Nasib 75 Pegawai KPK Dibahas Hari Ini, Begini Perjalanan Polemik TWK
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Aditya Budiman
Selasa, 25 Mei 2021 08:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan akan menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah lembaga membahas nasib 75 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan pada hari ini, Selasa, 25 Mei 2021.
Selain KPK, peserta rapat lainnya adalah perwakilan dari Kementerian PAN RB, Badan Kepegawaian Nasional, Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Hukum dan HAM, serta Komisi Aparatur Sipil Negara.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan rapat koordinasi itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, presiden meminta agar hasil TWK tidak dijadikan dasar untuk memecat pegawai. Melainkan sebagai bahan evaluasi untuk instansi dan individu pegawai KPK.
Hasil tes wawasan kebangsaan itu belakangan menjadi polemik. Tes ini merupakan syarat bagi para pegawai untuk menyandang status aparatur sipil negara. KPK menggandeng Badan Kepegawaian Negara untuk melakukan tes ini. Lembaga lain yang terlibat adalan Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Teroris dan TNI Angkatan Darat.
Dikutip dari Koran Tempo edisi 11 Maret 2021, materi dalam tes wawancara ini sempat menjadi sorotan, karena lebih mirip screening ideologi. Tes diselenggarakan pada 9-10 Maret 2021 di Gedung II BKN, Jakarta Timur. Seorang pegawai KPK setelah menjalani tes saat itu mengatakan dalam tes yang berisi tiga modul buatan Dinas Psikologi TNI AD itu para pegawai diminta menyatakan sikap pada beberapa pertanyaan.
“Di modul ketiga, kami dikasih empat pertanyaan, disuruh memilih yang paling sesuai sama kami. Di sini ada salah satu pernyataan: Nabi adalah suci dan berbeda dengan manusia lain,” kata pegawai itu.
Soal itu berlanjut pada modul berbentuk esai yang disebut Indeks Moderasi Beragama. Dalam esai itu, mereka diminta untuk menjawab revisi UU KPK sebagai kebijakan pemerintah yang tak disetujuinya. Selain itu, menurut dia, pada bagian esai dia diminta untuk menyatakan pendapat mengenai Partai Komunis Indonesia, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, serta LGBT dan Transgender.
Setelah adanya tes tersebut, sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak lolos. Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengaku sejak awal curiga tes wawasan kebangsaan itu dibuat hanya untuk menyingkirkan para pegawai tersebut.
"Ternyata kecurigaan itu terkonfirmasi belakangan ini dengan ada pegawai KPK 75 orang disebut tidak lolos," kata Novel Baswedan dalam wawancara Ini Budi yang tayang di Youtube Tempodotco, dikutip Sabtu, 22 Mei 2021.
<!--more-->
KPK membagikan SK kepada para pegawai KPK tak lolos TWK pada 11 Mei 2021. Ada empat poin yang tercantum dalam SK tersebut. Salah satunya, memerintahkan pegawai yang tak lulus agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Novel menilai banyak hal yang aneh dari isi SK tersebut. Salah satu poinnya adalah perintah untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan.
"Kami tahu perintah tersebut perintah yang aneh karena SK terkait dengan hasil tapi disuruh menyerahkan tugas dan tanggung jawab. Tentunya kami harus lihat dan kami ingin mengklarifikasi, mempertanyakan hal itu dengan surat resmi kepada pimpinan," ucap di Gedung KPK C-1, Jakarta Selatan.
Selain itu, Novel menyatakan jika sebagian besar dari 75 pegawai KPK belum menerima SK tersebut. Namun, ia memastikan bahwa seluruh pegawai akan tetap bekerja. Terlebih mereka sudah mendapatkan upah bulanan.
Plt Jubir KPK Ali Fikri membantah telah menonaktifkan pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. KPK menyatakan hak dan tanggung jawab para pegawai itu masih tetap berlaku. “Bukan dinyatakan nonaktif, karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaiannya masih tetap berlaku,” katanya, Ahad, 16 Mei 2021.
Perkara tidak lolosnya 75 pegawai dalam tes wawasan kebangsaan itu pun menjadi polemik. Lantaran hal itu, pimpinan KPK dilaporkan kepada Ombudsman. Tak hanya itu, perkara TWK juga dilaporkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. Perkara itu juga memunculkan argumen dari berbagai pihak, mulai dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, hingga organisasi masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch.
Setelah beberapa waktu menjadi polemik, Presiden Jokowi pun mengeluarkan pernyataan resmi mengenai tes tersebut. Jokowi menegaskan bahwa hasil TWK tidak dapat menjadi dasar pemberhentian 75 orang pegawai KPK.
"Hasil Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Presiden Jokowi melalui Youtube Sekretariat Presiden, Senin 17 Mei 2021.
Menurut Presiden, TWK ini dibuat sebagai salah satu syarat peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Peralihan status ini adalah bentuk upaya pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. Namun ia menegaskan TWK tak bisa dijadikan dasar penilaian begitu saja.
Ia pun mengatakan sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK, yang menyatakan bahwa proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN tak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
"Saya minta kepada para pihak yang terkait khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB, dan kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus tes dengan prinsip-prinsip yang saya sampaikan tadi," kata Jokowi.
Setelah adanya pernyataan itu, Ketua KPK Firli Bahuri memastikan bakal menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo itu. "Saya pastikan bahwa KPK sebagaimana arahan Presiden, kami pegang teguh dan kami tindak lanjuti dengan cara koordinasi komunikasi dengan Menpan RB dan Kepala BKN, termasuk juga dengan kementerian lain," ucap Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 20 Mei 2021.
Baca juga: Laporkan Soal TWK ke Komnas HAM, Novel Baswedan: Upaya Menyelamatkan Bangsa
CAESAR AKBAR | ANDITA RAHMA | ROSSENO AJI | ANTARA