Draf RUU PKS Berubah, Baleg DPR Sebut Jalan Tengah Ekstrem Kiri dan Kanan
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Eko Ari Wibowo
Rabu, 8 September 2021 06:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim ahli Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyusun draf anyar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Berbeda dari draf sebelumnya, tim ahli Baleg mengusulkan perubahan judul menjadi "RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual".
Ada pula sejumlah perubahan lainnya dalam draf usulan tim Baleg DPR. Misalnya lingkup kekerasan seksual dari sembilan jenis menjadi empat jenis saja.
Ketua Panitia Kerja RUU PKS, Willy Aditya mengatakan draf awal ini disusun berdasarkan hasil sejumlah rapat dengar pendapat melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik dari kelompok pendukung maupun penolak.
"Kenyataan bahwa lahirnya judul dan materi baru ini mendapatkan kritik dari sejumlah kelompok, cukup disadari dan bisa dimaklumi," kata Willy pada Selasa, 7 September 2021.
Willy mengatakan draf awal ini masih terbuka terhadap berbagai masukan dan pandangan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Ia mengatakan munculnya kritik dari kelompok masyarakat sipil atas rancangan anyar itu justru memperlihatkan adanya kemajuan berarti dalam pembahasan yang berjalan.
Seorang narasumber Tempo menyebutkan, perubahan draf RUU PKS ini merupakan strategi agar tarik-menarik pembahasannya tak terlalu alot. Sebelumnya, pembahasan RUU ini terus menemui jalan buntu lantaran penolakan dari sejumlah kelompok, termasuk fraksi yang ada di parlemen.
"Pilihannya gagal maju atau diterima dengan kondisi minimal dulu hingga beres harmonisasi, lalu bertarung lagi di pembahasan tingkat satu," kata narasumber tersebut.
Willy Aditya tak menampik perubahan draf ini demi mencari jalan tengah. Ia mengatakan ini belajar dari mentoknya pembahasan RUU PKS di periode sebelumnya.
"Kita terjebak dalam ekstremitas kiri dan kanan, masing-masing punya perspektif untuk memuliakan perempuan tapi berdiri di pilihan politik masing-masing. Maka cara paling efektif mencari jalan tengah," kata Willy ketika dikonfirmasi Tempo.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf meminta agar kekerasan seksual yang diatur dalam RUU TPKS ini tak dilepaskan dari norma Ketuhanan yang diatur dalam konstitusi, serta ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut dia, hubungan seksual di luar perkawinan harus turut dianggap sebagai kejahatan.
"Jelas hubungan di luar kawin itu kejahatan. Itu titik tengah yang akan mempertemukan," kata Bukhori kepada Tempo, Selasa, 7 September 2021.
Selanjutnya: Alasan Fraksi PKS getol menolak RUU PKS...
<!--more-->
Sejak periode sebelumnya, Fraksi PKS merupakan salah satu yang getol menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Partai dakwah ini menilai RUU PKS mengusung semangat barat dalam memandang hubungan seksual. Misalnya, hubungan seksual di luar perkawinan dianggap tidak masalah asalkan tak melibatkan kekerasan.
"Jangan gunakan budaya barat yang memposisi seksualitas kebutuhan personal," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Mariana Amiruddin mengapresiasi Baleg mulai membahas kembali draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini. Mariana mengatakan Komnas tak bisa langsung memprotes Baleg atas perubahan-perubahan yang diusulkan.
Menurut dia, yang terpenting adalah tersedianya ruang dialog dalam penyusunan rancangan undang-undang ini. Namun Mariana tak setuju perubahan itu dianggap titik kompromi atau diplomasi.
"Bukan titik diplomasi, tapi mengadaptasi dengan situasi diskusi di dalam Baleg. Artinya dia cair, bertumbuh, jadi dia enggak langsung jadi, tergantung proses mereka di dalam sana," kata Mariana ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 September 2021.
Dalam rapat pleno 30 Agustus lalu, tim Baleg Sabari Barus memaparkan draf baru RUU PKS. Ihwal usulan perubahan judul, Barus beralasan hal itu mengambil pendekatan hukum bahwa kekerasan seksual merupakan tindak pidana khusus.
Adapun empat definisi kekerasan seksual yang diusulkan tim Baleg yakni pelecehan seksual (fisik dan nonfisik), pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan (hubungan seksual), dan eksploitasi seksual.
Dalam draf sebelumnya yang disusun berdasarkan masukan kelompok sipil, definisi kekerasan seksual mencakup pelecehan seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual.
Menurut Willy Aditya, tim ahli Baleg sudah mempelajari sejumlah undang-undang lain seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Perkawinan, UU KDRT, serta Rancangan KUHP. Ia mengatakan hal-hal yang sudah tertuang dalam aturan-aturan tersebut tak akan dibahas lagi dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Prinsipnya apa yang sudah termaktub di dalam UU itu kami tidak bahas di sini," ujar Willy.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: KOMPAKS Kritik Draf RUU PKS Terbaru: Khawatirkan Jaminan Hak Korban Hilang