Sederet Masalah ketika Covid-19 Mulai Masuk ke Suku Pedalaman

Selasa, 17 Agustus 2021 12:51 WIB

Pembukaan Enggano Fiesta 2019 (bengkuluutarakab.go.id)

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah satu pekan lebih Rafli Zen merasa lemas dan sakit di seluruh badan. Kepala Suku Kaitora di Pulau Enggano, Bengkulu ini mengatakan gejala serupa juga dirasakan banyak warga dari enam desa di pulau seluas sekitar 400 meter persegi itu. Banyak masyarakat, kata Rafli, mengalami demam, flu, hingga hilang indera penciuman dan perasa mirip gejala Covid-19.

“Penyakit yang sekarang menyerang Enggano ini flu, sesak napas, kepala sakit, badan lemas. Sedang rata betul ini, enam desa adat terkapar semua,” kata Rafli kepada Tempo pada Rabu, 11 Agustus 2021.

Rafli tak menampik gejala-gejala itu seperti terpapar Covid-19. Namun ia sendiri tak tahu pasti lantaran tidak menjalani tes antigen maupun PCR. Menurut Rafli, tes corona biasanya hanya dilakukan mereka yang hendak keluar atau masuk ke Pulau Enggano.

Pria berusia 67 tahun ini mengaku cuma mengonsumsi paracetamol dan meminum ramuan rebusan, seperti daun cengkeh, jahe, lengkuas, dan tetumbuhan lainnya. Ia mengatakan, obat-obatan memang sulit didapat di pulau yang terletak di sebelah barat daya Bengkulu ini. “Tidak ada bantuan pemerintah di Enggano ini,” ujarnya.

Persoalan testing, tracing, dan treatment di atas hanya selapis masalah yang dialami masyarakat adat di tengah pagebluk Covid-19. Program vaksinasi pemerintah pun berjalan lambat.

Advertising
Advertising

Di luar Jawa, persoalan akses menjadi kendala yang signifikan. Masyarakat adat yang tinggal di pulau-pulau jauh dari kota berhadapan dengan terbatasnya stok vaksin. Sebagian orang juga enggan atau takut disuntik lantaran keburu terpapar disinformasi. Pemerintah dinilai tak cukup menggencarkan sosialisasi untuk menangkal informasi yang tidak benar.

***

Alih-alih menyebut Covid-19, sebagian masyarakat adat di Toraja, Sulawesi Selatan, memakai istilah sangulele jika mengalami flu dan batuk belakangan ini. Sangulele dapat dimaknai sebagai ‘keseluruhan’ atau ‘semua orang’. Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Rukka Sombolinggi, istilah itu digunakan karena gejala serupa dialami oleh banyak orang.

Di beberapa wilayah adat di Pulau Kalimantan, kata Rukka, sebagian masyarakat menganggap gejala batuk-batuk merupakan penyakit yang lazim terjadi berbarengan dengan musim panen buah-buahan—meski diiringi dengan demam dan anosmia. “Orang tidak mau menyebutnya Covid-19 karena juga tidak ada tesnya,” kata Rukka kepada Tempo, Ahad, 8 Agustus 2021.

Selanjutnya: Aparat pemerintah tak bisa menjangkau lokasi pedalaman..

<!--more-->

Rukka menilai ini menandakan kegagalan pemerintah memberikan pemahaman kepada masyarakat ihwal Covid-19 itu sendiri, kendati pagebluk sudah berlangsung selama 1,5 tahun. Menurut dia, pemerintah tak cukup mengerahkan perangkat yang dimiliki untuk sosialisasi kepada warga hingga ke desa-desa. Ujungnya, kata dia, masyarakat yang kerap disalahkan karena tidak menaati protokol kesehatan. “Persoalannya adalah lemahnya sosialisasi dari pemerintah, yang ada kemudian masyarakat disalahkan,” kata Rukka.

Rukka mengatakan pertahanan masyarakat adat di berbagai daerah mulai jebol seiring dengan menyebarnya virus corona varian delta. Menurut Rukka, penyebaran Covid-19 di wilayah adat disinyalir berasal dari pekerja perusahaan sumber daya alam di sekitar kawasan adat, aktivitas ekonomi warga setempat, ataupun aparatur sipil negara yang keluar-masuk kawasan.

Dia menyatakan, penularan angka positif Covid-19 di masyarakat adat cukup signifikan terjadi di kawasan Apau-Kayan, wilayah pedalaman Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Malaysia; Kepulauan Aru, Maluku; Lamandau, Kalimantan Tengah; Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan; dan Sigi, Sulawesi Tengah. Pada 10 Juli lalu, misalnya, sebanyak 361 warga Apau Kayan dilaporkan terpapar Covid-19. Di bulan yang sama, penyebaran virus corona di Kepulauan Aru mencapai 1.000 kasus.

Sukarnya akses transportasi menjadi kendala dalam penanganan pandemi yang melanda masyarakat adat di kawasan-kawasan tersebut. Salah satu tokoh masyarakat adat di Kepulauan Aru, Mika Ganobal mengatakan, hanya dua dari 117 desa yang dapat dijangkau dengan transportasi darat. “Dari gambaran itu saja sudah terlihat bagaimana sulitnya,” kata Mikka, Jumat, 13 Agustus lalu.

Ketua AMAN Maluku, Lenny Patty, mengatakan kampung-kampung adat sebenarnya menutup wilayah mereka pada tahun kemarin. Pergerakan mulai agak bebas pada awal tahun ini lantaran Covid-19 dianggap telah mereda. Namun seiring dengan naiknya kasus mulai Juni lalu, wilayah-wilayah adat kembali menutup perbatasan. “Melihat kasus Kota Ambon parah mereka putuskan untuk menutup sementara aktivitas di kampung,” ujar Lenny.

Upaya melindungi kawasan juga dilakukan melalui ritual adat. Ketua AMAN Indragiri Hulu, Riau, Gilung mengatakan, para batin (kepala adat) suku Talang Mamak menutup pintu-pintu masuk dengan upacara adat. “Saban rumah diberi penanda, ada yang berupa kemenyan, ada yang berupa kain putih,” ujar Gilung. Ia mengklaim belum ada warga adat Talang Mamak yang terpapar Covid-19.

***

Masyarakat adat juga berhadapan dengan pelbagai masalah menyangkut vaksinasi Covid-19. Mulai dari tak mendapat informasi ihwal vaksin dan efek yang lazim terjadi setelah penyuntikan, tak adanya pemeriksaan kondisi kesehatan sebelum divaksin, hingga stok yang terbatas. Ketua AMAN Indragiri Hulu, Gilung, mengatakan beberapa perangkat desa Talang Mamak sempoyongan hingga mengalami lumpuh setelah vaksin. Imbasnya, masyarakat yang semula bersedia disuntik pun menjadi enggan dan takut.

Ketua AMAN Toraya Romba Sombolinggi mengatakan tak ada pemeriksaan kesehatan memadai bagi warga yang hendak divaksin. Sedangkan, banyak masyarakat adat tak mengetahui kondisi awal kesehatan mereka, seperti komorbid yang dimiliki. Dia mencontohkan, seorang warga dinyatakan positif Covid-19 beberapa hari setelah divaksinasi. Warga tersebut diduga sudah terpapar virus saat menerima vaksin. “Yang diperiksa hanya suhu dan tensi, sedangkan orang tidak paham apakah dia punya komorbid,” ujar Romba.

<!--more-->

Lenny Patty dari AMAN Maluku meminta institusi pemerintah penyelenggara vaksinasi memastikan betul adanya pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat. Ia juga mewanti-wanti masyarakat terbuka jika mengetahui kondisi kesehatan mereka. Namun masalahnya, dia melanjutkan, sebagian masyarakat nekad divaksinasi meski tidak sehat, sebab ada informasi bahwa sertifikat vaksin menjadi syarat dalam mengurus administrasi di institusi pemerintahan.

Berhadapan dengan minimnya sosialisasi dari pemerintah, masyarakat adat berjibaku membangun resiliensi di kalangan mereka sendiri. Di Aru, Mika Ganobal—yang juga Lurah Siwalima—membentuk kelompok relawan dua bulan lalu. Menggandeng berbagai kelompok seperti anak muda Islam, anak muda Kristen, hingga Pramuka, mereka menggencarkan informasi mengenai Covid-19 kepada warga.

Kelompok Relawan Siwalima ini juga membuat sticker yang ditempelkan di rumah-rumah warga yang positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri. “Sehingga kalau dia mau keluar rumah atau warga yang mau bertamu melihat stikernya, mereka akan berpikir ulang,” ujarnya.
Adapun Gilung mengatakan, pengurus AMAN Indragiri Hulu akan berkeliling ke 29 wilayah adat Talang Mamak untuk meluruskan informasi seputar vaksin Covid-19. Wilayah adat terjauh dari Indragiri Hulu ialah Rantau Langsat yang terletak di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Menurut Rukka Sombolinggi, kurang dari 600 ribu masyarakat adat yang menyatakan mau disuntik vaksin Covid-19, dari 20 juta yang tergabung dengan AMAN. Pada 12 Juli lalu, AMAN memang merilis formulir daring bagi anggota mereka yang bersedia divaksin. Dalam empat hari, data yang masuk mencapai 400 ribu. Namun pada 17 Juli, dalam acara konsolidasi virtual, jaringan AMAN mengabarkan banyak yang mundur lantaran melihat adanya yang sakit dan meninggal setelah vaksin. “Sampai Agustus ini (jumlah yang ingin divaksin) naiknya perlahan sekali,” kata Rukka.

Di Enggano, menurut Rafli Zen, masyarakat sebenarnya bersedia disuntik vaksin Covid-19. Namun, stok vaksin di Enggano amat terbatas lantaran mengandalkan kiriman dari Bengkulu. Berjarak 12 jam perjalanan laut, kapal dari Bengkulu ke Enggano hanya datang dua kali dalam sepekan. “Kapal kadang-kadang satu minggu dua kali. Tapi sekarang cuaca Enggano sedang kurang bersahabat,” ujar Rafli.

Menurut Rafli, vaksin kadang tersedia hanya untuk 20 orang. Hingga Rabu, 11 Agustus lalu, dia memprediksi baru seperempat dari sekitar 3.800 masyarakat di Enggano yang sudah divaksin. Pria 67 tahun ini menyampaikan harapannya agar pemerintah lebih memperhatikan masyarakat adat di Enggano. “Tolong sampaikan ke Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), susah di Enggano ini.”

BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca: Pemerintah Didesak Permudah Vaksinasi Covid-19 Masyarakat Adat

Berita terkait

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

9 jam lalu

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

Arab Saudi mewajibkan jemaah calon haji memenuhi kriteria vaksinasi dan mendapatkan izin resmi.

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

1 hari lalu

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.

Baca Selengkapnya

Olahraga dan Modifikasi Gaya Hidup, Investasi Kesehatan bagi Anak Muda

2 hari lalu

Olahraga dan Modifikasi Gaya Hidup, Investasi Kesehatan bagi Anak Muda

Olahraga bisa menjadi investasi kesehatan di masa datang dan penting bagi anak muda zaman sekarang mengubah gaya hidup sehat dengan rajin berolahraga.

Baca Selengkapnya

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

3 hari lalu

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

Imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Simak alasannya.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

7 hari lalu

Jenis Vaksin yang Dianjurkan Pakar untuk Jemaah Haji

Empat jenis vaksin sangat penting bagi jemaah haji, terutama yang masuk populasi berisiko tinggi seperti lansia dan pemilik komorbid.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

10 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya