Pukat UGM: Sulit Membayangkan KPK Bisa Segarang Dulu

Reporter

Tempo.co

Jumat, 1 Oktober 2021 16:45 WIB

57 Pegawai KPK (nonaktif) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan memperlihatkan kartu identitasnya setelah resmi berpamitan dan keluar dari kantor KPK, Jakarta, Kamis, 30 September 2021. Hari ini KPK resmi memecat seluruh pegawainya yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan, Surat Keputusan pemberhentian pegawai itu ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 13 September 2021, isi Surat Keputusan Nomor 1354 Tahun 2021 KPK memberhentikan pegawai secara hormat pada 30 September 2021. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 58 pegawai KPK resmi tak lagi bertugas di lembaga pemberantasan korupsi tersebut pada 30 September 2021. Mereka tersingkir atau disingkirkan melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan atau TWK.

Peneliti PUKAT UGM atau Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan mengungkapkan tersingkirnya 58 pegawai tersebut akan memberi dampak besar bagi KPK.

“Kita tidak akan bisa melihat kiprah KPK sehebat dulu. Karena kondisi yang menimpa KPK hari ini adalah dampak dan implikasi dari dua hal yang sejak awal sudah banyak dikritisi oleh publik,” kata Yuris, Rabu, 29 September 2021 seperti dikutip Tempo dari laman UGM.

Perlu diketahui pada akhir September ini, sebanyak 57 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat ujian alih status pegawai menjadi ASN beberapa waktu lalu resmi diberhentikan. Belakangan jumlah tersebut bertambah jadi 58 orang.

Telah berbagai upaya untuk mereka kembali bekerja di KPK, namun belum ada hasilnya. Beberapa tawaran untuk bekerja di BUMN dan di POLRI masih belum dipertimbangkan, karena mereka masih ingin berjuang agar bisa bekerja untuk memberantas korupsi di lembaga anti rasuah tersebut.

Advertising
Advertising

Padahal, dengan dipecatnya 57 pegawai KPK tersebut berdampak pada kinerja KPK di masa mendatang.

Sejak awal pemecatan 57 pegawai KPK, Yuris menyebutkan, terdapat dua persoalan, pertama rekam jejak proses pemilihan pimpinan KPK cenderung bermasalah. Kedua, revisi UU KPK yang mendegradasi independensi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

“Kedepan, dengan atau tanpa 57 pegawai yang akan dipecat, masih sulit membayangkan KPK bisa segarang dulu dalam memberantas korupsi,” tegasnya.

Meski Ombudsman dan Komnas HAM sudah menyebut bahwa proses TWK diduga penuh maladministrasi dan pelanggaran HAM. Hal ini sangat wajar bagi masyarakat untuk Presiden sebagai pemimpin tertinggi eksekutif untuk memperbaiki kondisi ini. Mengingat Presiden yang melaksanakan perintah undang-undang sekaligus pimpinan tertinggi ASN.

“Justru saat Presiden tidak bersikap, publik dapat mempertanyakan peran Presiden dalam dua kewenangannya tersebut,” paparnya.

Yuris meyakini bahwa pemecatan 57 pegawai KPK bukanlah kesalahan dari mereka, akan tetapi memang merupakan upaya untuk menyingkirkan 57 pegawai dari lembaga KPK.

Sebelumnya, terdapat dua pimpinan KPK yang terbukti melanggar etik yang mengarah pada tindakan pidana. Melihat dari kasus tersebut, justru seharusnya pejabat KPK yang terlibat dalam kasus korupsi dan melakukan pelanggaran etik berat, seharusnya introspeksi diri, khususnya bagi pimpinan dan Dewan Pengawas.

“Mana mungkin KPK bisa menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang efektif kalau di tingkat pimpinan saja tidak "zero tolerance" terhadap praktik koruptif,” jelas Yusri.

Yusri menilai, kinerja Dewan Pengawas (Dewas) bagaikan macan ompong, karena Dewas tidak berani mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran di internal KPK

Dibandingkan Dewas hari ini, justru sistem pengawasan internal KPK sebelum adanya Revisi UU KPK jauh lebih baik karena lebih tegas menghukum pihak internal KPK yang melakukan pelanggaran,” katanya.

Berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia belum lama ini. kepercayaan publik terhadap KPK menurun, hal ini sesuai dengan kondisi KPK saat ini. Namun begitu, menurutnya tugas publik sebagaimana sejak dulu tetap kritis dan melakukan pengawasan dari luar.

“Mengkritik kondisi KPK hari ini bukan berarti membiarkan praktik korupsi berjalan di pemerintahan. Bagi publik, yang terpenting adalah negara bertindak nyata dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujarnya.

WILDA HASANAH

Baca juga: Lima yang Mengubah Wajah KPK Tak Lagi Seperti Dulu

Berita terkait

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

5 jam lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

6 jam lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

12 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

15 jam lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

1 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

1 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

1 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

1 hari lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

1 hari lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya