Kapolri dan Panglima TNI Belum Merespon Surat KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II
Reporter
Editor
Kamis, 17 Juli 2003 10:06 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Albert Hasibuan mengungkapkan Kepala Polri Jenderal Polisi Da’i Bachtiar dan Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS hingga saat ini belum juga merespon surat permohonan pemeriksaan dan penyelidikan sejumlah saksi dari TNI/Polri yang terkait dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Kepada Tempo News Room, Albert mengatakan pihaknya telah sebanyak dua kali melayangkan surat kepada mereka. “Akan tetapi apabila surat kedua itu juga tidak mendapat respon. Maka KPP akan melakukan upaya pemanggilan saksi-saksi itu secara langsung. Seandainya pemanggilan langsung itu juga tidak direspon, maka KPP menggunakan haknya untuk memanggil dengan paksa melalui pengadilan (supoena),” ujarnya saat dihubungi per telepon di Jakarta, Selasa (22/1). Albert menambahkan surat kedua dikirim sepekan yang lalu, sementara surat pertama dilayangkan pada 3 Januari 2001. Namun hingga kini tak juga ditanggapi. Sementara dua pekan lalu, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) TNI Mayor Jenderal TNI Timur P. Manurung, mengatakan bahwa KPP HAM tidak berwenang memanggil dan memeriksa anggota TNI. Baik mereka yang masih aktif maupun yang masih pensiun. Pasalnya, DPR melalui Panitia Khusus (Pansus) telah menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran HAM berat dalam ketiga kasus tersebut. Menanggapi hal itu Albert mengatakan bahwa KPP HAM telah diamanatkan oleh UU Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. “Memang di dalam UU itu tidak disebutkan secara khusus mengenai saksi-saksi dari kalangan pejabat TNI atau Polri,” kata Albert. Dalam UU tersebut, kata Albert, disebutkan secara jelas wewenang KPP HAM. Hanya saja Albert melihat adanya perbedaan cara pandang. Mabes TNI mengambil kesimpulan dari hasil hearing Pansus, yang hasilnya jelas tidak menyimpulkan adanya pelanggaran berat. Berbeda dengan KPP HAM yang menyelidiki kasus itu dengan prinsip projustitia. Albert berharap pemeriksaan atas saksi-saksi dari TNI/Polri itu bisa segera rampung, karena konklusi dan rekomendasi itu akan dijadikan rekomendasi Komisi Nasional (Komnas) HAM yang akan disampaikan kepada Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung kemudian akan melakukan penyidikan untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Hasil penyidikan itu, kata Albert, akan disampaikan kejaksaan agung kepada Presiden. Selanjutnya Presiden, setelah berkonsultasi dengan DPR, akan menyelenggarakan pengadilan ad hoc, sebagaimana yang akan dilakukan dengan kasus pelanggaran HAM di Timor Timur dan Tanjung Priok. (Deddy Sinaga)
Berita terkait
Sebanyak 24 Ekor Satwa Endemik dan Dilindungi Dilepasliarkan di Taman Nasional Wasur Merauke
4 menit lalu
Sebanyak 24 Ekor Satwa Endemik dan Dilindungi Dilepasliarkan di Taman Nasional Wasur Merauke
Satwa endemik tersebut merupakan sitaan dari upaya penyelundupan satwa dilindungi via Bandar Udara Mopah yang digagalkan Karantina Papua Selatan.