Dirjen Jadi Tersangka Mafia Minyak Goreng, Menteri Perdagangan Diminta Mundur
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Iqbal Muhtarom
Rabu, 20 April 2022 02:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng yang sebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia.
Indrasari menjadi tersangka bersama dengan tiga orang lainnya yang merupakan pihak perusahaan produsen minyak goreng. Ketiganya adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA atau Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT atau Master Parulian Tumanggor ; dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT atau Picare Tagore.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penetapan Dirjen Perdagangan Luar Negeri sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung menunjukkan selama ini pejabat kementerian yang harusnya mengawasi tata niaga minyak goreng justru menjadi bagian dari permainan mafia.
"Wajar apabila proses pengungkapan mafia minyak goreng butuh waktu yang lama atau hampir 1 bulan, kalau dihitung dari statemen Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang akan umumkan tersangka pada 21 Maret 2022 lalu," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 19 April 2022.
Bhima menilai adanya kejahatan terstruktur dan terorganisir untuk melindungi korporasi minyak goreng yang selama ini menikmati marjin keuntungan yang sangat besar di tengah naiknya harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO internasional.
"Dampaknya jutaan konsumen dan pelaku usaha kecil harus membayar kelangkaan pasokan minyak goreng kemasan dengan harga yang sangat mahal," ujar Bhima.
Menurut Bhima, akar masalah kelangkaan minyak goreng ini karena adanya disparitas atau perbedaan yang besar antara harga minyak goreng yang diekspor dengan harga di dalam negeri. Kondisi ini dimanfaatkan para mafia untuk melanggar kewajiban Domestic Market Obligation (DMO).
"Artinya, yang salah bukan kebijakan DMO untuk penuhi pasokan didalam negeri tapi masalahnya di pengawasan. Pasokan minyak goreng kemasan memang seharusnya aman ketika HET dan DMO diterapkan," kata Bhima.
Dia melanjutkan, ini terbukti dari stok minyak goreng hasil DMO per 14 Februari - 8 Maret 2022 telah mencapai 573.890 ton, melebihi kebutuhan bulanan. Kalau terjadi kelangkaan maka Bhima menganggap jelas ada kongkalikong produsen dengan oknum kementerian.
"Sekarang dengan kebijakan subsidi di minyak goreng curah, masalahnya akan bergeser dari suap kemasan ke curah. Apalagi minyak goreng curah rantai distribusinya lebih panjang dari kemasan. Butuh hingga 7 rantai distribusi dari produsen curah hingga ke pedagang di pasar tradisional," ujar dia.
Bhima pun mempertanyakam, kepatuhan pengusaha minyak goreng dalam produksi maupun distribusi minyak curah. Kalau bisa menjual minyak goreng kemasan yang harga per liter nya Rp25.000, dia menganggap untuk apa pengusaha menjual minyak curah.
"Alhasil kebijakan subsidi minyak goreng curah bisa berakibat kelangkaan, antrian panjang hingga suap menyuap baru. Kalau sudah terang perusahaan yang disebut Kejagung terlibat praktik suap maka Pemerintah bisa bekukan dulu izin operasi perusahaan minyak goreng," ucap Bhima
Dia berujar, seharusnya pemerintah sekarang bisa mencabut izin ekspor perusahaan-perusahaan yang turut disebut Kejaksaan Agung terlibat dalam kasus korupsi tersebut sebagai bagian dari proses penyidikan.
"Pemerintah juga disarankan melakukan evaluasi terhadap HGU dua perusahaan tersebut, dan membuka opsi mengalihkan HGU. Hal ini untuk menimbulkan efek jera kepada mafia-mafia minyak goreng lain," ucap dia.
Kejaksaan Agung berikutnya kata Bhima harus mengusut jaringan mafia minyak goreng. Karena, kata dia, tidak mungkin hanya dua perusahaan yang diduga melakukan suap terkait perizinan ekspor minyak goreng.
"Pemain besar yang menguasai 70 persen lebih pasar minyak goreng harus dilakukan penyidikan. Pelaku di internal pemerintahan yang terlibat juga harus dibongkar secara tuntas sehingga kasus ini tidak terulang kembali. Menteri Perdagangan sebaiknya mengundurkan diri karena gagal melakukan pengawasan internal," kata Bhima.
Baca juga: Kejagung Tetapkan Dirjen Kemendag Jadi Tersangka Kasus Ekspor Minyak Goreng