Buntut Polemik Rektor USU, Kemendikbud Bakal Atur Soal Self-Plagiarism
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Eko Ari Wibowo
Jumat, 29 Januari 2021 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana memperbarui aturan mengenai plagiarisme. Dalam pembaruan tersebut, nantinya akan diatur soal self-plagiarism yang belakangan menuai polemik berkaitan dengan tuduhan terhadap Rektor USU Terpilih, Muryanto Amin.
"Baru-baru ini, kami sedang memperbarui peraturan, baik itu juknis juklak untuk mengatasi plagiasi, termasuk istilah self-plagiarism. Kami akan atur, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di dunia akademik maupun masyarakat," ujar Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam dalam konferensi pers secara daring, Kamis, 28 Januari 2021.
Sebelumnya, Rektor USU Runtung Sitepu (Periode 2015-2021) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang berisi penjatuhan sanksi pelanggaran norma etika akademik/etika keilmuan dan moral civitas akademika kepada Muryanto Amin dalam kasus plagiarisme.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu diduga melakukan praktek self-plagiarism atau auto plagiasi terkait artikel berjudul: A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada jurnal Man in India, yang terbit pada September 2017. Karya itu dinilai plagiat dari karya Muryanto sendiri yang dalam bahasa Indonesia berjudul: Relasi Jaringan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara.
Runtung dalam suratnya mengatakan, karena terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja dan berulang melakukan perbuatan plagiarisme dalam bentuk self-plagiarisme atau autoplagiasi (plagiasi diri sendiri), maka ada sanksi melanggar etika keilmuan dan moral sivitas akademik. Akibat sengkarut tersebut, Muryanto sempat terancam tidak bisa dilantik menjadi rektor.
Baca: Muryanto Baru Bisa Dilantik Jadi Rektor USU Jika Surat Sanksi Plagiat Dicabut
Kemendikbud kemudian melakukan pendalaman dengan membentuk tim review independen yang berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Dari kajian yang dilakukan oleh tim, kata Nizam, Muryanto dinyatakan tidak memenuhi unsur-unsur plagiasi sebagaimana diatur dalam Permendiknas No.17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
Pengertian plagiat menurut Pasal 1 angka 1a Permendiknas 17/2010 adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh
atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak
lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Dalam kasus Muryanto ini, kata Nizam, yang terjadi adalah penerbitan ulang atas karya dari Muryanto sendiri. Dan publikasi dilakukan dengan prinsip open acsess. "Artinya, hak ciptanya masih ada pada penulis, jadi tidak ada pelanggaran copyright," ujarnya.
"Pelanggaran hak cipta (terjadi) kalau kita menerbitkan publikasi itu pada salah satu jurnal dan copyright kita serahkan ke penerbit. Kemudian kita publikasi lagi ke penerbit lain, itu ada pelanggaran copyright," lanjutnya.
Dengan demikian, tim menyimpulkan Muryanto tidak melakukan plagiasi maupun pelanggaran hak cipta. Sementara self-plagiarism yang dituduhkan kepada Muryanto, lanjut Nizam, belum ada aturan hukumnya di Indonesia, sehingga tak ada dasar hukum pemberian sanksi terhadap Muryanto dalam kasus ini.
"Jadi, sanksi yang dikeluarkan oleh Rektor Runtung tidak punya dasar, karena sekali lagi, yang dilakukan bukan plagiasi," ujar Nizam.
Ia berharap hasil kajian tim ini bisa menyelesaikan polemik. Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sumatera Utara (USU) resmi melantik Muryanto Amin menjadi Rektor USU Periode 2021-2026 di Kantor Kemendikbud RI Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021. "Kami harap setelah dilantik, konsolidasi internal segera terjadi, agar dapat bekerja bersama dalam memajukan kampus,” ujar Nizam.
DEWI NURITA