Hari Ini 77 Tahun Lalu, Sukarni Cs Culik Soekarno-Hatta
Reporter
Non Koresponden
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 16 Agustus 2022 21:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kalau tak ada Sukarni Cs, Soekarno-Hatta tak akan memproklamasikan Indonesia pada 17 Agustus 2022. Mengutip laman setneg.go.id, pada 15 Agustus 1945, bertepatan dengan Jepang yang menyerah kepada Sekutu, berlangsung perdebatan serius antara pemuda Sukarni dengan Soekarno- Hatta mengenai Proklamasi.
Pada 12 Agustus 1945, pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi bertemu Soekarno, Mohammad Hatta , dan Radjiman Wedyodiningrat di Dalat, Saigon, Vietnam. Dalam pertemuan itu, Terauchi mengatakan pengeboman yang dilakukan Sekutu terhadap Hiroshima dan Nagasaki serta rentetan kekalahan Jepang di Perang Asia Timur Raya menyebabkan “saudara tua” berada di ujung tanduk. Jepang tak lama lagi akan takluk oleh Sekutu.
Oleh sebab itu, Terauchi menyarankan Indonesia agar segera bersiap menyusun kemerdekaannya. “Kapan pun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh dinyatakan,” kata Terauchi. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia dinyatakan setidaknya pada 24 Agustus, seperti diungkap A.J. Sumarmo dalam Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pemuda Mendesak
Perdebatan itu terjadi sekira pukul 22.00 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, rumah Soekarno. Golongan pemuda bersikukuh meminta Bung Karno dan Bung Hatta menyegerakan pelaksanaan pembacaan proklamasi.
“Sekarang Bung, sekarang! Malam ini juga kita kobarkan revolusi!” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota untuk mengusir tentara Jepang, sebagaimana digambarkan Lasmidjah Hardi dan Ahmad Soebardjo. Sukarni turut menimpali dengan berapi-api, “Kita harus segera merebut kekuasaan!” “Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami!” seru pemuda yang lain.
Wikana mengancam, jika Bung Karno tak memproklamasikan kemerdekaan Indonesia malam itu juga, akan berakibat pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok harinya. Ancaman Wikana menyulut amarah Bung Karno, dia berdiri dan mendatangi pemuda itu sembari berkata. “Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!” kata Soekarno.
Bung Hatta kemudian memperingatkan Wikana, bahwa Jepang adalah masa silam. Menurut Bung Hatta, yang menjadi tantangan saat itu adalah Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjajah Indonesia. Bahkan, kata Bung Hatta, jika Wikana tak setuju dengan perkataannya dan telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, mengapa tak dirinya saja yang memproklamasikan kemerdekaan itu. “Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu?” kata Bung Hatta.<!--more-->
Para pemuda tetap bersikukuh meminta proklamasi diumumkan malam itu juga. Menurut mereka, Indonesia tak perlu menunggu hingga kemerdekaannya diberikan oleh Jepang sebagai hadiah. Kendati Jepang telah menyerah dan takluk dalam Perang Asia Timur Raya seusai Nagasaki dan Hiroshima dibom oleh tentara Sekutu.
“Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan kemerdekaannya? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa?” kata mereka.
Setelah amarahnya mereda, Bung Karno kemudian mengatakan kepada para pemuda mengenai pertimbangannya untuk tak buru-buru memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Menurut Soekarno, kekuatan segelintir para pemuda yang berapi-api, yang rela mengorbankan jiwa dan raga itu tak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Belanda.
Alasan lainnya, menunda proklamasi karena Indonesia belum bisa menjamin keamanan untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak, serta bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan. “Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu?” kata Bung Karno dengan tenang. “Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri.”
Ucapan Bung Hatta dan Bung Karno tak menyurutkan semangat para pemuda. Bung Karno akhirnya mengatakan dirinya tak dapat mengambil keputusan sendiri dan harus berunding dengan tokoh lainnya. Para pemuda setuju dan memperkenankan Bung Karno untuk berunding. Setelah berunding dengan Ahmad Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro, Bung Hatta menyampaikan keputusan bahwa usul para pemuda ditolak karena kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta.
Peristiwa Rengasdengklok
Mendengar penjelasan Bung Hatta, para pemuda tidak puas. Mereka mengambil keputusan yang menyimpang, menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang. Sukarni dan kawan-kawan kemudian membawa Soekarno - Hatta ke Rengasdengklok.
Peristiwa itu terjadi pada 16 Agustus 1945, pukul 04.00 dini hari. Meski sangat kecewa dengan keputusan golongan pemuda yang tak mau mendengarkan perkataannya, Soekarno terpaksa menurut. Apalagi menilik kondisi saat itu yang memanas antara golongan muda dan golongan tua.
Sejarawan Taufik Abdullah melukiskan peristiwa Rengasdengklok sebagai peristiwa penting karena berkaitan dengan tanggal Proklamasi. Sehari penuh Soekarno dan Hatta “disandera” Sukarni cs. Namun tak ada yang berani menekan keduanya. Sukarni dan kawan-kawan hanya dapat mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya, seperti rencana para pemuda di Jakarta. Tapi, Bung Karno dan Bung Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana awal.
Kendati begitu, akhirnya Bung Karno bersedia untuk menyegerakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di hadapan Shodanco Singgih, Bung Karno mengatakan proklamasi akan dibacakan setelah kembali ke Jakarta. Bung Karno dan Bung Hatta dijemput rombongan Ahmad Soebardjo dari Jakarta. <!--more-->
Jaminan Soebardjo
Sebelum membawa keduanya kembali ke Jakarta, Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Malam harinya, di kediaman Laksamana Maeda, bersama Bung Hatta Hatta, dan Ahmad Soebardjo, Bung Karno membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun golongan pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Ahmad Soebardjo, di ruang makan rumah Laksamana Maeda itulah rumusan teks Proklamasi disusun menjelang tengah malam. Bung Karno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Sedangkan Bung Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan dan diketik oleh jurnalis Sayuti Melik.
Pada Jumat, 17 Agustus 1945 Masehi atau 17 Ramadan 1365 Hijriah, tepat pukul 10.00 pagi, naskah Proklamasi dibacakan oleh Bung Karno didampingi Bung Hatta di rumah Soekarno.
Pembacaan naskah proklamasi dilanjutkan dengan pengibaran Bendera Merah Putih hasil jahitan Fatmawati, istri Bung Karno menandakan Indonesia merdeka. Sejarah mencatat, berkat desakan Sukarni dan kawan-kawan, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan lebih cepat menjadi 17 Agustus 1945.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: Mengenal Sukarni, Penculik Bung Karno ke Rengasdengklok