Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat, Menkumham: Pemerintah Tak Bisa Melawan Putusan MA
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 9 September 2022 13:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan program bebas bersyarat yang dijalani 23 napi korupsi sudah sesuai ketentuan. Kader PDI Perjuangan ini menegaskan kalau pemerintah tidak mungkin melawan apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Kita harus sesuai ketentuan saja, itu aturan UU-nya begitu," kata Menkumham saat ditemui usai rapat terbatas di Istana Negara, Jumat, 9 September 2022.
Yasonna mengingatkan bahwa sudah ada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa narapidana berhak mendapatkan remisi. "MK mengatakan bahwa narapidana berhak remisi, jadi kan sesuai prinsip non diskriminasi," ujarnya.
Keputusan MK ini terbit 30 September 2021. Dalam putusan uji materi terhadap beberapa pasal di Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan yang diajukan O.C. Kaligis. PP tersebut biasa disebut PP mengatur pengetatan pemberian remisi untuk koruptor, terorisme, dan narkoba.
Selain itu, kata Yasonna, PP 99 pun juga diuji di MA. Sehingga pada 29 Oktober 2021, MA mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam beleid ini. Oleh sebab itu, Yasonna menyebut pemerintah pun menyesuaikan keputusan yudikatif ini dalam penyusunan UU Permasyarakatan.
UU ini telah diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan resmi berlaku pada 3 Agustus. UU ini tidak mengatur pengetatan remisi bagi koruptor. "Enggak mungkin lagi kita melawan aturan dari keputusan judicial review terhadap UU yang ada," ujar Yasonna.
Seperti sikap yang juga disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md, Yasonna juga menegaskan pemerintah tak bisa lagi mengintervensi. "Ya itu kan UU," ujarnya.
23 Napi Korupsi
Sebelumnya selama dua hari ini para napi korupsi menjalankan program bebas bersyarat. Mereka adalah Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan hari ini, adik Atut, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan.
Menurut Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti total ada 23 narapidana koruptor menerima program pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM RI.
"Adapun narapidana tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK pembebasan bersyarat-nya langsung dikeluarkan pada 6 September 2022," kata Rika dalam keterangannya, Rabu, 7 September 2022.
Kamis kemarin, Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah tidak dapat mengintervensi narapidana kasus korupsi yang mendapat program bebas bersyarat ini. “Ya begini, kalau pemerintah itu tidak boleh ikut campur, ya urusan pembebasan itu pengadilan, remisi, dikurangi dan lain-lain itu kan pengadilan yang menentukan. Apakah dibebaskan, dikurangi hukumannya dan sebagainya,” kata dia.
Apabila hakim sudah berpendapat, kata dia, maka keputusan yang dikeluarkan tidak dapat diikutcampuri dan perlu untuk dihormati. Sebab, ia menyebut hal tersebut merupakan proses ketatanegaraan.
Sejalan Putusan MA
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej juga memastikan pembebasan bersyarat 23 narapidana koruptor sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Eddi, sapaannya, mengatakan bahwa kebijakan itu merujuk kepada UU Permasyarakatan.
"Begini, jadi kita punya UU pemasyarakatan yang baru, yakni UU Nomor 22 Tahun 2022. Ini seperti blessing in disguise dalam pengertian bahwa UU pemasyarakatan ini in line dengan putusan Mahkamah Agung yang terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 [Tahun 2012]," kata dia.
Mengacu pada UU tersebut, kata Eddi, maka pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana semua sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab UU ini mengembalikan semua hak dari terpidana tanpa ada diskriminasi, sehingga ditegaskannya kembali pembebasan bersyarat terhadap para mantan koruptor sudah sesuai aturan.
"Sekali lagi UU Nomor 22 tahun 2022 itu mengembalikan semua hak dari seorang terpidana tanpa suatu diskriminasi. Dan itu kan menjadi hukum yang positif. Jadi kami memberikan [pembebasan syarat] sesuai aturan," kata dia.
Selanjutnya: Kritik ICW...
<!--more-->
Dulu saat MK mengabulkan uji materi PP 99, kritik sudah datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menilai MA tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan dikabulkannya uji materi atas PP tersebut.
“Regulasi yang dianggap pro terhadap pemberantasan korupsi, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 malah dibatalkan oleh Mahkamah Agung,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Sabtu, 30 Oktober 2021.
Setelah sejumlah pasal di PP dicabut, terbitlah UU Permasyarakatan. Peneliti ICW Lalola Ester turut andil dalam pemberian bebas bersyarat 23 narapidana kasus korupsi. Sebab, aturan pembebasan bersyarat bersifat umum dan mudah dipenuhi oleh koruptor.
Semula Pasal 43A di PP 99 menyebutkan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi mesti menjadi justice collaborator alias bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu perkara. Namun, Lola mengatakan PP ini telah dicabut MK.
Sementara dalam UU Pemasyarakatan, Pasal 10 menyebutkan pembebasan bersyarat dapat dilakukan dengan memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program binaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
"Dalam UU Pemasyarakatan tidak disebutkan untuk narapidana koruptor mesti menjadi justice collaborator, sifatnya umum” kata Lalola saat dihubungi, Kamis, 8 September 2022.
Baca: Jaksa Pinangki Bebas Bersyarat, Bagaimana Prosedurnya?