Diduga Ada Kekerasan Aparat saat Demo di Parigi Moutong, Ini Kata Polda Sulteng
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Eko Ari Wibowo
Minggu, 20 Februari 2022 15:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah merespons temuan dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat saat demo menolak tambang di Parigi Moutong. Temuan dugaan kekerasan itu sebelum diungkap oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Sulteng.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng, Komisaris Besar Didik Supranoto menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan proses pemeriksaan untuk mengungkap kasus itu.
“Makanya sekarang kami bekerja sama dengan tim forensik Makassar untuk mengungkap kasus,” ujar dia saat dihubungi pada Minggu, 20 Februari 2022.
Dia juga berdalih bahwa pada saat demo, massa aksi memblokir jalan yang mengakibatkan kemacetan panjang. “Dan berakibat konflik dengan pengguna jalan saat itu,” katanya lagi.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM perwakilan Sulsel, Dedy Askari, mengungkap temuan terbaru soal insiden penembakan demonstran penolak tambang emas di wilayah itu. Peristiwa itu membuat satu orang demonstran tewas tertembak yakni Erfaldy atau Aldi dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan yang merupakan salah satu demonstran penolak tambang emas PT Trio Kencana.
Selain penembakan, kata Dedy, menurut laporan, ada banyak bentuk kekerasan yang terjadi kepada para demonstran. Mulai dari yang matanya mengeluarkan darah akibat kena pukulan atau dipukul aparat kepolisian. Bahkan informasi yang diterima Komnas HAM berdasarkan penuturan keluarga korban, ada satu orang saat di Polres Parigi Moutong dipukul dengan batu bata.
“Dengan bata merah oleh anggota polisi di Polres Parimo, hingga hampir semua gigi bagian depan rontok,” ujar Dedy saat dihubungi pada Jumat, 18 Februari.
Hanya saja, Dedy melanjutkan, puluhan korban kekerasan itu sampai sekarang belum berhasil ditemui. Karena mereka itu lari meninggalkan kampung. Sebab hampir setiap waktu aparat kepolisian diduga datang mencari dan mengejar mereka. Sementara, Dedy berujar, terhadap keluarga yang ditemui, aparat meninggalkan pesan dengan narasi penuh ancaman dan tekanan.
Baca: Komnas HAM Duga Aparat Intimidasi Keluarga Demonstran di Parigi Moutong