Pakar Hukum Bandingkan Amandemen Konstitusi Negara Lain dengan RI

Sabtu, 11 September 2021 20:25 WIB

Akademisi Bivitri Susanti, (tengah) memberikan pemaparan terkait penahanan Robertus Robet oleh polisi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Kamis, 7 Maret 2019. TEMPO/Faisal Akbar

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan tak ada momentum konstitusional yang dapat menjadi alasan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 saat ini. Ia membandingkan dengan sejumlah negara yang melakukan amandemen terhadap konstitusi mereka, serta intensi dari setiap perubahan.

Dalam literatur hukum tata negara, kata Bivitri, sebuah perubahan konstitusi tidak muncul dari ruang kosong. Namun ada momentum konstitusional yang mencerminkan dinamika politik dan relasi antarlembaga negara, penyelenggara negara dan warga, serta adanya konteks hak asasi manusia.

"Tidak ada yang bisa kita namakan momentum konstitusional itu (untuk amandemen UUD 1945)," kata Bivitri dalam diskusi daring yang digelar ILUNI UI, Sabtu, 11 September 2021.

Bivitri mengatakan sejarah di berbagai negara menunjukkan adanya momentum konstitusional untuk mengubah konstitusi. Jerman, misalnya, mengubah konstitusi setelah Holocaust--peristiwa penyiksaan dan pembantaian orang Yahudi oleh rezim Nazi--maupun unifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur.

Begitu pula sejarah di Indonesia mulai tahun 1945. Ketika itu, kata Bivitri, Bung Karno menekankan perlunya konstitusi bagi Indonesia sebagai negara yang baru merdeka. "Karena tidak mungkin sebuah bangsa tidak punya konstitusi, jadi ada momentumnya waktu itu," kata Bivitri.

Advertising
Advertising

Empat tahun berselang, konstitusi Indonesia berubah menjadi UUD Republik Indonesia Serikat. Bivitri mengatakan ini pun hasil dari negosiasi Konferensi Meja Bundar dengan pemerintah Belanda. Konstitusi Indonesia berubah lagi menjadi UUD Sementara 1950 ketika Republik Indonesia Serikat bubar dan kembali ke NKRI.

"Begitu juga amandemen 2002, jelas sekali 1998 kita keluar dari pemerintahan otoriter. Jadi political momentum itu nyata sekali," kata Bivitri.

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera ini mengatakan, hal serupa terjadi di Afrika Selatan yang mengubah konstitusi pasca-apartheid, serta Thailand yang beberapa kali mengubah konstitusi karena kudeta militer. Menurut Bivitri, jarang ada amandemen konstitusi yang lahir dari angan-angan para elite politik.

"Literatur hukum tata negara juga mencatat ada yang lahir dari angan-angan, tapi biasanya niatnya jelek," ucapnya.

Contohnya, Bivitri melanjutkan, yakni perubahan konstitusi Hungaria pada 2011. Ia mengatakan ada amandemen konstitusi yang dilakukan untuk kepentingan politik penguasa Hungaria sendiri, kendati dilakukan secara demokratik.

Contoh lainnya yang terjadi di Venezuela di bawah pemerintahan Hugo Chavez. Bivitri mengatakan, Hugo Chavez awalnya merupakan presiden yang sangat populer dan dielu-elukan.

"Tapi lama-lama power tends to corrupt, 2009 ia bahkan berhasil menghapus pembatasan masa jabatan presiden," kata Bivitri.

Baru-baru ini, ia mengimbuhkan, amandemen konstitusi juga dilakukan oleh pemerintah Guinea. Perubahan konstitusi di negara yang terletak di Afrika bagian barat itu memicu kudeta militer.

"Jadi biasanya intensinya jelek kalau itu adalah angan-angan elite politik," ujarnya.

Bivitri pun menyatakan tak setuju dengan amandemen UUD 1945 yang tengah bergulir di Tanah Air. Selain tak ada momentum konstitusional, ia menyoroti tak adanya proses yang partisipatif dalam rencana tersebut serta implikasi-implikasi hukum ketatanegaraan yang akan muncul.


BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca : Jokowi Tolak Perpanjangan Masa Jabatan, Fadjroel: Beliau Setia pada Amanah Reformasi

Berita terkait

Diibiratkan Permainan Badminton Kelas Ganda, Apa Tugas dan Wewenang Wakil Presiden?

6 hari lalu

Diibiratkan Permainan Badminton Kelas Ganda, Apa Tugas dan Wewenang Wakil Presiden?

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengibaratkan tugas dan wewenang wapres membantu presiden seperti permainan badminton di kelas ganda.

Baca Selengkapnya

72 Tahun Kopassus, Ini Makna Kalimat dan Simbol Korps Baret Merah

12 hari lalu

72 Tahun Kopassus, Ini Makna Kalimat dan Simbol Korps Baret Merah

16 April diperingati sebagai hari Kopassus. Ini makna tulisan dan simbol yang terdapat pada baret merah Kopassus.

Baca Selengkapnya

Mahkamah Konstitusi Uganda Pertahankan Undang-Undang Anti-LGBTQ

27 hari lalu

Mahkamah Konstitusi Uganda Pertahankan Undang-Undang Anti-LGBTQ

Mahkamah Konstitusi Uganda hanya merubah beberapa bagian dalam undang-undang anti-LGBTQ.

Baca Selengkapnya

Siapa Refly Harun yang Minta MK Menjadi Penjaga Konstitusi?

29 hari lalu

Siapa Refly Harun yang Minta MK Menjadi Penjaga Konstitusi?

Kuasa Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Refly Harun meminta Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi penjaga konstitusi.

Baca Selengkapnya

Tim Hukum Ganjar Minta MK Tak Sekadar Periksa Perbedaan Perolehan Suara, Ini Alasannya

34 hari lalu

Tim Hukum Ganjar Minta MK Tak Sekadar Periksa Perbedaan Perolehan Suara, Ini Alasannya

Tim Hukum Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis, meminta majelis hakim MK tidak hanya memeriksa masalah perbedaan perolehan suara. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Prancis Resmi Jamin Hak Aborsi dalam Konstitusi

57 hari lalu

Prancis Resmi Jamin Hak Aborsi dalam Konstitusi

Prancis resmi mengabadikan hak untuk aborsi dalam konstitusinya, setelah dua majelis parlemen menyetujui amandemen.

Baca Selengkapnya

Sekjen Kemendagri: Alumni IPDN Bagian Dari Perekat NKRI

27 Februari 2024

Sekjen Kemendagri: Alumni IPDN Bagian Dari Perekat NKRI

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Suhajar Diantoro, menerima audiensi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Abdullah Azwar Anas bersama Sivitas Akademika IPDN, di Aula Zamhir Islamie, IPDN Kampus Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Bertemu Airlangga Hartarto, Jimly Asshiddiqie Minta Pemerintah Terima Hak Angket

27 Februari 2024

Bertemu Airlangga Hartarto, Jimly Asshiddiqie Minta Pemerintah Terima Hak Angket

Jimly Asshiddiqie yang bertemu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan sebaiknya pemerintah menerima penggunaan hak angket.

Baca Selengkapnya

Sivitas Akademika Ramai-ramai "Jewer" Jokowi, Bantah Tudingan Ditunggangi Kepentingan Politik

4 Februari 2024

Sivitas Akademika Ramai-ramai "Jewer" Jokowi, Bantah Tudingan Ditunggangi Kepentingan Politik

Sivitas akademika dari berbagai kampus kritik pemerintah. Membantah ditunggangi politisi.

Baca Selengkapnya

Duterte dan Bongbong Berseteru, Ini Deretan Percekcokan Mereka

2 Februari 2024

Duterte dan Bongbong Berseteru, Ini Deretan Percekcokan Mereka

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. atau Bongbong menghadapi ancaman pemakzulan oleh Rodrigo Duterte

Baca Selengkapnya