Misteri Kematian Brigadir J di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Ini kata LBH Jakarta
Reporter
Mutia Yuantisya
Editor
Febriyan
Kamis, 21 Juli 2022 22:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berpandangan bahwa kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang meninggal di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo berdampak terhadap kelompok rentan, khususnya istri Kadiv Propam maupun anggota keluarga lain yang saat kejadian berada di lokasi.
“Sehingga pemulihan kondisi fisik maupun psikis serta proses hukum yang berkeadilan harus diutamakan,” kata perwakilan LBH Jakarta Teo Reffelsen dalam keterangannya, Kamis, 21 Juli 2022.
LBH Jakarta turut menyampaikan sejumlah pandangannya terkait kasus ini, di antaranya:
Polri belum mengambil sikap yang tegas dan jelas, bahkan terdapat kecenderungan sikap mendua dalam kasus ini. Di satu sisi, kata Teo, petinggi Polri menyampaikan komitmennya untuk menuntaskan kasus dengan membentuk tim gabungan.
Namun di sisi lain, tindakan Polri terkesan menghalang-halangi kerja jurnalistik. Hal ini terlihat dari intimidasi yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap wartawan yang meliput di sekitar rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo.
“Kami meragukan bahwa tim gabungan yang dibentuk Kapolri mampu untuk mengungkap secara utuh fakta yang sebenarnya terjadi dan memproses pelaku lapangan dan pelaku intelektualnya,” ujarnya.
Ia mengatakan khawatirnya, tim gabungan hanya dibentuk sebagai formalitas belaka untuk menampilkan keseriusan semu Polri di tengah desakan publik agar Polri mengungkap kasus kematian Brigadir Yoshua.
“Berkaca pada pengalaman sebelumnya, tim gabungan serupa pernah dibentuk untuk mengungkap kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan. Namun, tim tersebut justru hanya mampu mengungkap pelaku pada level lapangan dan bahkan diduga kuat pelaku tersebut bukanlah pelaku yang sebenarnya,” ujarnya.
Perbedaan keterangan antara pihak Polri dengan keluarga mengenai luka yang bersarang di tubuh mendiang Brigadir Yoshua merupakan fakta yang tidak boleh dianggap remeh. Berdasarkan pemberitaan dan isu yang berkembang di ruang publik, disinyalir terdapat distorsi terhadap hasil autopsi.
Menurut penuturan warga sekitar rumah Irjen Ferdy Sambo, tidak terlihat adanya ambulans paska kejadian. Fakta ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk segera ditindaklanjuti dengan melakukan autopsi ulang oleh lembaga atau organisasi profesi dokter spesialis forensik yang independen terhadap jenazah Brigadir J sebagai second opinion guna ditemukan fakta yang sebenarnya.
Dugaan penghilangan dan penyembunyian alat bukti karena terdapat keterangan bahwa CCTV di rumah Dinas Kadiv Propam mati. Sebab, dekodernya rusak dan dekoder CCTV yang terpasang di Komplek Perumahan Kadiv Propam diganti oleh Anggota Kepolisian sehari setelah kejadian tanpa disaksikan Ketua RT/RW.
Hari ini, 21 Juli 2022 melalui media kepolisian menyampaikan telah menemukan CCTV terkait kematian Brigadir J. Namun, tidak merinci CCTV yang ditemukan, apakah CCTV di rumah Kadiv Propam atau di Komplek Perumahan atau di RS Polri.
“Kami menilai penting untuk Kepolisian segera melakukan digital forensik terhadap CCTV tersebut dengan melibatkan ahli, serta mengumumkannya ke public,” katanya.
Terjadi silang pendapat seputar penggunaan senjata Glock 17 yang digunakan Bharada E untuk menembak Brigadir Yoshua. Ada pihak yang menyatakan bahwa Bharada E tidak lazim bahkan tidak berhak menggunakan senjata api tersebut.
Namun, pihak di seberangnya menyatakan bahwa senjata api tersebut lazim digunakan anggota Polri yang bertugas sebagai ajudan pejabat Polri. Mengingat, Bharada E berasal dari Korps Brimob Polri.
Versi tembak menembak antara Bharada E dengan Brigadir J atau justru mengenai versi dugaan penyiksaan yang diderita oleh Brigadir J. Keduanya menunjukan kultur kekerasan masih mengakar kuat dalam tubuh institusi Polri.