Setneg Hukum Pegawai Karena Typo UU Cipta Kerja, Pakar: Cari Kambing Hitam
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 5 November 2020 12:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari menyoroti langkah Kementerian Sekretariat Negara menjatuhkan sanksi kepada pejabatnya atas kesalahan pengetikan UU Cipta Kerja.
Feri menyebut langkah mencari kambing hitam sudah menjadi tabiat pejabat Indonesia. "Menurut saya langkah mencari kambing hitam itu tabiat pejabat Indonesia. Padahal kelalaian itu harusnya menjadi tanggung jawab pimpinan," kata Feri ketika dihubungi, Kamis, 5 November 2020.
Feri membandingkan dengan negara-negara lain yang pejabat publiknya memiliki tanggung jawab tinggi. Ia mengatakan pejabat-pejabat tersebut akan mengundurkan diri jika melakukan kesalahan dan bukannya mencari kambing hitam.
Feri juga mengatakan kekeliruan pengetikan bukan pertama kali ini terjadi sejak Pratikno menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Ia mengingatkan Setneg pernah salah menulis Badan Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional dalam surat undangan pelantikan Kepala BIN dan Panglima TNI pada Juli 2015. "Bukannya Mensesneg pejabat, kenapa bukan dia yang di-sanksi," ujar Feri.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Brawijaya, Dhia Al-Uyun juga menilai sanksi untuk pejabat Setneg itu tidak tepat. Dhia mengatakan kesalahan itu bukan terjadi setelah pengesahan, tetapi di tahapan penyusunan dan pembahasan.
Ia merujuk pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kemudian merujuk Pasal 112 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014, kata Dhia, tugas Setneg adalah membubuhi nomor UU dan tahun.
"Di luar itu bukan tanggung jawab Mensesneg atau pejabat di bawahnya, karena kewenangan tidak untuk memeriksa. Naskah mestinya sudah final baru disetujui bersama dan naik ke tahapan pengesahan," ujar Dhia ketika dihubungi, Kamis, 5 November 2020.
Dhia juga berpendapat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat tak bisa berkukuh melakukan koreksi secara langsung dengan alasan tak mengubah substansi. "Presiden mestinya mengeluarkan perpu untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Lakukan tahapan yang benar dan baik mulai perencanaan hingga pengundangan berdasar UU Nomor 12 Tahun 2011," ujar Dhia.
Kementerian Sekretariat Negara kemarin mengumumkan telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan naskah UU Cipta Kerja sebelum diajukan kepada Presiden Joko Widodo. Ini sehubungan dengan ditemukannya kesalahan merujuk ayat pada Pasal 6 dan Pasal 175 UU Cipta Kerja.
Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto mengatakan telah melakukan serangkaian pemeriksaan internal dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan. "Kekeliruan tersebut murni human error," ujar Eddy dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 November 2020.
Adapun Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengakui adanya kekeliruan pengetikan. Namun Supratman menolak anggapan DPR dan pemerintah tak cermat dan terburu-buru dalam mengesahkan omnibus law UU Cipta Kerja.
"Enggak juga, kami pasti cermat. Tapi ya itu kami sudah lakukan dengan berbagai upaya dan ya itulah yang terjadi," kata Supratman melalui telepon, Rabu, 4 November 2020.