Kasus Suap Haryadi Suyuti, Pukat UGM Dorong KPK Jerat Korporasi

Reporter

Antara

Editor

Febriyan

Kamis, 9 Juni 2022 22:52 WIB

Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (kiri) berjalan keluar dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2022. ANTARA/Rivan Awal Lingga

TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat korporasi yang memberikan suap kepada Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menyatakan bahwa hal ini bisa membuat efek jera bagi perusahaan lainnya.

"Ini penting untuk penjeraan agar korporasi-korporasi lain yang akan beroperasi di Yogyakarta tidak menggunakan cara-cara melawan hukum seperti suap atau gratifikasi," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis, 9 Juni 2022.

KPK sebenarnya telah menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono (ON) sebagai tersangka pemberi suap. Zaenur menilai hal itu tak cukup dan menyatakan korporasinya juga harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Sebab, menurut Zaenur, tindakan suap seperti itu dipastikan untuk dan atas nama korporasi.

"Dalam konteks seperti itu korporasinya pun harus dimintai pertanggungjawaban pidana, jadi harus menggunakan pendekatan 'corporate criminal liability'," ujar dia.

Sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016, menurut dia, KPK dapat menjerat korporasi manakala korporasi membiarkan atau tidak melakukan langkah pencegahan terjadinya suatu tindak pidana.

Advertising
Advertising

Menurut dia, PT Summarecon Agung juga dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut apabila unsur atau kecukupan alat buktinya terpenuhi.

"Itu bisa menjadi 'shock therapy' untuk dunia swasta, untuk dunia usaha. Jadi semuanya harus dilakukan pembersihan secara komprehensif tidak hanya pada birokrasinya saja," ujar Zanur Rohman.

Kasus suap terhadap Haryadi Suyuti ini terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Royal Kedhaton. PT Summarecon Agung disebut sebagai perusahaan pemilik apartemen tersebut.

Saat ditangkap pekan lalu, Haryadi Suyuti disebut sedang menerima uang sekitar 27 ribu dolar Amerika dari Oon. Haryadi juga disebut sudah menerima uang sebelumnya. Pengurusan IMB Apartemen Royal Kedhaton ini disebut sudah mandek sejak 2019. Pembangunan apartemen itu diduga menyalahi sejumlah aturan.

Selain Haryadi Suyuti dan Oon Nushihono, KPK juga telah menetapkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Yogyakarta Nur Widhihartana dan Sekretaris pribadi Haryadi, Triyanto Budi Yuwono, sebagai tersangka. Keempatnya kini mendekam di dalam tahanan komisi anti rasuah.

Baca: Kasus Suap Apartemen, Haryadi Suyuti Cs Tak Dapat Bantuan Hukum Pemkot Yogya

Berita terkait

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

1 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

4 jam lalu

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK

Baca Selengkapnya

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

7 jam lalu

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN

Baca Selengkapnya

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

10 jam lalu

9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK

Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

11 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

13 jam lalu

Penjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik

Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

13 jam lalu

Penyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka

Penyitaan rumah dalam dugaan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka. Apa landasan penyitaan aset tersangka korupsi?

Baca Selengkapnya

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

15 jam lalu

2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?

Windy Idol dan Nayunda Nabila Nizrinah terseret dalam dugaan kasus korupsi yang berbeda hingga diperiksa KPK. Apa sangkut pautnya?

Baca Selengkapnya

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

17 jam lalu

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya

Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

1 hari lalu

KPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal

KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya