Cerita Perjalanan Jelajah Negeri ke Kota Cirebon
Rabu, 31 Maret 2021 19:53 WIB
Cerita tentang kekhasan Kota Cirebon tak lekang oleh waktu. Dari tempat religi, kenikmatan kuliner Kota Udang sampai baju batik di Kampung Trusmi selalu meninggalkan cerita tersendiri. Bagaimana keunikan dan tempat wisata kota yang berada di pesisir Jawa ini berikut jalan bareng program Jelajah Negeri Tempo.
Kamis, 18 Maret 2021, kami mengunjungi Gua Sunyaragi yang dibangun pada ratusan tahun lalu. Rombongan Jelajah Negeri ditemani pemandu, Jajat Sudrajat, yang mengajak berkeliling gua. Pak Jajat, begitu kami menyapa, menjelaskan sejarah Gua Sunyaragi.
Menurut dia, Gua Sunyaragi dibangun melalui tiga fase kesultanan. Nama lain dari Taman Air Gua Sunyaragi adalah Taman Kaputren Panyepi Ing Raga atau tempat menyucikan diri dan jiwa dari keramaian dunia.
Gua Sunyaragi merupakan situs sejarah. Gua ini merupakan peninggalan para sultan Cirebon yang diperkirakan dibangun mulai 1529.
Selepas mengunjungi Gua Sunyaragi, kami melanjutkan perjalanan menuju Keraton Kacirebonan. Di sana, kami disambut dengan tarian sintren.
Kesenian tari ini merupakan tarian yang khas dari daerah Cirebon. Seni tari sintren sendiri mengandung unsur magis sehingga tidak diperuntukan untuk mainan.
Tari sintren biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam. Sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup kain.
Tari Sintren memiliki filosofi bagi kehidupan. Menurut Elang Heri, pemandu Sintren, tarian ini menggambarkan perjalanan manusia dari sederhana hingga mengalami perjuangan mengarungi dunia dengan simbol belenggu.
“Lepas dari belenggu hingga masa kejayaan. Di sini simbolnya adalah bidadari,” kata Elang Heri.
Elang Heri menambahkan jika sudah menjadi seorang bidadari, biasanya lupa diri, gelap mata. “Istilahnya bisa di permainkan oleh harta benda, jadi sebagai manusia harus berusaha untuk jangan melupakan masa jaya dan terjebak oleh harta benda,” tuturnya.
Tempo juga diberi kesempatan berbincang-bincang seputar sejarah kesultanan Kacirebonan dengan Sultan Kacirebonan, Pangeran Abdul Gani Natadiningrat.
Setelah menyaksikan penampilan tari Sintren dan bersilaturahmi dengan Pangeran Abdul Gani Natadiningrat, kami melanjutkan perjalanan mengunjungi Pondok Pesantren Benda Kerep.
Untuk menuju lokasi pesantren, setiap masyarakat maupun santri harus menyeberangi sungai. Juga tersedia tali membentangi sungai sebagai sarana bagi para warga ataupun santri yang ingin menyebrang ketika air sungai sedang tinggi.
Pesantren Benda Kerep adalah salah satu pesantren tua di Cirebon yang masih berdiri hingga kini. Berlokasi di kampung Benda Kerep, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Cirebon.
Menurut Pengasuh Pesantren Benda Kerep, Kiai Haji Muhammad Miftah, Pesantren Benda Kerep didirikan pada 1826 oleh seorang ulama besar Kiai Haji Maulana Muhammad Soleh atau dikenal dengan Mbah Soleh.
Menurut Kiai Miftah, Kampung Benda Kerep awalnya adalah sebuah hutan yang dikenal angker. Konon, setiap orang yang masuk ke hutan ini tak pernah bisa kembali.
Setelah berbincang-bincang dengan Kiai Miftah, tujuan akhir kami adalah mengunjungi Kantor Balai Kota Cirebon. Di kantor wali kota ini, kami disambut dengan hangat Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Agus Mulyadi.
Tempo dan Sekda Agus Mulyadi membahas mengenai membangkitan ekonomi mikro dan pariwisata Kota Cirebon. Agus menjelaskan bahwa pemerintah kota mendukung kegiatan Tempo dan memastikan Kota Cirebon aman dikunjungi pelancong.
Selama pandemi, pemerintah kota menyediakan alat pengecekan suhu tubuh, hand sanitizer, masker dan lainnya. Menurut Agus kebijakan ini sebagai adalah bentuk usaha pemerintah kota menggerakan ekonomi serta pariwisata Kota Cirebon dengan mengikuti standarisasi protokol kesehatan.
Jumat, 19 Maret 2021, kami melanjutkan jelajah dengan mengunjungi lokasi pembuatan Batik Komar di desa Trusmi Plered Cirebon. Di tempat ini, kami diberi ruang untuk mengikuti workshop pembuatan batik tulis bersama pengrajin lainnya. Kami juga dipandu langsung pemilik usaha Batik Komar, Komarudin Kudiya. Host dan peserta Jelajah Negeri ikut membatik bersama pengrajin lainnya.
Komarudin menjelaskan bahwa usaha kecil menengah ini merupakan salah satu sumber penghasilan masyarakat sekitar yang tak hanya memiliki nilai ekonomi, namun juga nilai estetis yang tinggi.
“Ini adalah bagian dari industri kreatif yang dibangun oleh masyarakat Cirebon. dengan usaha batik ini mereka bisa menghasilkan sesuatu dan bisa menambah ekonomi kerakyatan,” kata Komarudin.
Pada masa pandemi, kata dia, perajin mampu bertahan. “Kami menghasilkan produk-produk kreatif yang memiliki nilai ekonomi dan tentunya memiliki estetis yang tinggi,” tuturnya.
Puas membatik, kami melanjutkan penjelajahan menuju pengusaha oleh-oleh makanan khas Kota Cirebon, kue Gapit. Kami bertemu dengan Abdul Gofur, pembuat makanan ringan ini.
Tak lupa, kami pun mencoba membuat kue Gapit ini. Namun, memang tak semudah kelihatannya. Melalui proses pemanggangan, lalu dijepit menggunakan besi baja. Ciri khas makanan ini memiliki cita rasa gurih dengan berbagai varian toping sebagai pelengkapnya.
Kue gapit terbuat dari tepung tapioka yang bentuknya pipih. Camilan ini berdiameter kecil dan tebal dan bermotif kotak-kotak. Tersedia dengan dua varian rasa yakni kacang dan bawang.
Setelah usai merasakan sensasi pembuatan kue Gapit, kami pun melanjutkan penjelajahan ke lokasi berikutnya. Kami mengunjungi salah satu Sirup yang fenomenal yakni Sirup Cabai.
Ya, sirup cabai memang cukup terkenal di Kota Cirebon. Sang pemilik, Rachel Munaah menceritakan awal mula produksi sirup ini. Berawal dari seorang kader puskesmas RW Larangan Utara, muncul ide membuat produk inovasi unik, sirup cabai. Tak hanya pedas, sirup ini memiliki manfaat yang baik untuk tubuh. Dengan memiliki kandungan vitamin c dan zinc cukup tinggi, sirup bisa dikonsumsi semua usia. Hadir dengan beberapa varian rasa yaitu strawberry, pisang susu, lychee dan original.
Rachel Munaah juga mengajak kami untuk ikut dalam pembuatan produk Sirup Cabainya. Cara pembuatannya pun cukup sederhana, pertama cabai merah dipisahkan dari bijinya, kemudian direbus dan diberi gula pasir.
Usai mempelajari cara pembuatan sirup cabai ini, kami melanjutkan penjelajahan ke destinasi terakhir. Ya, tidak afdol jika kami tidak mencicipi empal Gentong khas Kota Cirebon.
Kami memilih Empal Gentong Amarta sebagai lokasi makan siang sebelum kembali ke Jakarta. Kalau empal asem dihidangkan dengan kuah bening, lain halnya dengan empal gentong.
Empal gentong dimasak menggunakan gentong dengan kuah bersantan dan ditambahkan dengan potongan daging yang empuk. Disajikan dengan acar dan lontong atau nasi.
Soal rasa empal gentong Amarta Cirebon tak perlu diragukan. Bumbu-bumbunya yang khas diantara kuah yang dilengkapi dengan potongan daging sapi, pastinya lidahmu akan begitu dimanjakan.
Ya, empal gentong Amarta ini menjadi penutup penjelajahan kami yang sempurna. Setelah kenyang menyantap empal gentong ini, kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta.
Rasanya untuk menikmati pariwisata serta kuliner di Kota Cirebon tidak cukup jika hanya dua hari. Pastinya kami akan kembali ke kota ini dan menikmati berbagai cerita sejarah hingga kuliner di sana.
Bagi kamu yang penasaran dengan kegiatan penjelajahan kami selama dua hari satu malam di Kota Cirebon, kamu bisa menyaksikannya melalui video berikut ini!