kita alami,” katanya.
Selanjutnya Muhammadiyah diuji...
<!--more-->
Menurut Haedar, Muhammadiyah sekarang diuji dalam konteks nasional dan global yang niscaya organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu hadir sebagai kekuatan strategis.
"Jika orang mengatakan Muhammadiyah gerakan modern terbesar, gerakan reformis terbesar tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, maka bagaimana Muhammadiyah hadir di tengah dinamika itu?" ucapnya.
Ia menyatakan Muhammadiyah memang punya tradisi besar yang punya produktivitas sebagai organisasi yang sejak awal punya pondasi agama kokoh, sistem organisasi bagus, SDM waktu itu dianggap berkualitas dan lebih penting lagi peran-peran kemasyarakatan lewat amal usaha sudah jadi milik umum.
Dalam konteks itu, Haedar melihat Muhammadiyah perlu menyelesaikan positioning yang dimiliki, bahwa sejatinya dalam tradisi besar itu maka Muhammadiyah harus selesai dengan dirinya sendiri.
“Ketika kita berinteraksi di dalam dinamika lokal regional mestinya soal trust, muruwahj soal integritas, pondasi nilai keislaman dan ke-muhammadiyah-an kita sudah selesai tidak ada lagi keraguan dan saling meragukan antardiri kita,” ujarnya.
Hal ini bertujuan agar Muhammadiyah punya keleluasaan untuk membuka sebanyak dan seluas mungkin radius gerakan dalam dinamika lokal regional dan global di tengah dinamika gerakan lain yang saat bertumbuh pesat dengan berbagai segmen dan orientasi gerakan.
Ada beberapa tempat rumah sakit milik orang, sekolah milik orang yang bertumbuh besar jadi sekolah dan RS unggulan.
“Tentu kita perlu melihat diri kita sendiri di tengah dinamika ini apakah kita mau bersifat pasif, apologi atau bersifat proaktif dan konstruktif bahkan melakukan langkah bersifat kompetitif,” katanya.
Baca juga: Haedar Nashir Tanggapi Pernyataan Amien Rais Minta Muktamirin Tak Pilih Calon yang Keluar Masuk Istana
SEPTHIA RYANTHIE