Pengembangan Vaksin Merah Putih, Eijkman Ubah Strategi Uji
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 25 Januari 2022 15:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Amin Soebandrio, mengatakan bahwa timnya akan mengubah strategi pengujian dalam pengembangan Vaksin Merah Putih. Menurutnya, hal itu dilakukan karena adanya target mundur dalam pengembangannya.
Dan karena waktunya yang mundur, dan akan semakin banyak juga populasi yang divaksinasi, berpotensi mempersulit uji klinisnya nanti. Sehingga, kata Amin, timnya tidak akan lagi melihat berapa banyak yang terinfeksi pada orang yang sudah divaksinasi atau yang belum divaksinasi.
“Sekarang untuk uji klinis nanti, kita melihat kenaikkan kadar antibodi sebelum dan sesudah vaksinasi,” ujar Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman itu kepada Tempo, pada Selasa, 25 Januari 2022.
Menurut Amin, menganalisis kenaikkan kadar antibodi itu membutuhkan waktu yang cukup lama. “Itu musti dilihat selama beberapa bulan ya,” katanya lagi.
PRBM Eijkman BRIN merupakan salah satu lembaga terdepan dan paling cepat dalam pengembangan Vaksin Merah Putih. Sebelumnya, lembaga itu memiliki target mendapatkan izin darurat penggunaan vaksin atau emergency use authorization (EUA) pada September 2022, tapi target itu mundur karena beberapa kendala.
Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu menjelaskan bahwa kendala pertama adalah dari segi pembiayaan, dan kedua adanya restrukturalisasi atau perubahan SDM. “Karena sebagian ada yang tugas ke luar negeri, dan perubahan sistem yang membuat kami berusaha keras untuk menyesuaikan,” tutur Amin.
Saat ini terdapat tujuh tim yang tergabung dalam pengembangan Vaksin Merah Putih. Selain PRBM Eijkman BRIN, instansi lainnya adalah ITB, dua tim dari Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, LIPI, dan tim Universitas Airlangga.
Sebelumnya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa pengalaman menjadi salah satu kendala pengembangan Vaksin Merah Putih. "Jadi semua tim bekerja keras mencoba-coba, karena belum pernah ada," ujar Laksana dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin, 24 Januari 2022.
Menurut dia pengembangan vaksin memerlukan jam terbang yang tinggi untuk menghasilkan sel klon yang sudah terseleksi. Selain faktor pengalaman, kata Laksana, Indonesia belum memiliki fasilitas uji berstandar Good Manufacturing Practices (GMP).
Fasilitas tersebut dibutuhkan untuk menjamin kualitas dan keamanan dari produk yang dihasilkan. Di samping itu fasilitas Biosafety Laboratorium Level 3 (BSL-3) di Indonesia juga masih minim. Padahal fasilitas tersebut diperlukan untuk kebutuhan uji pra klinis.
"BRIN sedang berupaya untuk membangun fasilitas GMP untuk produksi terbatas, termasuk animal BSL-3 Macaca. Kami berharap dengan adanya dua fasilitas ini kita bisa mendorong percepatan Vaksin Merah Putih dan vaksin lainnya," paparnya.
Baca: BRIN Kebut Bangun Fasilitas Pengembangan Vaksin Merah Putih