Alibi yang Dibuat Ferdy Sambo di Kasus Pembunuhan Brigadir J
Reporter
Tempo.co
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 18 Agustus 2022 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Ferdy Sambo kini harus mendekam di ruang tahanan khusus Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang diduga telah menyebabkan kematian sang ajudan, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Yosua diketahui tewas di rumah Ferdy Sambo pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Namun Sambo baru melaporkan peristiwa ini ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada sekitar pukul 10 malam.
Kepala Kapolri, Sambo mengatakan Yosua tewas akibat baku tembak dengan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. Kasus ini baru diumumkan ke publik tiga hari kemudian dengan keterangan yang persis sama dengan laporan Ferdy Sambo ke Kapolri.
Dalam keterangannya, polisi menyebut terjadi tembak menembak antara Bharada E dengan Brigadir J. Pemicunya diduga, kata polisi, karena pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Dalam peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan itu, polisi menyebut Bharada E menembak tujuh kali dengan lima kali luka tembak di tubuh Brigadir J.
Keterangan polisi itu kemudian dinilai janggal oleh keluarga Brigadir Yosua. Apalagi setelah mereka melihat adanya beberapa keganjilan luka di tubuh Yosua.
<!--more-->
Kapolri kemudian membentuk tim khusus untuk mengusut kasus kematian Yosua. Dalam pemeriksaan, saksi saksi menyebut peristiwa yang terjadi mengarah pada pembunuhan.
"Irjen Ferdy menyuruh dan membuat skenario peristiwa seoalah olah ada tembak menembak," kata Kepala Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto.
Bharada E yang sebelumnya mengaku melakukan tembak menembak dengan Yosua akhirnya mencabut pengakuannya.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo, Richard yang sebelumnya kukuh dengan cerita awal soal penembakan Yosua akhirnya goyah.
Setelah ditemui seorang petinggi Mabes Polri yang menjelaskan bahwa Richard terancam hukuman setidaknya 15 tahun penjara jika tak menyampaikan kejadian sebenarnya di rumah dinas Ferdy Sambo.
Petinggi ini mengingatkan karier Richard di kepolisian bisa berakhir dan derita orang tuanya jika hidupnya berakhir di penjara. Setelah menelepon orang tuanya, Richard akhirnya buka suara.
Kapolri Listyo Sigit kemudian memanggil Bharada E ke ruangannya. Listyo ingin mendengar sendiri pengakuan Richard. Dia kemudian bertanya ke Richard mengapa pada pemeriksaan pertama ajudan Sambo itu mengaku yang menembak. Richard mengatakan ia takut terjadi hal tak diinginkan karena ia berencana menikah.
Richard lalu menuliskan pengakuan dan kronologi pembunuhan Brigadir J. Listyo mengatakan Richard menulis pengakuan itu selama enam jam. "Setelah itu baru ditungkan ke dalam berita acara pemeriksaan dan disumpah," kata Listyo.
Dalam pemeriksaan lanjutan, Richard menambahkan fakta lain. Ia mengaku menembak Yosua atas perintah san bos Ferdy Sambo. "Dia juga menyampaikan bahwa FS ikut menembak," kata Listyo seperti dikutip dari Majalah Tempo.
Sambo, menurut Richard mengakhiri eksekusi itu dengan menembak dua kali bagian belakang kepala Yosua.
Ferdy kemudian menembaki tembok di sekitar tangga sebanyak tiga kali. Setelah itu ia mengoleskan sisa jelaga di sarung tangan hitamnya ke tangan Yosua. Menurut polisi, jelaga yang tertinggal di sarung tangan Ferdy menunjukkan ia menembak dari jarak 16 sentimeter lebih dari kepala Yosua. Olesan jelaga itu diduga untuk membuat alibi terjadi tembak menembak.
Hanya sarung tangan itu kini entah di mana. "Dia buang di jalan," kata Wali Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono yang memeriksanya.
Ferdy Sambo yang awalnya mengelak, kemudian mengakui semua pengakuan Bharada E. Pengakuan dan sarung tangan ini yang meyakinkan polisi guna mengenakan pasal pembunuhan berencana kepada Ferdy Sambo.
Baca selengkapnya di Majalah Tempo
LINDA TRIANITA, MAHARDIKA, SETRI YASRA