Presiden Jokowi Didesak Pecat 2 Pimpinan KPK karena Langgar Etika

Sabtu, 9 Oktober 2021 06:28 WIB

Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan pers terkait kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin, 2 Agustus 2021. Rudi Hartono Iskandar bersama sejumlah pihak yang sebelumnya telah ditahan KPK yaitu Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, Direktur PT Adonara Propertindo (AP) Tommy Adrian dan Wakil Direktur PT.AP Anja Runtuwene, diduga terlibat kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019, yang merugikan negara sedikitnya Rp152,5 Miliar. ANTARA/ Reno Esnir

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah akademisi mendesak Presiden Joko Widodo memecat dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar etika, yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Mereka menilai pelanggaran etika yang dilakukan pimpinan KPK menjadi pertanda buruk merosotnya etika negara.

Guru besar Universitas Sumatera Utara, Ningrum Sirait mempertanyakan sikap Jokowi yang diam dan menarik diri ihwal penegakan etika di KPK.

"Pak Jokowi sudah dalam periode kedua, Anda nothing to lose. Kenapa nggak berbuat sesuatu yang remarkable (luar biasa) yang membuat kami tetap hormat pada Anda?" kata Ningrum dalam webinar "Anomali Penegakan Etika Penyelenggara Negara: Studi Kasus KPK", dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 8 Oktober 2021.

Ningrum merujuk riset psikologi kognitif korupsi Kendra Dupuy dan Siri Neset dari CHR Michelsen Institute. Dalam riset itu disebutkan, organisasi yang membiarkan pelanggaran etika atau tak konsisten dalam menegakkan sanksi akan mengalami pemudaran etika atau ethical fading.

Jika pelanggaran etika dibiarkan terus-menerus, kata Ningrum, hal itu berpotensi menjadi nilai baru dalam organisasi tersebut. Artinya, nilai dan perilaku dari organisasi secara menyeluruh akan melanggar etika masyarakat. Ningrum pun mengaku sangat khawatir jika pemudaran etika terjadi di Indonesia, dengan kasus pelanggaran etika di KPK sebagai pemicunya.

Advertising
Advertising

"Kalau dibiarkan terus menerus, orang lupa yang benar sebenarnya apa ukurannya dan siapa. Apakah kita semua akan menjadi the sick society?" ucapnya.

Ningrum menyoroti nurani para petinggi KPK, termasuk Dewan Pengawas komisi antirasuah tersebut. Ia menilai mereka bisa dianggap sebagai pendukung kejahatan jika membiarkan degradasi moral terjadi di KPK.

"Komisioner dan Dewan Pengawas KPK, berbunyikah sanubari Anda melihat kondisi ini?" kata Ningrum.

<!--more-->

Mantan anggota Dewan Etik KPAI Yosep Stanley Adi Prasetyo menilai penegakan etika di KPK terbilang lemah. Ia menilai, jika pimpinan KPK memegang teguh moral dan etika, inisiatif memutus rantai korupsi semestinya dimulai dari diri sendiri.

"Kalau dia melanggar, dia bilang saya tidak layak untuk memimpin, lalu mundur," ucap Yosep. Yosep juga menyayangkan penanganan pelanggaran etika di KPK yang hanya dilakukan Dewan Pengawas KPK. Sebab, penyelesaian internal itu dinilainya tak bisa melampaui aturan internal.

Guru Besar Universitas Indonesia, Mayling Oey-Gardiner menyoroti peran Dewan Pengawas KPK pada sanksi ringan pelanggaran etika. "Dewan Pengawas harus dipertanyakan mengapa mereka hanya memberi sanksi seperti itu," kata Mayling.

Dia mengingatkan ihwal korupsi yang merajalela di era Orde Baru dengan adanya uang dari minyak dan sumber daya alam yang berlimpah. Namun akibatnya, rakyat Indonesia yang harus menderita.

Adapun Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin, berpendapat ada banyak dampak buruk jika suatu organisasi melanggar etika. Menurut Bagus, pelanggaran etika akan membuat suatu lembaga kehilangan kepercayaan masyarakat.

Bagus mengatakan moral dan produktivitas organisasi secara umum pun bakal menurun. Sebab, bawahan yang melihat pimpinan mereka melanggar etika tanpa hukuman berarti berpotensi ikut melakukan pelanggaran pula. Imbasnya ialah putus hubungan dengan moral alias moral disengagement.

"Kalau ada yang bilang korupsi adalah oli pembangunan, itu salah satu indikasi moral disengagement. Saat yang melanggar aturan makin banyak, kerugian negara makin besar dan signifikan," kata Bagus.

Dua pimpinan KPK sebelumnya dinyatakan terbukti melanggar etika. Ketua KPK Firli Bahuri menerima diskon penyewaan helikopter untuk pulang ke kampung halamannya.

Sedangkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berkomunikasi dengan M. Syahrial, menyangkut perkara yang membelit Wali Kota Tanjungbalai nonaktif tersebut. Dewan Pengawas KPK hanya menegur Firli secara tertulis dan menjatuhkan sanksi pemotongan gaji untuk Lili.

Baca juga: Pimpinan KPK Buka Peluang Kerja Sama dengan IM57


BUDIARTI UTAMI PUTRI

Berita terkait

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

12 menit lalu

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

BPJS Kesehatan akan memberlakukan kelas tunggal dan sistem baru dalam bentuk KRIS, bagaimana sistem dan ketentuan naik kelas rawat inap?

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

4 jam lalu

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

Terpopuler bisnis: Keselamatan warga sekitar terancam karena smelter PT KFI kerap meledak. Pemerintah klaim pembebasan lahan IKN tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

12 jam lalu

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

Luhut mengungkap itu lewat pernyataannya bahwa World Water Forum di Bali harus menghasilkan, apa yang disebutnya, concrete deliverables.

Baca Selengkapnya

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

13 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

13 jam lalu

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

Partai Golkar Sumut optimistis PDIP akan mengusung Musa Rajekshah dalam Pilgub Sumut 2024.

Baca Selengkapnya

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

15 jam lalu

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin belum mengetahui di bidang apa Grace Natalie dan Juri Ardiantoro akan ditugaskan.

Baca Selengkapnya

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

15 jam lalu

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.

Baca Selengkapnya

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

16 jam lalu

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK

Baca Selengkapnya

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

17 jam lalu

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

Noel mengutip puisi karya Presiden Pertama RI Soekarno, untuk mengkritik PDIP yang tidak mengundang Jokowi di Rakernas

Baca Selengkapnya

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

19 jam lalu

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN

Baca Selengkapnya