Pakar Sebut 2 Cara Sindikat Pembobol Mengakali Sistem PeduliLindungi

Senin, 25 April 2022 13:56 WIB

Seorang warga mengakses aplikasi PeduliLindungi pada gawai miliknya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 14 Januari 2021. ANTARA/Zabur Karuru.

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai titik lemah pada kasus pembobolan aplikasi PeduliLindungi berada di operator yang menjalankannya. Bukan aplikasi yang lemah, kata dia, tetapi manusia di belakang aplikasi ini yang tidak benar.

"Jadi sindikat ini membuat sertifikat aspal dengan mengakali sistem PeduliLindungi," kata dia saat dihubungi, Senin, 25 April 2022.

Sebelumnya, polisi mengumumkan pengungkapan sindikat pembobol aplikasi PeduliLindungi. Christian mengatakan sindikat tersebut beroperasi di Jambi, Jawa Timur, Jawa Barat, Batam, Sumatera Utara, dan Jakarta

"Sejauh ini sudah ada tujuh pelaku," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Christian Tory dikutip dari Antara, 24 April 2022.

Pelaku disebut menawarkan pembuatan data sertifikat vaksin fiktif dengan bayaran Rp 600 ribu hingga Rp 1,5 juta. Para sindikat ini menawarkan pembuatan sertifikat vaksin, di mana yang hasilnya terdata langsung ke aplikasi PeduliLindungi tanpa melakukan proses penyuntikan.

Advertising
Advertising

Menurut Alfons, ada dua cara logis yang bisa dilakukan pelaku. Pertama yaitu menggunakan joki untuk menggantikan orang yang membeli sertifikat. Cara seperti ini, kata dia, hanya bisa diatasi dengan kontrol yang baik di setiap pelaksanaan vaksinasi.

Wajah peserta vaksin dicocokkan dengan foto di KTP. Kalau ada kecurigaan, maka bisa dilakukan verifikasi lebih jauh dan ditindak tegas kalau melanggar.

Cara kedua yaitu pelaku bekerja sama dengan orang dalam untuk mengeluarkan sertifikat vaksin. Untuk menanganinya, kata Alfons, memang harus dicari siapa yang bekerja sama mengakali database dan ditindak sesuai ketentuan hukum.

Meski demikian, Alfons menilai pemerintah tetap harus membuat sistem dan prosedur yang ketat pada sistem aplikasi PeduliLindungi ini. Contohnya dengan menambahkan foto diri peserta vaksin pada saat vaksinasi dan diunggah ke aplikasi.

Jika terbukti tidak sesuai, maka sertifikat dicabut dan dikenai tindakan hukum terhadap pelaku vaksinasi bodong, maupun jokinya. Menurut Alfons, titik lemah memang ada di manusianya.

Baik yang melakukan pemasukan data atau yang tidak melindungi kredensial dengan baik. "Tetapi, keterlibatan orang dalam memang harus diselidiki pihak berwenang," kata Alfons.

Ini bukanlah kasus pertama terkait keamanan siber yang terjadi pada aplikasi PeduliLindungi. Pada 3 September 2021, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengumumkan penangkapan dua orang tersangka berinisial HH dan FH yang menjual sertifikat vaksinasi palsu di aplikasi Pedulilindungi.

Modus operandi para tersangka dengan membobol masuk ke dalam sistem aplikasi tersebut dan menginput data pemesan sertifikat palsu tersebut. "HH ini bekerja sebagai staf tata usaha di Kelurahan Muara Karang. Dia punya akses ke aplikasi tersebut," ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran di kantornya, Jakarta Selatan.

Sebelum pengumuman polisi ini, kasus kebocoran data di aplikasi PeduliLindungi lebih dulu terjadi. Di mana, data pribadi Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebar di media sosial setelah seorang warganet dengan akun Twitter @huftbosan mengunggahnya. Dalam tangkapan layar yang ia unggah, tampak NIK Jokowi, QR Barcode sertifikat vaksin, hingga tanggal lahir.

Dalam keterangannya, pengunggah mengatakan Jokowi telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga. Hal ini disebabkan munculnya kolom ketiga dalam laman tersebut. Namun di kolom tersebut tidak tampak sertifikat vaksin Jokowi seperti di kedua kolom lainnya. "Presiden udah vaksin ketiga lho," tulis akun tersebut.

Kebocoran diduga berasal dari aplikasi PeduliLindungi. Sehingga, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memutuskan menutup data para pejabat di aplikasi Pedulilindungi. "Sekarang sudah dirapikan, data para pejabat ditutup," kata Budi pada 3 September 2021.

Dalam kejadian ini, Budi mengaku bukan hanya NIK Jokowi saja yang tersebar luas di Pedulilindungi. Tetapi juga data para pejabat lainnya. Hal ini terjadi karena sistem yang masih dalam tahap penyempurnaan.

"Kami menyadari itu. Nah, sekarang kami akan tutup untuk beberapa pejabat yang sensitif, yang memang beberapa data pribadinya sudah terbuka akan kami tutup," kata Budi Gunadi.

Tempo mengkonfirmasi kepada Siti Nadia Tarmizi, juru bicara pemerintah untuk vaksinasi Covid-19 terkait pengungkapan sindikat pembobol aplikasi PeduliLindungi ini. Siti belum memberikan jawaban lengkap, karena ingin menelusurinya terlebih dahulu. "Sebentar dicek ya," kata dia.

Baca: Polisi Ungkap Sindikat Pembobol Aplikasi PeduliLindungi

Berita terkait

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

12 jam lalu

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

Arab Saudi mewajibkan jemaah calon haji memenuhi kriteria vaksinasi dan mendapatkan izin resmi.

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

1 hari lalu

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.

Baca Selengkapnya

Olahraga dan Modifikasi Gaya Hidup, Investasi Kesehatan bagi Anak Muda

2 hari lalu

Olahraga dan Modifikasi Gaya Hidup, Investasi Kesehatan bagi Anak Muda

Olahraga bisa menjadi investasi kesehatan di masa datang dan penting bagi anak muda zaman sekarang mengubah gaya hidup sehat dengan rajin berolahraga.

Baca Selengkapnya

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

3 hari lalu

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

Imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Simak alasannya.

Baca Selengkapnya

Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

7 hari lalu

Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

Empat jenis vaksin sangat penting bagi jemaah haji, terutama yang masuk populasi berisiko tinggi seperti lansia dan pemilik komorbid.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

20 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Tak Disediakan Vaksinasi Meski Flu Singapura Merebak, Ini Penjelasan IDAI

27 hari lalu

Tak Disediakan Vaksinasi Meski Flu Singapura Merebak, Ini Penjelasan IDAI

Vaksin untuk menangkal penyebaran flu Singapura belum ada di Indonesia, padahal tingkat penyebaran dan infeksinya cukup signifikan mengalami lonjakan.

Baca Selengkapnya

Daftar Anggota MWA ITB Terpilih 2024-2029, Ada Nama Ignasius Jonan dan Salman Subakat

30 hari lalu

Daftar Anggota MWA ITB Terpilih 2024-2029, Ada Nama Ignasius Jonan dan Salman Subakat

Ignasius Jonan dan Salman Subakat ada di antara empat nama anggota MWA ITB unsur wakil masyarakat. Menunggu pengesahan mendikbudristek.

Baca Selengkapnya

Ramai PIK 2 dan BSD jadi PSN, Ternyata Awalnya Diusulkan oleh Sandiaga dan Budi Gunadi

30 hari lalu

Ramai PIK 2 dan BSD jadi PSN, Ternyata Awalnya Diusulkan oleh Sandiaga dan Budi Gunadi

Pemerintah membeberkan awal mula Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) dan Bumi Serpong Damai (BSD) masuk ke daftar PSN.

Baca Selengkapnya

Kemenkes Sebut Kematian Akibat DBD hingga Maret 2024 mencapai 343 Jiwa, Begini Antisipasi Demam Berdarah

30 hari lalu

Kemenkes Sebut Kematian Akibat DBD hingga Maret 2024 mencapai 343 Jiwa, Begini Antisipasi Demam Berdarah

Kasus DBD di Indonesia meningkat hingga Maret 2024, kasus mencapai 43.271 dan kematian 343 jiwa. Perhatikan tips antisipasi dari demam berdarah.

Baca Selengkapnya