Kisah CEO Mussy.co Kehilangan Bibi yang Positif Covid-19, Meninggal di Tenda
Reporter
Friski Riana
Editor
Aditya Budiman
Sabtu, 24 Juli 2021 10:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejadian pada 21 Juli 2021 menjadi ingatan pahit bagi CEO Mussy.co Desty Rama Rumondang. Pada Rabu pagi itu sekitar pukul 05.05 WIB Desty menyaksikan tantenya, Rotua Situmorang yang positif Covid-19, mengembuskan napas terakhir di sebuah tenda darurat di RS Duren Sawit, Jakarta.
Rotua dengan kondisi sesak napas tak sempat mendapat penanganan intensif karena penuhnya pasien di IGD rumah sakit. “Mereka bilang kalau keadaan makin kritis, uak (panggilan kepada kakak dari ayah atau ibu) akan dipindahkan ke ICU, tapi nyatanya tidak. Sampai ajalnya pun uak masih di ruang tenda dan tidak dipindahkan ke ruang ICU,” kata Desty kepada Tempo, Jumat, 23 Juli 2021.
Sebelumnya atau pada Senin, 19 Juli 2021, Rotua menjalani tes PCR dan hasilnya positif Covid-19. Di malam itu, sekeluarga memutuskan untuk isolasi mandiri. Hanya selang sehari, Desty menceritakan kondisi tantenya memburuk. Saturasi oksigen berada di level 80-90 persen dan mengalami sesak napas. Desty dan keluarga sepakat membawa Rotua ke RS Eka Hospital yang terdekat dari rumah.
Sampai di rumah sakit, kondisi IGD penuh dengan pasien. Namun, Rotua masih bisa mendapatkan ruangan rawat jalan yang layak, serta mendapat bantuan oksigen. RS Eka Hospital kemudian menyarankan agar keluarga mencarikan RS yang masih tersedia tempat tidur di IGD agar sang uak mendapatkan perawatan intensif. “Lalu saya berkeliling Jakarta dengan guidance dari aplikasi Siranap untuk mencari IGD tersedia,” katanya.
Siranap merupakan aplikasi yang dikembangkan Kementerian Kesehatan untuk mengecek ketersediaan tempat tidur pasien Covid-19 maupun non Covid-19 di rumah sakit. Merujuk pada aplikasi Siranap, Desty menemukan ada tiga rumah sakit di kawasan Jakarta Utara yang tertulis masih tersedia tempat tidur di IGD. Tiba di sana, ketiga rumah sakit tersebut nyatanya menolak permohonan Desty untuk mendaftarkan sang tante.
Atas saran dari kenalan sepupunya, Desty mencoba peruntungan di RS Duren Sawit. Setelah mengkonfirmasi ketersediaan bed kepada tim registrasi pasien di RS tersebut, Desty mengisikan data tentenya untuk pendaftaran IGD.
Ketika Rotua tiba di RS Duren Sawit, tim medis menyampaikan bahwa tidak ada tempat tidur kosong di IGD tersebut. “Bagaimana bisa RS sebesar itu missmatching dengan database IGD yang perannya sangat krusial dengan hidup dan mati seseorang,” ujarnya.
Karena keadaan Rotua yang semakin kritis, Desty dan keluarga yang sudah kalut dan bingung terpaksa tetap berada di sana menunggu pihak RS melakukan penanganan. Ia semakin dibuat kecewa saat penanganan terhadap tantenya itu hanya seadanya dan tidak sesuai ekspektasi.
“Di situ mereka lihat kondisi uak sudah kritis tapi mereka hanya menaruh uak di ruang tenda. Bukan malah di taruh di IGD atau ICU,” kata dia.
Hanya dua jam bertahan di tenda darurat, sang uak tutup usia. Desty mengaku masih merasa menyesal dengan keputusan memindahkan Rotua ke sana. Ia pun berharap pengalaman pahitnya ini dapat diketahui pemerintah agar dapat bertindak tegas. Serta melindungi orang-orang yang kurang beruntung, seperti warga yang positif Covid-19 tapi tak dapat perawatan layak, agar bisa mendapatkan keadilan.
Baca juga: Ada 2.313 Pasien Isoman Wafat, Politikus PAN Bilang Akibat Kelemahan Penanganan
FRISKI RIANA