Sekda Sebut 2 Penyebab Kegaduhan Pejabat dan ASN Jember
Reporter
Antara
Editor
Aditya Budiman
Minggu, 24 Januari 2021 08:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah Kabupaten Jember Mirfano angkat bicara soal penyebab kegaduhan birokrasi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jember hingga berdampak terhadap krisis legalitas jabatan.
"Ada dua kebijakan yang saat ini menjadi sumber kegaduhan para pejabat dan ASN Kabupaten Jember," kata Sekda Mirfano mengutip Antara, Ahad, 24 Januari 2021.
Menurut Mirfano, penyebab kegaduhan birokrasi di Pemkab Jember pertama ialah adanya perintah yang disampaikan melalui pesan WhatsApp kepada 16 organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menyusun rencana kerja belanja (RKB) dari pos anggaran belanja tidak terduga. "Perintahnya melalui WhatsApp, bukan perintah tertulis sehingga membuat bingung para Kepala OPD dan melaporkannya kepada saya," tuturnya.
Dasar pencairan anggaran belanja tidak terduga tersebut adalah Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2021 tentang APBD 2021. Padahal, Perbup tersebut diundangkan tanpa pengesahan Gubernur Jawa Timur. "Bagaimana kita bisa mencairkan anggaran yang dasarnya tidak punya legal standing. Terhadap Perbup APBD itu sudah kami laporkan kepada Ibu Gubernur Jatim (Khofifah Indar Parawansa) belum lama ini," kata Sekda Mirfano.
Sementara penyebab kegaduhan yang kedua, menurut Mirfano, adalah adanya kebijakan pengundangan kedudukan dan susunan organisasi tata kerja (KSOTK) 2021 yang menjadi dasar penerbitan surat keputusan pelaksana tugas untuk seluruh jabatan, sehingga ada lima poin yang kemudian muncul dan berlaku berikutnya.
"Dengan diundangkannya KSOTK 2021 itu, seluruh jabatan demisioner segera ditetapkan sebagai pejabat untuk mengisi jabatan sesuai KSOTK yang baru itu," ujar Mirfano.
Menurut Mirfano, penetapan pejabat pelaksana tugas itu bermakna telah terjadi perubahan status hukum terhadap pejabat definitif pada KSOTK sebelumnya. Artinya, telah terjadi penggantian jabatan yang dilarang oleh UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Padahal, penetapan jabatan Plt (pelaksana tugas) itu hanya bisa dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong, yakni untuk pejabat yang eselonnya setara atau setingkat lebih tinggi," jelas Mirfano yang mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jember itu.
<!--more-->
Kemudian terhadap pengundangan SOTK 2021, lanjut sekretaris daerah, akan berdampak pada seluruh pejabat akan berstatus staf. Padahal pembebasan pejabat menjadi staf harus melalui mekanisme pemeriksaan oleh atasan langsung berdasarkan PP Nomor 53 tahun 2010.
Jika proses itu tidak dilalui, pejabat yang bersangkutan (pejabat yang masih ada) harus dikukuhkan kembali sesuai dengan jabatan yang sebelumnya atau setara dengan jabatan sebelumnya.
Baca juga: Mutasi Pejabat Setelah Kalah Pilkada, Bupati Jember Diperiksa Irjen Kemendagri
"Akibat dari demosioner seluruh ASN berposisi staf, maka seluruh ASN berposisi sebagai staf. Tidak ada yang memenuhi syarat untuk menduduki posisi jabatan eselon ll, lll dan lV, walaupun dengan status Plt atau Plh (pelaksana harian)," kata Sekda.
Mirfano menjelaskan hal itu bermakna telah terjadi stagnasi pemerintahan akibat dari krisis legalitas jabatan itu. Ia mengimbau kepada para pejabat dan ASN tetap tenang untuk menyikapi kegaduhan tersebut dengan pikiran yang jernih. "Saya minta seluruh ASN melayani masyarakat dengan sungguh-sungguh, sehingga fokus dalam pelayanan," ujarnya.
Sekda menyatakan mengenai perintah menyusun rencana kerja belanja yang bersumber dari WhatsApp atau lisan, tanpa perintah tertulis, dimohon untuk mengabaikan saja dan apabila ada perintah tertulis, pihaknya meminta pejabat tetap berkonsultasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Jember saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu instruksi RKB 16 OPD di Pemerintah Kabupaten Jember. Dalam perintah di WhatsApp yang beredar di grup pejabat ASN itu tertera nama Kepala Diskominfo, P. Gatot Diskominfo. "Kok bisa ada nama saya. Mesti saya diikut-ikutkan," ujar Gatot.