Bacakan Pledoi, Edhy Prabowo Minta Maaf ke Jokowi dan Prabowo Subianto

Jumat, 9 Juli 2021 17:30 WIB

Terdakwa kasus suap izin ekspor benih lobster, Edhy Prabowo saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 29 Juni 2021. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meminta maaf ke Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Permintaan maaf itu disampaikan Edhy saat membacakan pleidoi dalam sidang perkara suap ekspor benih lobster yang membelitnya menjadi terdakwa.

“Permohonan maaf secara khusus saya sampaikan kepada Presiden RI Bapak Ir Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto,” kata Edhy dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 9 Juli 2021.

Dia mengatakan kedua orang itu telah memberikan amanah dan kepercayaan kepadanya. Edhy mengucapkan permohonan maaf atas perbuatannya yang sengaja maupun tidak disengaja.

Bekas politikus Partai Gerindra ini menceritakan peran besar Prabowo dalam karier politiknya. Dia mengatakan sempat masuk Akademi Militer di Magelang, namun dikeluarkan. Setelah itu dia merantau ke Jakarta mencari kerja. Di Ibu Kota, dia bertemu Prabowo. Dari perkenalan itu, Ia memulai awal kariernya sebagai pegawai di perusahaan, menjadi anggota DPR, hingga menjadi Menteri KKP.

“Bila sempat ada berita Edhy adalah orang yang diambil Prabowo dari comberan, saya katakan itu benar,” ujar Edhy.

Advertising
Advertising

Untuk kasusnya sendiri, Edhy membantah mengetahui adanya suap dalam pengajuan izin ekspor benih lobster. Edhy juga membantah dirinya adalah pemilik PT Aero Citra Kargo, perusahaan yang memonopoli pengiriman benih dari Indonesia ke luar negeri. “Tuduhan bahwa saya terlibat mengatur dan turut menerima aliran dana adalah sesuatu yang amat dipaksakan dan keliru,” kata dia.

Dalam perkara ini, KPK menuntut Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 tahun kurungan. Selain pidana, jaksa KPK menuntut Edhy membayar uang pengganti sebanyak Rp 9,6 miliar dan US$ 77 ribu. KPK mendakwa Edhy dan anak buahnya menerima suap Rp 24 miliar dan US$ 77 ribu. Duit diberikan agar Edhy mempercepat proses pengajuan izin budidaya dan ekspor benih lobster.

Baca juga: Edhy Prabowo Dituntut 5 Tahun Penjara, ICW: Lukai Keadilan

Berita terkait

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

7 menit lalu

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

Partai Demokrat menyoroti mimpi SBY setahun lalu yang serupa dengan keinginan Prabowo membuat presidential club.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

1 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

2 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

3 jam lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

4 jam lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

Politikus Demokrat anggap gagasan Prabowo Subianto yang ingin membentuk Presidential Club sebagai politik tingkat tinggi.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

4 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

5 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

5 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

6 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya

Zulhas Dukung Presidential Club Usulan Prabowo

6 jam lalu

Zulhas Dukung Presidential Club Usulan Prabowo

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan alias Zulhas mendukung usulan pembentukan presidential club dari presiden terpilih Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya