Ketua Umum Partai Politik Rangkap Jabatan Jadi Menteri, Begini Regulasinya
Reporter
Tempo.co
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 16 Juni 2022 13:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Partai Amanat Nasional atau PAN Zulkifli Hasan resmi dilantik Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai Menteri Perdagangan pada Rabu, kemarin.
Zulhas, sapaan karib Zulkifli Hasan, menggantikan Muhammad Lufti.
Zulhas bukanlah satu-satunya Ketua Umum (Ketum) Partai Politik yang diangkat jadi menteri oleh Jokowi.
Selain Ketua Umum PAN itu, Jokowi juga mempercayakan tanggung jawab kementerian kepada sejumlah Ketua Umum partai koalisi.
Di antaranya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, serta Ketum PPP Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas.
Lalu, bagaimana sebenarnya regulasi tentang Ketua Umum Partai Politik yang merangkap jabatan sebagai menteri ini?
Saat membentuk Kabinet Kerja pada 2014 silam, Jokowi melarang menterinya merangkap jabatan, baik sebagai pengurus maupun ketua umum partai politik. Karena regulasi ini, Menteri Jokowi harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Namun, regulasi itu tak berlaku lagi sejak Airlangga Hartarto masuk kabinet pada 2016.
Jokowi mengatakan, dari pengalaman sebelumnya, pengurus partai politik, baik ketua maupun bukan yang terpenting adalah dapat membagi waktu. “Ternyata juga tidak ada masalah,” kata Jokowi usai pelantikan kabinet di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu 23 Oktober 2019 silam. “Dari pengalaman itulah kami memutuskan bahwa baik ketua partai maupun yang ada di struktur partai bisa merangkap.”
Kendati Jokowi tak lagi melarang menterinya merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik, namun menurut Undang-undang atau UU, Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebenarnya seorang menteri tidak diperkenankan merangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik. Hal ini tercantum dalam pasal 23, yang berbunyi:
“Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD).”
Sementara itu, menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, salah satu sumber keuangan parpol adalah bantuan keuangan dari APBN/APBD. Pada Pasal 34 disebutkan bahwa Keuangan Partai Politik bersumber dari: “Iuran anggota, Sumbangan yang sah menurut hukum, dan Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.”
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca : Jokowi Makan Siang Bareng 7 Ketua Umum Partai, Bahas Konsolidasi Politik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.