Pemerintah yang Megap-megap di Tengah Krisis Oksigen
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Selasa, 6 Juli 2021 08:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi kesehatan Sri Wuryani, warga Kotagede, Yogyakarta drop pada Ahad, 27 Juni 2021. Saturasi oksigen Ibu dua anak ini menurun hingga di bawah 50 persen. Padahal, untuk orang normal saturasi ada di angka sekitar 95 persen.
Tri Wahyono, anak terakhir Sri, dan sang kakak, Heri Karuniawan, kelimpungan mencari oksigen untuk ibunya. “Oksigen langka. Kami usaha ke sana ke mari,” kata Tri menceritakan ulang kejadian itu Kamis, 1 Juli 2021. Setelah mencari ke sana-sini, Tri akhirnya mendapatkan dua tabung dari salah satu kerabatnya.
Kelangkaan oksigen di Kota Pelajar ini akibat meningkatnya pasien Covid-19 di rumah sakit. Keduanya bahkan sempat kelimpungan mencari rumah sakit untuk sang Ibu. Beberapa rumah sakit menolak lantaran IGD penuh.
Dua hari mencari, kakak beradik ini sebenarnya bisa mendapat perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. S. Hardjolukito. Naas, Sri Wuryani menghembuskan nafas terakhir pada Selasa, 29 Juni 2021. Ia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit tersebut.
Krisis oksigen memang terjadi hampir di seluruh rumah sakit di Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, misalnya, ketar-ketir menangani pasien karena oksigen habis hanya dalam hitungan jam.
Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Mohammad Komarudin mencari pasokan oksigen hingga Kota Surabaya, Jawa Timur dan Denpasar, Bali.
Komarudin menyebutkan PT Samator, distributor gas langganan rumah sakitnya hanya mampu memasok sepersepuluh dari kebutuhan oksigen di tengah melonjaknya pasien Covid. Sejak dua pekan terakhir kebutuhan oksigen naik empat kali lipat ketimbang hari biasa.
Rumah Sakit Umum Pusat atau RSUP dr. Sardjito Yogyakarta juga sempat krisis oksigen pada Sabtu, 3 Juli sampai Ahad, 4 Juli 2021. Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas RSUP Dr. Sardjito, Banu Hermawan mengatakan stok mulai menipis sejak Sabtu siang.
Parahnya, Banu mengatakan stok sentral benar-benar habis pada pukul 20.00 WIB. Rumah sakit sempat menjaga pasokan dengan tabung. Untungnya, Kepolisian Daerah Yogyakarta membantu 100 tabung oksigen pada Ahad, 4 Juli 2021 pukul 00.15 WIB. "Suplai oksigen berjalan lagi," kata Banu.
Kondisi ini tentu mengancam keselamatan nyawa para pasien Covid-19 di rumah sakit tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun, ada 63 pasien meninggal dalam rentang waktu tersebut. Banu mengatakan tidak semua meninggal karena kekurangan oksigen. Ia mengatakan pasien yang datang ke rumah sakit memang sudah dalam kondisi buruk.
Baca selanjutnya: Kelangkaan oksigen terjadi di daerah lain...
<!--more-->
Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi Dokter Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Mahesa Paranadipa Maikel, mengatakan saat ini kebutuhan pasokan oksigen di rumah sakit-rumah sakit meningkat 2-3 kali lipat.
"Kondisi hari ini tidak sama dengan kondisi beberapa bulan lalu. Saat ini hampir 90 persen pasien di ruang isolasi butuh oksigen," kata Mahesa saat dihubungi, Senin, 5 Juli 2021.
Ia mengatakan persoalan muncul ketika produsen pasokan oksigen tidak bisa memenuhi kebutuhan kebanyakan rumah sakit. Alhasil pasokan dan permintaan tak lagi seimbang.
Di Kudus, Mahesa mengatakan laporan soal krisis oksigen sudah masuk sejak bulan lalu. Sedangkan di Jabodetabek sudah hampir 2 minggu ini mengalami krisis. Daerah lain seperti Bandung juga telah melaporkan kondisi krisis serupa.
Mahesa mengatakan selain terbatasnya perusahaan penyedia layanan pasokan oksigen, juga muncul lonjakan permintaan isi ulang dari masyarakat.
Kementerian Kesehatan menyebut kapasitas produksi oksigen nasional seluruhnya mencapai 866 ribu ton/tahun. Namun dengan kondisi saat ini, utilitas pabrik hanya mencapai 75 persen. Sehingga yang riil diproduksi adalah 640 ribu ton.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Senin, 5 Juli 2021, mengatakan bahwa dari 640 ribu ton/tahun itu, 75 persen atau 548 ribu ton/tahun, dipakai untuk oksigen industri. Mulai dari industri baja, nikel, hingga smelter. Alokasi untuk medis, hanya 25 persen 181 ribu ton/tahun.
Meski begitu, Budi mengatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk memastikan bahwa pemerintah akan segera mengubah alokasinya menjadi 90 persen untuk medis.
"Kita sudah koordinasi dengan Menperin agar konversi oksigen dari industri ke medis diberikan sampai 90 persen. Sekitar 575 ribu ton/tahun produksi oksigen dalam negeri akan dialokasikan ke medis," kata Budi.
Baca selanjutnya: Pemerintah dinilai terlambat antisipasi...
<!--more-->
Lapor Covid-19 melihat krisis oksigen yang terjadi menjadi salah satu tanda fasilitas kesehatan kolaps. Pendiri inisiatif LaporCovid-19, Irma Hidayana mengatakan pemerintah harus mengakui kondisi darurat pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Irma juga menilai pemerintah harus meminta maaf kepada masyarakat atas ketidakberhasilan menangani pandemi selama 1,5 tahun. "Saya kira permintaan maaf dan pengakuan pemerintah saat ini diperlukan, selain solusi yang konkret memberikan bantuan," kata Irma dalam diskusi virtual, Senin, 5 Juli 2021.
Irma pun menyoroti sikap Kementerian Kesehatan yang membantah kolapsnya fasilitas kesehatan dan kondisi tenaga kesehatan yang kelelahan. Tak setuju disebut kolaps, Kemenkes menyatakan fasilitas kesehatan hanya mengalami overkapasitas.
Irma mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan yang meningkatkan layanan bagi pasien Covid-19 yang isolasi mandiri. Namun dia meminta pemerintah untuk tidak sekadar menjawab bahwa mereka telah mengkonversi rumah sakit umum menjadi rumah sakit khusus Covid-19.
Irma mengatakan Lapor Covid-19 menerima banyak sekali laporan dari warga positif Covid-19 yang kesulitan mencari tempat isolasi terpusat, rumah sakit, ICU, hingga oksigen. Hingga Ahad kemarin, Lapor Covid-19 mencatat 278 orang meninggal saat isolasi mandiri atau sedang berupaya mengakses layanan kesehatan. "Di lapangan keluarga berjuang luar biasa untuk mendapatkan bantuan supaya bisa dirawat oleh rumah sakit," ujar Irma.
Baca juga: Krisis Oksigen, Kemenkes Akui Ada Masalah Distribusi
SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), EGI ADYATMA, BUDIARTI UTAMI PUTRI (JAKARTA)